Media Sosial dan Kemuakan yang Membabi Buta
November 4, 2016 § 1 Komentar
Sejujurnya saya sudah muak dengan segala bentuk peperangan di jagat media sosial. Kanal yang seharusnya menjadi tempat berinteraksi secara positif berubah menjadi arena gontok-gontokan maha dahsyat.
Gue memutuskan berhenti berkelindan di linimasa twitter disebabkan perang kata-kata yang tak urung habisnya. Para cendekia, alim ulama, intelektual saling beradu debat. Kedaan semakin runyam manakala si miskin ilmu turut meramaikan dengan cacian dan bentuk-bentuk serangan verbal yang banal. Tidak ada yang salah dengan perdebatan dan adu argumen. Namun manakala setiap saat kita mengakses halaman media bersangkutan isinya tidak lebih dari unjuk ego dan kepongahan maka yang tersisa hanyalah kemuakan membabi-buta.
Dua tahun lalu gue men-talak tiga twitter. Tanpa sepatah kata pun gue sampaikan pada Jack Dorsey dan kolega. Andai bisa, gue berharap para pendebat maniak itu dikurung di penjara virtual dan bertarung sampai mati layaknya para gladiator bertaruh nyawa di Colosseum.
Gue enggan membahas Path. Path tidak begitu layak untuk dinarasikan lebih lanjut karena konfigurasi di dalamnya hanya lah tentang orang-orang kesepian yang kehabisan akal untuk menghayati makanan yang mereka punya, musik yang ingin mereka dengar, dan tempat yang mereka kunjungi.
Maka Facebook yang mulanya tempat berbagi interaksi sosial kini berevolusi menjadi wahana gesek-gesekan. Apa saja sepertinya layak diperdebatkan. Lebih-lebih menyangkut sensitifas terkait ras, agama, juga kontestasi politik. Entah kenapa keramah-tamahan bangsa yang gemah ripah loh jinawi ini lenyap setiap saat mereka login di akun facebook masing-masing.
Kegundahan gue semakin menjadi-jadi seiring dengan seteru pernyataan Ahok yang didakwa menghina Al-Quran. Mungkin sudah ratusan argumen serta wacana pro-kontra yang mengiringinya. Yang bikin gue semakin menggeram adalah semakin liarnya isu ini. Tautan-tautan di facebook dibagikan dengan meruah. Yang mendukung, yang mencaci, yang menolak. Semua tumplak, blas. Jadi satu. Belum lagi kolom komentar yang tidak kalah mendidih. Mungkin saat kita bersilat kata, Mark sedang tertawa terbahak-bahak menyaksikan bagaimana tolol-nya manusia-manusia penggiat media sosial yang terus berseteru.
Gue pada posisi mendukung penuh proses hukum untuk Ahok. Tapi subjektifitas ini tidak lantas harus di-tuhankan hingga menghilangkan akal sehat. Tahan sejenak nafsu hewani untuk menghabisi. Bersantai lah dengan sesaat dengan tautan-tautan lucu. Jika dan hanya jika facebook ini berisi racauan kalian yang ‘berperang’ seenak jidat. Ada baiknya kalian membuat media sosial baru.
Gue menggaris-bawahi rekan-rekan facebook yang acapkali membagikan berita hoax, ngaco, dan tautan-tautan keilmuan yang entah seperti apa matan dan sanadnya. Dari cara mereka menarasikan argumen atau konten yang terbagi, gue percaya mereka bukan orang yang mengakrabi buku dalam keseharian.
Sekarang gue juga pengen berpendapat di media sosial untuk mengimbangi wacana-wacana yang berseliweran. Perihal penistaan agama sudah dengan apik dibahas oleh Ustad Hamid Fahmi Zarkasyi dalam bukunya, Misykat. Ia berujar bahwa di dunia barat, penghinaan agama disematkan dengan istilah ‘Blasphemy’. Barat sangat menghargai kebebasan berpendapat. Semua orang boleh mengatakan apa-pun. Termasuk menghina agama lain. Tidak boleh ada hukuman atas kebebasan berdemokrasi.
Lanjut beliau, kalau menyerahkan penyelesaian urusan blasphemy ke masyarakat, akan mengakibat chaos atau kegaduhan. Benar saja. Banyak kasus penistaan yang berakhir dengan tidak baik jika menjadikan masyarakat sipil sebagai hakim. Theo Van Gogh dibunuh oleh Muhammad Bouyeri, penembakan di Charlie Hebdo, hingga dakwaan mati oleh Khomenei pada Salman Rushdie yang membuat Satanic Verses.
Seharusnya pemerintah bergerak aktif untuk menyudahi polemik penistaan agama ini. Di Bangladesh, Taslima Nasrin difatwa mati karena menyatakan Al-Quran harus direvisi seluruhnya. Juga Ghulam Ahmad yang dihukum mati karena menghina Nabi Muhammad.
