Surat Terbuka untuk Anakku
Juli 18, 2014 § Tinggalkan komentar
Dear Anakku..
Sengaja ayah tuliskan sebuah surat terbuka untukmu karena fenomena ini sedang menjadi trend di Indonesia. Rasa-rasanya hampir setiap hari ayah melihat surat dengan label ‘terbuka’ berseliweran di media sosial. Beragam kalangan sudah mencoba mulai dari artis hingga pemain bola, dari para pemuka agama hingga rakyat biasa. Semua orang merasa berhak untuk menuangkan kekesalan, sumpah serapah dan opini dalam goresan-goresan tulisan yang dialamatkan pada suatu pihak namun ‘memaksa’ semua orang untuk membacanya. Isinya bermacam-macam nak. Ada yang berisi permohonan maaf, pendapat tentang pemimpin hingga sebuah harapan seperti apa yang sedang ayah lakukan.
Awalnya ayah ingin membuat surat kaleng. Tapi gagal. Karena pengirim surat ini sudah jelas ayahmu sendiri. Terbersit niatan mengirim surat tertutup lewat merpati tapi ia tengah merugi. Info terakhir merpati hampir saja dipensiunkan oleh Dahlan Iskan. Sedih ya nak :(.
Nak, saat ayah menulis surat ini kau masih berada dalam kandungan ibumu dengan usia lebih kurang tiga bulan. Bahkan jenis kelaminmu pun kami belum tahu. Kami adalah calon ibu-ayah muda yang pertama kali mengalami proses menanti kelahiran sang buah hati. Iya, kelahiran engkau yang kini kami harap-harapkan.
Betapa bahagianya kami ketika mengetahui engkau diam-diam sudah menjadi calon anggota keluarga baru. Lebih bahagia daripada ketemu coboy junior *plak*. Ayah seketika koprol sambil sujud syukur. Dokter yang meyakinkan kami. Ia berucap bahwa usia kandungan ibumu baru 4 minggu sementara ukuranmu hanya beberapa centimeter, tak lebih besar daripada biji apel.
Nak, tahukah engkau, kami menyadari keberadaanmu sepulang bulan madu ke selatan Pulau Sumatera. Itu pun modal tiket gratis dari temen-temen ayah. Bukannya ayah tidak mampu untuk berbulan madu ke tempat yang lebih jauh tapi bukankah lebih baik uangnya digunakan untuk bekal pendidikanmu nanti. Ayah memang jagonya ngeles, nak.
Nak, kelak kau harus bulan madu ke tempat yang lebih jauh. Kau mungkin bisa pergi ke Gaza. Saat ayah menulis surat ini, Gaza tengah berduka. Ratusan roket terbang lalu-lalang di atas langitnya. Negeri para mujahid berjuang dengan segenap air mata dan darah. Gaza, bisa jadi pilihanmu karena bulan madu tak melulu tentang menghabiskan malam-malam pertama nan indah dalam kamar yang dihiasi aroma bunga. Kau bisa menjadi relawan yang mengirimkan bantuan dan istrimu yang merawat para balita malang yang tercabik tubuh dan hatinya.
Nak, memang saat ini engkau belum mengerti apa maksud tulisan ini. Ayah pun sama. Tapi ada satu hal penting yang ingin ayah sampaikan padamu di tiap tumbuh kembang engkau di dalam rahim istriku yang kelak akan kau panggil ‘ibu’. Ayah menyaksikan sendiri bagaimana susahnya menjadi seorang wanita hamil. Sejak menyadari ada jiwa yang hidup di dalam tubuhnya, ibumu semakin menjaga apa yang ia konsumsi. Semua makanan ia seleksi. Tak ada lalapan, obat-obatan, bahkan ibumu sengaja tidak mengkonsumsi ekstrak kulit manggis. Padahal itu adalah sebuah kabar gembira. Semuanya dilakukan demi kesehatanmu, nak. Kami ingin engkau terlahir menjadi anak yang sehat, utuh sebagai manusia normal tanpa kekurangan satu apa pun. Selama kehamilan ibumu, ayah pun tak mengkonsumsi jengkol, pete, dan turunannya. Bukan karena takut terjadi apa-apa denganmu tapi karena memang ayah tak pernah suka makanan tersebut.
Kami menyadari bahwa tumbuh kembangmu tidak melulu mengenai aspek fisik. Karenanya kami semakin meningkatkan ibadah. Terucap harap dalam doa, semoga kelak kau akan menjadi anak yang soleh jika cowo, solehah jika cewek. Di Zaman sekarang jenis kelamin sering menjadi bias, nak. Semakin banyak cowo yang ‘sholehah’.
