Fenomena Lalu Lintas di Indonesia

Februari 7, 2013 § 1 Komentar

Kondisi lalu lintas di Indonesia sungguh mengkhawatirkan. Jakarta, sebagai miniatur Indonesia, gue rasa cukup untuk merepresentasikan bagaimana kondisi berlalu lintas dan segala etikanya diterapkan di jalan raya.

Parkir di jalan

Parkir di jalan

Indonesia menjadi pasar yang empuk bagi produsen otomotif. Setiap hari penambahan volume kendaraan di Jakarta meningkat cukup signifikan. Pada tahun 2011 saja jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 107.226.572 unit dengan rincian, mobil sebanyak 20.158.595 unit dan sepeda motor 87.067.796 unit. Jumlah tersebut naik setiap tahunnya.

Populasi kendaraan bermotor yang sangat massif, tidak disertai dengan kesadaran masyarakat untuk berkendara dengan baik dan benar. Setidaknya ada beberapa fenomena unik keadaan bertransportasi di Jakarta. Fenomena ini sebenarnya juga terjadi di beberapa kota lain, mendarah daging dan bertransformasi menjadi suatu “kearifan lokal”.

Di bawah ini adalah beberapa fenomena berlalu lintas di beberapa kota di Indonesia. Tidak bisa digeneralisasi, tapi ya cukup menggambarkan kondisi secara keseluruhan

1. Lampu lalu lintas (tidak) berfungsi dengan baik

Masalah ini yang gue prioritasin sebagai kondisi “cacat” keadaan berkendara di Indonesia. Yang namanya lampu lalu lintas itu sudah mengalami disorientasi definisi. Di negeri ini pengguna jalan raya sepertinya lupa dengan makna dari tiap-tiap warna lampu lalu lintas. Oleh karena itu, akan gue perjelas

Lampu merah : semua kendaraan berhenti. Jika ada zebra cross, berhentilah di belakang zebra cross untuk memberikan kesempatan bagi para pejalan kaki

Lampu kuning : bersiap untuk berjalan/berhenti

Lampu hijau : semua kendaraan dipersilahkan untuk berjalan

Clear? Ngerti?

kreatif

kreatif

Kenapa perlu gue pertegas? Karena yang sering gue saksiin lampu-lampu tersebut tidak lagi berfungsi sesuai warnanya. Gue sempet berkhusnudzon bahwa sebagian besar pengguna jalan  mengalami rabun warna spesifik sehingga tidak bisa membedakan warna hijau, kuning dan merah sehingga warna lampu sudah tidak menjadi acuan lalu lintas.

Gue mulai deskripsi tentang pelanggaran berlalu lintas dari lampu kuning. Lampu kuning berarti semua kendaraan bersiap siap berhenti dengan mengurangi kecepatan kendaraan. Lihatlah sendiri di persimpangan jalan. Lampu kuning itu seperti sinyal bagi banyak kendaraan untuk menambah kecepatan kendaraannya. Melaju dengan lebih kencang agar tidak terjebak di lampu merah.

Ulah iseng ini diamini oleh kendaraan-kendaraan lain. Transisi lampu kuning ke lampu merah masih dijadikan ajang kebut-kebutan, tidak ada yang ikhlas sepertinya terjebak di lampu merah. Selama lampu merah masih tiga detik, sah-sah saja menerobos jalan, pikir mereka. What a weird behaviour.

Sama halnya dengan lampu hijau. Di saat semua kendaraan di belahan dunia manapun mulai bergerak, maka angkot-angkot di Indonesia menurunkan kecepatannya, antara jalan dan berhenti. Galau di persimpangan jalan. Mereka sengaja melambat gerak dan jalan di pinggir agar tetap terjebak di lampu merah. Para supir angkot melakukan hal serupa demi mendapatkan penumpang dengan menunggu di lampu merah lebih lama lagi.

Kebayang kan? Kendaraan pribadi pengen cepet-cepet sampe terobos sini terobos sana. Kendaraan umum malah berhenti di saat semua kendaaraan melaju. Jadi para pengendara jalan ini sebaiknya didampingi oleh dokter spesialis mata sebelum menggunakan kendaraan sehingga mereka bisa membedakan warna-warna lampu lalu lintas.

2. Motor adalah penguasa jalan raya

Menurut gue, motor itu penguasa jalan raya. Mereka bisa dengan seenaknya menggunakan semua bagian jalan. Tidak  hanya jalan untuk motor atau jalan raya, jalur busway pun menjadi milik mereka. Belum lagi jalan yang berlawanan arah ataupun trotoar.

Uniknya, mereka terkadang bener-bener jadi mirip leily sagita di sinetron-sinetron RCTI. Sudah jelas salah, justru mereka yang kadang sewot dengan pejalan kaki saat melewati trotoar. Pejalan kaki yang lewat trotoar hanya bisa bersabar dan berdoa ”ampuni baim Ya Allah”.

Selain menguasai jalanan, gue yakin pelanggar lalu lintas yang tidak memiliki surat izin mengemudi atau STNK paling banyak adalah pengguna motor. Coba saja kalian lewat jalan jalan kecil, dari arah kanan kalian, bocah-bocah yang masih menggunakan seragam putih-merah sambil ketawa-ketawa dan bonceng tiga mengendarai motor dengan santainya.

