Alula Sheefa Anindya

Juni 25, 2019 § Tinggalkan komentar

Saya buka tulisan ini dengan tahniah, syukur tak putus atas segala nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah SWT. Sekitar Bulan Agustus atau September tahun lalu, istri saya mengabarkan bahwasanya hasil test-pack yang iseng-iseng dia lakukan ternyata menunjukkan dua garis alias hamil lagi. Agar lebih meyakinkan kami melakukan pengecekan ke dokter kandungan dan benar saja sedang ada calon bayi di dalam rahimnya. Our third baby.

Kami tidak melakukan sebuah persiapan khusus untuk menyambut kehamilan ini tapi tidak juga dengan sengaja menggunakan kontrasepsi demi menunda kehamilan. Proses menyusui Afnan, anak kedua kami, memang efektif sebagai KB alami sehingga istri saya kembali mendapatkan menstruasinya kembali setelah ‘urusan’ dengan Afnan kelar. Di awal pernikahan kami bersepakat untuk memiliki empat orang anak. Entah darimana inspirasi itu. Bisa jadi dari Fantastic Four ataupun Power Ranger sebelom Ranger merah bergabung (Ranger merah biasanya gabung belakangan).

Kehamilan kali ini berjalan seperti dua kehamilan sebelumnya. Annisa, istri saya, sensitif terhadap bau-bauan. Males makan. Namun hobinya belanja online sepertinya tidak terpengaruh oleh hormon kehamilan. Hmmm….

Masih membekas di dalam ingatan ketika saya baru saja pulang dari menghadapi keluhan pelanggan sebuah teks dari ‘Line’ masuk dan ternyata pesan dari ‘Mon Amour’, begitu saya menulis nama istri di kontak ponsel

“Yah, aku hamil” . . . Lah kan emang

“Yang, cakepan Lisa apa Jenny?” . . . Cantikan Jisoo!

Nisa memberi kabar bahwa berdasarkan hasil USG, bayi kami berjenis kelamin perempuan. Alhamdulillah. Informasi tersebut cukup membuat saya sumringah. Karena jika benar anak ketiga ini berjenis kelamin perempuan maka itu adalah sebuah skenario yang sangat apik buat keluarga kami setelah sebelumnya dua jagoan yang saban hari berantem rebutan Hot Wheels akhirnya nanti kakak-kakaknya bisa rebutan barbie.

Tidak ada resep apapun. Tidak ada teknik apapun. Saya memang sempat bertanya-tanya ke beberapa orang tentang bagaimana cara mendapatkan anak perempuan. Beragam jawaban didapati mulai dari yang ilmiah hingga yang cocoklogi level expert namun tak satu pun yang benar-benar kami terapkan. Doa kami selalu sama agar dikaruniai anak soleh yang sehat dan menjadi penyejuk mata dan hati orang tua. Dapet cowok lagi kami bahagia namun jika dapat cewek kami jauh lebih bahagia lagi.

Acapkali kami menerima informasi bahwa hasil USG tidak sepenuhnya tepat. Oleh karena itu saya selalu meminta istri untuk memastikan kembali ke dokter kandungan tentang jenis kelamin yang ada di kandungannya. Dan jawaban dokter selalu sama bahwa bayi tersebut adalah bayi perempuan. Untuk menambah keyakinan, kami melakukan USG 4D. Hasil foto USG 4D tersebut menunjukkan dengan cukup jelas organ-organ bayi mulai dari tangan, kaki hingga bentuk wajah. Jauh lebih jelas ketimbang USG biasa di mana dokter bisa dengan menunjukkan mana tangan, kaki, kepala sementara saya dan istri hanya saling bertatap-tatapan karena hanya melihat makhluk surreal dengan abstraksi bentuk diiringi backsound blubub…blubub…

Dua atau tiga bulan menjelang masa persalinan, saya mulai gerilya mencari nama bayi perempuan. Mulanya saya memberikan keleluasaan ke istri untuk menentukan nama karena dua bayi sebelumnya saya cukup mendominasi. Istri saya pun mencari-cari di internet barangkali ada alternatif nama yang bagus saat sedang surfing di Shopee ataupun BukaLapak. Saya sempat khawatir dia akan menamai anak kami semisal Intan Cash on Delivery, Siti Promo Ramadhan atau nama-nama lain yang lekat dengan dunia per-belanja daring. Yang jelas sedari awal kami sudah bersepakat untuk menamai anak-anak dengan tiga komponen. Terdiri dari tiga kata dan berawalan huruf A agar si calon bayi menjadi ‘A’ yang kelima di rumah. Kata kedua berawalan huruf ‘S’ karena Alby itu ‘Shofwan’ dan Afnan itu ‘Sakha’. Namanya unik dan jarang digunakan. Jadi nama Ani, Yanti, Parto jelas tidak masuk ke bucket list.