Dalam doa kami juga berharap kelak engkau menjadi salah seorang penghafal quran yang baik sejak usia mudamu seperti Musa peserta hafiz cilik dengan lantunan lagu syaikh rasyid yang membawakan Al Ghamidi dan Syaikh Sudais. Kami berharap padamu nak jika kelak kami pun lalai dalam menghapal kalam ilahi. Hapalanmu itulah yang nantinya akan memberi kami kesempatan bertahtakan mahkota saat kita berkumpul di syurga.
Jangan kau kira kami tak mendoakan engkau setampan Yusuf, segagah Umar, secerdas Ali. Ketampanan fisik itu perlu, tapi kau tetep harus jadi manusia. Karena banyak juga yang ganteng-ganteng serigala :D.
Ibumu tiap hari muntah, bukan karena melihat wajah ayah, tapi memang perubahan hormon yang tengah bekerja. Ditambah lagi maag yang diderita. Betapa pilu ketika melihat penderitaan seorang ibu yang mengandung. Ia lemah, tidak bisa beraktifitas seperti biasa. Lebih mengakrabi kamar dan kasur karena lelah yang didera. Setiap saat ia kelaparan karena asupan nutrisinya harus dibagi denganmu, nak.
Nak, kau harus berbakti. Ayah dulu tak pernah menyadari betapa sulitnya menjadi seorang ibu. Belum lagi jika engkau sudah menemui dunia dan menjadi bagiannya.
Di tengah kehamilannya, Ibumu memaksa diri untuk ikut berpuasa. Padahal ia tahu hal itu akan sangat melelahkan. Dalam lelah ia masih menyiapkan menu berbuka untuk ayah. Kau tak akan menemukan romantisme ini dalam kisah Romeo-Juliet sebab mereka tidak pernah berpuasa ramadhan.
Nak, ayah dulu bukan orang yang patuh pada orang tua, terutama terhadap ibu. Ayah baru menyadari semua saat menjadi calon orang tua. Ayah menyadari betapa berlemah-lemah ibu, bersusah payah mengandung dan membawa bayi dalam tubuh kemana-mana adalah sebuah cerita yang nyata. Ibu rela mengadu nyawa demi hadirnya engkau. Ayahnya ayah (bingung ya nak bacanya. Ayah juga), mulai sekarang kita sebut dengan ‘kakekmu’, juga mengusahakan sekuat tenaga agar bagaimana ayah dan anak yang lain lahir dengan sehat walafiat.
Jadi nak, jika engkau suatu saat ingin membangkang dan mencoba mengeluarkan sumpah serapah, ingatlah bahwa ada darah dan air mata dalam proses keberadaanmu ke dunia.
Nak, saat kau membaca surat ini. mungkin kau sudah besar, sudah bisa mengeja satu per satu huruf yang tersambung menjadi kata lalu kau rangkai menjadi kalimat dalam paragraf-paragraf. Kelak ketika kau dewasa, kau harus menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Manfaat itu dapat dituai jika engkau berbunga. Pupuklah dirimu dengan ilmu. Jika ada masalah ceritakan pada ayah dan ibu. Bukan pada Dewi Sandra, nak. Kecuali saat itu kau sudah menulis catatan hati seorang istri. Tapi kalo nantinya kau adalah pria, jangan coba-coba, nak.
Jika kelak engkau terlahir sebagai seorang pria maka kau harus memiliki kepribadian tangguh. Lahirlah sebagai pria yang kokoh bak Umar I dan sezuhud Umar II dengan lisan Amr bin Ash dan keshalihan para salafus salih. Jika engkau terlahir sebagai seorang wanita, kau boleh memiliki rupa berparas Atikah namun jangan kau lupa untuk menjaga ‘izzah’ seorang wanita laksana Sumayyah. Saat kau hadir dengan keceriaan, hiduplah seperti Aisyah. Namun jangan kau ikuti rasa cemburunya yang membuncah.
Berpegang teguhlah pada jalan Allah, nak. Kau boleh jadi apapun saat kau dewasa asal selalu ingat bahwa engkau adalah da’i/da’iyah sebelum segala sesuatunya. Kehidupanmu ke depan akan lebih berat daripada apa yang ayah alami saat ini.
Sampai di sini saja nak surat terbuka ayah padamu. Maaf jika ayah tidak menulis surat ini dengan serius. Jika serius langsung temui ortu aku aja. Semoga kamu nantinya memahami bahwa ayah hanya ingin engkau menjadi anak yang sehat walafiat dan soleh/solehah. Tetep semangat ya nak biar kita bisa kongkow di tempat biasa. Salam peace, love and gaul.
Wassalamualaikum wr wb
Dari calon ayah di tengah tiga bulan kehamilan sang istri. Sehat-sehat terus ya yang dan dede yang ada di kandungan ummi :). Ditulis tepat tiga bulan selepas hari pernikahan kami.
Tinggalkan Balasan