Kok orang tua mereka ikhlas ya melepas anak anak yang bahkan mungkin masih dimandiin oleh ibunya ini,  mengendarai motor di jalan raya. It’s too dangerous, you maggot!

Little bandit

Little bandit

Motor adalah penguasa jalan raya. Buktinya kita lebih familiar dengan geng motor. Belum pernah tuh berita-berita di tivi atau internet menceritakan tentang kekejaman geng mobil, atau geng sepeda.

3. Menggunakan handphone saat berkendara

Dalam salah satu episode Oprah Winfrey ditayangkan betapa bahayanya berkendara sambil melakukan aktifitas dengan telepon seluler, yang menyebabkan kematian dalam jumlah yang cukup besar.

Research shows that using a mobile phone while driving increases the risk of crashing by at least four times.  The most common types of crashes associated with mobile usage are ‘run-off-the-road’ crashes and ‘rear end’ crashes. *sumber*

Dalam teori psikologi pun dijelaskan bahwa bahaya menggunakan handphone pada saat berkendara adalah karena selain tidak fokus, komunikasi dengan telepon seluler juga menuntut orang lain di ujung telepon untuk selalu merespon pembicaraan. Yang jadi masalah kondisi ini dapat memecah konsentrasi. Dan inilah awal dari kecelakaan, selain tentunya rem blong atau bom yang sengaja dipasang oleh teroris internasional seperti di film-film atau sinetron indosiar :D.

Menggunakan telepon seluler saat berkendara tidak hanya membahayakan sang pengendara tapi juga dapat mengancam jiwa pengendara lain. Ketidakfokusan berkendara dapat mengganggu pengguna jalan lain sehingga dapat menyebabkan kecelakaan beruntun. Oleh karena itu, tidak salah jika kita mengingatkan mereka yang masih saja berkendara sambil menggunakan handphone.

4. Tilang-menilang

tilang

Gue ga bisa menyebut padanan kata untuk peristiwa penilangan yang terjadi secara periodik.

Tilang atau bukti pelanggaran adalah mekanisme yang dilakukan oleh penegak hukum, dalam kasus ini polisi, untuk menindak para pelanggar jalan raya. Sebuah konsep yang ideal, bukan?

Kalian melanggar dan kalian mendapat hukuman.

Namun pada pelaksanaannya, tilang ini banyak mengalami pergeseran substansi. Tidak jarang oknum polisi nakal memanfaatkan mekanisme tilang untuk menarik uang dari pengendara. Sehingga imaji yang lahir adalah sebuah rasa was was dan tidak percaya terhadap tindak tanduk polisi lalu lintas yang beroperasi.

Sebenarnya dua pihak sama-sama salah, antara pengendara jalan yang tidak menaati rambu lalu lintas dan oknum polisi yang ”memeras” pelanggar tersebut.

Jika ditarik akar masalahnya, proses mendapatkan surat izin mengemudi juga berperan penting pada ketaatan masyarakat tentang peraturan berkendara di jalan raya. Karena selama ini sudah menjadi rahasia umum bahwa pembuatan SIM bisa diakselerasi dengan biaya ekstra. Tidak perduli lo bisa/tidak berkendara, paham/tidak dengan regulasi di jalan raya, selama lo bisa “nyelipin” uang, SIM dengan mudahnya diperoleh. Efekny apa? ya semakin banyak yang tidak paham tentang etika berkendara.

Namun masih ada petugas yang berdedikasi terhadap korpsnya. Mereka menghukum para pelanggar jalan raya dengan menahan surat kendaraan bermotor mereka, dan mengharuskan pelanggar tersebut untuk mengikuti sidang agar bisa memperoleh kembali surat-surat tersebut.

FYI : gue pernah ikutan sidang di salah satu kejaksaan negeri di jakarta barat. Oh God, betapa praktek korupsi itu sudah mendarah daging bagi rakyat negeri ini. Belum sempat masuk gerbang kejaksaan, para calo-calo sudah menawarkan jasa untuk ”membantu” kelancaran proses sidang, what is my country gonna be?

Pelanggaran-pelanggaran dalam berlalu lintas pasti akan selalu terjadi, yang bisa kita lakukan adalah mencoba meminimalisasi agenda tersebut. Kita harus berani memulai dari diri sendiri. Tidak perlu ikut-ikutan mereka yang menerobos lampu merah. Karena kebenaran itu bukanlah sebuah hasil voting. Cukup berpegang pada rambu-rambu lalu lintas yang ada.

Ketidaktertiban kita di jalan raya hanya menghasilkan sebuah kekacauan, chaos, macet di mana mana. Motor serobot sana serobot sini. Angkot yang parkir serampangan.

Jadi patuhilah tata tertib berkendara!

*semua gambar diambil dari google*

Tagged: , , , ,

§ 1 Responses to Fenomena Lalu Lintas di Indonesia

  • selimut berkata:

    utk yg nomer 3 seharusnya ada denda yg cukup besar biar pada kapok. Masalahnya itu ngga cuma membahayakan diri sendiri tp juga pengendara lain…

Tinggalkan komentar

What’s this?

You are currently reading Fenomena Lalu Lintas di Indonesia at I Think, I Read, I Write.

meta