Lama perjalanan mencari nama ini hingga suatu waktu saya mendapati kata ‘Alula’. Alula diambil dari Bahasa Arab ‘Al-Ula’ atau mula-mula (awal). Ia juga digunakan sebagai nama untuk satelit kembar di salah satu konstelasi langit. Nama yang cukup menarik. Istri saya pun menyetujui tanpa sedikitpun keraguan dengan nama tersebut. Bagi kami, anak ini akan menjadi anak perempuan yang pertama di dalam keluarga. Apakah akan ada anak perempuan kedua, ketiga dan seterusnya?. Sejujurnya saya pun belum tahu dan bahkan berniat merevisi rencana awal dari empat anak menjadi tiga anak. Alula juga merupakah sebuah Palindrome sehingga nama tersebut tetap sama apakah dibaca dari depan dan sebaliknya. Mirip seperti Nababan.

Sementara untuk kata kedua yang berawalan ‘S’ menyisakan kesulitan tersendiri. Ada banyak referensi tapi terasa kurang pas di hati sampai pada akhirnya saya memilih ‘Syifa’ yang berarti obat/penyembuh dalam Bahasa Arab. Ya, anak ketiga kami memiliki banyak unsur arab dalam namanya. Agar lebih milenial, kami mengganti ejaan syifa menjadi ‘Sheefa’. Kami berharap kelak ketika tumbuh dan dewasa, anak ini mampu menjadi obat bagi dirinya, keluarga dan masyarakat. Penyembuh dalam makna yang luas. Dari penyakit fisik maupun menjadi penyembuh luka non-fisik.

Anindya, nama yang kami pilih untuk melengkapi rangkaian nama sang bayi. Diambil dari Bahasa sansekerta yang berarti ‘Sempurna’. Entah kenapa saat menulis kata sempurna saya secara tiba-tiba menyanyikan lagu Andra and The Backbone. Kami berdoa agar ia menjadi anak yang sempurna dalam semua hal. Lebih-lebih akhlak dan keimanannya. Dan dari nama Alula Sheefa Anindya ini kami memanggilnya dengan ‘Aul’.

Proses persalinan Aul agak unik. Istri saya memberi informasi bahwa dia sudah bukaan dua tepat di hari kamis tanggal 13 Juni. Saya pun buru-buru menuju Bandung karena khawatir bukaan bertambah dengan cepat. Setibanya di Bandung, istri saya memberi informasi bahwa dokter kandungan menyuruhnya pulang karena bayi masih jauh dari keluar. Oke. Malam harinya masih di hari yang sama, Annisa mules lagi. Kami pun menempuh perjalanan 12 km untuk memeriksa apakah dedek bayi akan segera keluar atau tidak. Lagi-lagi bidan, karena dokternya sudah pulang, menyampaikan bahwa belum ada tanda-tanda akan melahirkan. Kontraksi palsu ini berulang-ulang sampai hari minggu. Melihat hilal belum muncul, saya memutuskan untuk kembali ke Jakarta dengan ekspektasi lahiran masih beberapa hari lagi.

Maghrib keesokan harinya adik ipar saya mengirimkan pesan bahwa kakaknya, istri saya, sudah bukaan tiga dan sedang menuju rumah sakit. Saya buru-buru memesan travel berharap masih sempat mendampingi istri lahiran seperti momen di kedua anak kami sebelumnya. Saya dapat keberangkatan jam 9.30 malam.

Jam 8.30 malem adik ipar saya mengabarkan bahwa istri saya masuk ruang persalinan. What the… That escalated quickly. Aing nunggu berhari-hari si bayi kagak nongol, giliran aing ke Jakarta dia melesat dengan cepat. Dia mau main kucing-kucingan rupanya, Fernando.

Jam 9.38 malem si bayi Alhamdulillah dilahirkan dengan selamat. I was shock, definetely. It just pop up without any alarm or early notification. Mirip sms nawarin kredit. Saya benar-benar kaget dengan proses melahirkan yang sangat cepat. Istri saya bilang bayinya keluar cukup dengan sekali ngeden (saya tidak tahu padananannya dalam Bahasa Indonesia). Kami tidak mengira melahirkan anak ketiga akan selancar itu. Meskipun dalam proses dari bukaan dua ke bukaan selanjutnya membutuhkan waktu yang cukup panjang.

Berat badan Aul 3.110 kg dengan panjang 50 cm. Lebih panjang daripada Afnan tapi lebih berat dari Alby. Anak ini sepertinya ingin menjadi perantara dua kakaknya. Lebih dari seminggu usianya sekarang, kami melihat wajah Aul adalah perpaduan antara Alby dan Afnan.

Pada akhirnya anggota keluarga kami kini menjadi 5 orang dengan kehadiran bayi perempuan ini. Sejauh ini kami sepertinya bersepakat untuk tidak menambah anggota baru dengan beberapa alasan. Selain alasan finansial (kantor cuma kasih allowance tiga anak. Biaya lahiran mahal, Jenderal) kami ingin lebih fokus mengurus dan membesarkan tiga anak ini juga memberikan ruang bagi ibunya anak-anak untuk berkhidmat pada pekerjaan dan masyarakat.

Welcome to the wild world, Aul. Semoga Aul menjadi anak shalihah penyejuk hati. Berorintasi pada kebaikan dan menautkan hati pada Rabb. Karena sesungguhnya menjaga anak perempuan, buat saya pribadi, rasanya akan lebih sulit. Semoga Allah selalu menjaga kalian.

 

Tagged: , , ,

Tinggalkan komentar

What’s this?

You are currently reading Alula Sheefa Anindya at I Think, I Read, I Write.

meta