Urusan agama sudah melekat mendarah daging bagi masyarakat Indonesia. Mereka yang paling blangsak pun dapat tergerak hatinya membela jika agama mereka terhina. Itu Ghiroh namanya. Ujar Buya Hamka. Maka sebelum isu ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang jelas akan mengganggu stabilitas negara, sebaiknya proses hukum segera dilaksanakan.
Sebenernya gue ogah merespon pembahasan-pembahasan jamak yang beredar. Tulisan ini juga didedikasikan atas kekesalan gue melihat ragam informasi monokrom yang menghiasi laman facebook. Ada kalanya facebook pengen gue deaktifasi. Hanya saja masih ada satu, dua informasi penting yang tidak bisa gue lewatkan sekonyong-konyong.
Jika sudah begini gue harus lebih banyak menelan ludah dan menghela napas lebih dalam setiap saat mengakses facebook. Semoga facebook dan media sosial lainnya bisa jauh lebih aman, damai seperti sebelum negara api menyerang.
Tabik!.
5 Kegiatan yang Cuma Bisa Dilakukan oleh Mahasiswa
Januari 3, 2013 § 1 Komentar
Masa-masa kuliah itu unik. Belajar tapi tidak kaku. Bebas tapi tetap terbatas. Luwes tapi terkadang hasilnya pedes. Duduk di bangku kuliah sangat berbeda dengan ketika menghabiskan waktu di bangku sekolah SD-SMA, meskipun sama-sama dalam domain belajar. Karena mungkin dianggap sudah dewasa, mahasiswa cenderung lebih ”liberal” dalam memperoleh ilmu. Ada yang kuliah sesuka hati, ada yang dengan cerdas memanfaatkan jatah 20% absen, ada yang datang kuliah hanya saat ujian akhir. Semua boleh tergantung seberapa cerdas lo dan seberapa baik sang dosen :D.
Kalo gue sih tergolong mahasiswa pada umumnya. Pinter ga terlalu, bloon juga ga. Rajin lumayan, males kadang-kadang. Kuliah iya-organisasi ok. Kadang masuk kelas, kadang bolos. Yah general case mahasiswa sih. Ga terlalu spesial.
Gue mencoba menjalani masa kuliah just the way I am. Ga ikut-ikutan mereka yang tiap hari aksi, ga ikutan mereka yang tiap hari nongkrong di perpus, juga ga ikutan mereka yang tiap hari jalan-jalan ke mall. Semua yang sifatnya monoton kyk gitu bisa bikin gue mati berdiri. Gue lebih memilih jadi mahasiswa yang luwes aja.
Diajak aksi? Boleh aja sih, selama aksi itu jelas peruntukannya, jelas analisis kondisinya, ada tujuan dan outputnya. Diajak nongkrong ke perpus? Hayu. Apalagi saat ada peer yang susah dan ada yang niat ngajarin (ngerjain) PR kita. Wah, dengan senang hati gue menuju perpus. Walo harus ketemu penjaga perpus yang lebih galak daripada kerberos (anjingnya hades).
Diajakin nge-mall? No problemo, PVJ, IP, BIP, Ciwok hayu aja. Asal ada uang apalagi sampe ada yang traktir. *lap iler*
Sebagai mahasiswa biasa-biasa saja, gue masih inget beberapa kejadian di kampus yang menurut gue sangat jarang terjadi pada fase kehidupan yang laen.
- Ngumpulin tugas pagi-pagi
Suatu ketika gue lirik timeline, sesaat gue ngeliat twit adek kelas tentang ujian salah satu mata kuliah yang cukup horor. Pak Dosen yang ngasih soal ujian memberikan keleluasaan siswanya buat nyelesein soal-soal horor itu dengan limit waktu tertentu, mau open book silahkan, tanya temen boleh, tanya Einstein atau Niels Bohr juga ga masalah.
Soalnya memang sedikit, tapi penyelesaiannya subhanallah dahsyatnya. Dosen gue menyebutnya dengan soal terbuka.
Entah apa makna hakiki dari “soal terbuka”. Apakah mengerjakan soal itu di alam terbuka, mengerjakan soal dengan tangan terbuka (siap menerima contekan) atau mengerjakan soal dengan hati terbuka (tabah kalo dapet nilai jeblok), yang jelas soal terbuka pastilah bukan soal yang berhubungan dengan puasa ramadhan, ter-buka (yang paling buka #puasa –red) *jayus* *telen genteng*
Yang paling sering, soal diambil di ruangan dosen dan waktu pengerjaannya mulai dari 13.00 WIB dan dikumpul paling lambat 09.00 pagi keesokan harinya. Dan kegemparan pun dimulai. Ada yang heboh sendiri bahkan ketika belum melihat soalnya seperti apa. Ada yang langsung nyewa pesawat ulang alik NASA buat ngerjain soal di bulan. Biar tenang katanya.
