ITB di mata mereka
Februari 7, 2012 § 7 Komentar
“Ah, mahasiswa ITB itu memang sombong-sombong. Mentang-mentang mereka pinter, jadi ngerasa paling hebat”
“Anak ITB mah songong, bisanya cuma jadi kutu loncat kalo kerja“
Sering mendengar kalimat-kalimat seperti itu? jika anda adalah salah seorang mahasiswa atau alumni ITB gw rasa tidak jarang ucapan tersebut melewati gendang telinga kita. Begitu banyak skeptisme dan selentingan miring yang dulu sering gw denger dari alumni tentang jeleknya citra mahasiswa ITB di dunia kerja kini sedikit banyak gw rasain dan tervisualisasi secara jelas, langsung di depan mata.
Aktifnya lulusan ITB dalam terminologi “kutu loncat” beberapa kali gw alamin saat berdialog dengan pegawai di tempat kerja. Saat sedang training, sedang diskusi, bahkan saat sedang ngobrol santai di meja makan pun imej kurangnya loyalitas seolah ada tulisan di jidad gw “Maksimal dua tahun kerja di perusahaan anda”.
Dan pada saat itu gw hanya bisa nelen ludah.
Belom genep gw sebulan kerja sudah berkali-kali senior mengulang-ulang topik meski dengan redaksi yang berbeda.
“Dulu tuh ada alumni ITB, baru beberapa bulan kerja dia udah pindah ke Pertamina” <<—– ini salah satu contoh anak ITB yang cepet pindah kerja.
“anak ITB mah minta gajinya tinggi-tinggi, ga seperti universitas… (nyebutin salah satu universitas negeri) <<— Anak ITB yang ngerti keuangan :D.
Bahkan ada percakapan dosen ITB dengan petinggi di perusahaan ini.
“Wah, anak ITB banyak tuh yang kerja di perusahaan anda” ujar dosen ITB. Lalu petinggi perusahaan ini pun membalas “iya, anak ITB memang banyak di sini, tapi mereka cepet masuk dan cepet keluar”. Dan tidak terbayang bagaiman ekspresi dosen ITB tersebut pada saat itu
Dan hari ini, siang ini. Saat sedang santap siang bersama dengan karyawan yang sudah kerja sejak perusahaan didirikan, gw langsung speechless dan senyum kecut saat bapak tersebut menyinggung tentang almamater ITB.
“oh, kamu anak ITB. Ga bakalan lama nih di sini”
Saat itu gw langsung diem dan ketawa miris dalam hati. Si bapak telak banget ngomongnya. ga pake ba bi bu ba bi bu lagi.. *nangis di pojokan*.
Gw rasa bukan cuma gw yang ngalamin kejadian serupa. Buat mereka yang kerja di tempat laen pasti terkadang mengalami tindakan “rasial” yang sama. Yah, what am I supposed to do? Toh pada kenyataannya memang gitu. Harga diri dan beban yang dipikul almamater ITB memang berat sepertinya. Wajar sih, wong gajah yang ada di bahu.. hehe.
Cap sebagai Institut Terbaik Bangsa dan Semboyan yang selalu menyambut mahasiswa baru dengan Slogan “Selamat Datang Putra-Putri Terbaik Bangsa” Seolah telah menerbangkan kami (mahasiswa ITB) dan membuat kami bangga dengan predikat itu.
Jika mau dilihat lebih lanjut, gw pribadi ogah mendapatkan stereotip sombong nan angkuh sebagai lulusan ITB meskipun jujur gw akui terkadang pikiran seperti itu mampir di otak. Tapi mari lihat dengan mata terbuka. Buat gw, menjadi mahasiswa ITB dan cap sebagai putra putri terbaik bangsa adalah sebuah predikat yang harus disandang untuk dibuktikan. Bahwa Mahasiswa ITB benar-benar putra putri terbaik bangsa. Sehingga dengan demikian kita akan termotivasi dan berjalan laksana apa yang terucap di kampus ganesha.
Terserah kalo orang-orang mau memberikan predikat negatif atau bahkan membanding-bandingkan dengan universitas negeri lain yang katanya jauh lebih low-profile.
Yah semoga mahasiswa ITB dan alumni-alumninya mampu memutar balikkan semua streotip yang melekat di dahi kita. Semoga kita mampu menjadi agent of change, Iron stock dan guardian of value yang sering kita dengar dan berdengung selama kita dididik di kampus dulu (ngomong-ngomong, gw ga ikutan OSKM lho :D)…
Just go on guys, Demi Tuhan Untuk Bangsa dan Almamter. Allahu Akbar!!!