“Kalo gue sih normal aja, ngerjain bareng-bareng temen. Paling ga, satu nasib satu penderitaaan.”
Biasanya kita sampe nginep buat ngerjain tugas ini. Berjamaah ngerjainnya. Yang otaknya paling encer, jadi imam, yang lain cukup bilang, Amiiin.
Kalo dipikir pikir lagi, soal tersebut memang susah. Tapi tidak serumit yang kami bayangkan. Jika memang sering masuk dan perhatiin ulasan pak/bu dosen, maka tidak perlu menghabiskan satu malam suntuk. Yang membuat durasi mengerjakan ujian menjadi panjang adalah kegiatan-kegiatan pengiringnya.
Agenda mengerjakan ujian bersama biasanya dimulai dengan makan malem bareng, heng-ot, ngopi-ngopi, kongkow dan ngobrol ngalor ngidul. Puas cerita dan perut kenyang, langsung menuju basecamp buat peregangan. Biar ga kaku otak dan otot. Peregangan biasanya dimulai dengan game—game lucu. Mulai dari maen UNO, maen tebak-tebakan, sampe maen perasaan #ehhhh.
Selesai maen, dan ketika otot serta otak mulai regang. Mulailah rasa ngantuk datang. Dengan susah payah melawan rasa ngantuk, satu per satu soal mulai dikerjain. Jelas, fokus beralih ke tempat tidur. Seringnya, karena tidak fokus pada soal ujian, kami mencari posisi PW masing-masing buat tidur, have a nice sleep.
Dini hari langsung panik, teriak-teriak, kayang, salto, bingung dengan tugas yang belum selesai. Kemudian hening, mencoba mengerjakan soal satu demi satu.
Mendekati jam deadline, kepanikan bertambah dahsyat. Dengan kantung mata yang membesar, muka kucel, lecek, dateng ke tata usaha jurusan buat ngumpulin tugas.
Oh God, cant imagine our appearance at that time.
Tapi ngumpulin tugas pagi-pagi buta cuma gue temuin di kampus. Entah kalo sudah ada yang ngalamin ini sejak sekolah dasar.
2. Nge-lab sampe pagi
True story nih. Gue ga tau gimana cerita di kampus laen, tapi di kampus gajah, ngeleb sampe pagi itu hal biasa. Slogan ”masuk susah keluar susah” dari kampus ini bener-bener kami alami. Ga gampang bro dapet gelar sarjana di depan nama lo, jadi jangan disia-siain tuh.
Naif aja buat orang-orang yang menafikan gelar sarjananya, hanya karena doi memilih jadi entrepreneur. Seolah-olah gelar sarjana itu cuma buat nyari kerja. Think it over, dude. Lo sama aja ga ngehargain kerja keras lo sndiri, entah kalo misalnya TA itu hasil manipulasi data atau dikerjain orang laen. :D.
Kyknya semua jurusan di ITB pada labbing sampe pagi, terutama mendekati masa-masa kritis perkuliahan, Deadline Tugas Akhir. Ini bukan masalah mahasiswa rajin atau ga. Tapi masalah eksistensi di kampus. Bertahan atau keluar dengan tidak terhormat. Tapi nyantai, banyak orang sukses drop-out dari kampusnya toh?
Sensasi ngelab sampe pagi itu bener-bener luar biasa (buat gue). Ngampus malem-malem, ngalor-ngidul (tetep), terus baru ngelab kemudian. Sambil nunggu kerjaan lo running, lo bisa donlot film, gitar-gitaran, ngupil atau latihan drama sambil ngitungin laju reaksi pelarut-reaktan yang ada di labu bundar *telen buret plus klem*
Lebih seru lagi kalo ngeleb ditemenin radio yang muter cerita horor. Dan lebih rame, kalo banyak kisah-kisah angker di tempat lo ngelab. Ga bakalan ngantuk. Ntar pas lagi bengong, ada yang gedor-gedor lemari, atau ada yang lemparin tissue pas lagi sendirian di ruangan. Seru kan? Hahaha #FriendsTrueStory.
3. Join aksi
Seperti cerita gue sebelumnya, gue pernah ikutan aksi. Bukan buat sombong tapi buat gue, aksi itu adalah sebuah kesempatan untuk dapat menyampaikan aspirasi kepada pemerintah. Tentunya dengan kapasitas kami sebagai seorang mahasiswa. Dalam kapasitas seorang insan terdidik yang gerah dengan kondisi bangsa.
Aksi seorang mahasiswa terdidik tidak ditandai dengan adanya kekerasan atau maen pukul-pukulan. Tindakan-tindakan cacat seperti itu justru mendiskreditkan posisi mahasiswa di mata masyarakat. Aksi yang gue ikuti adalah aksi damai, menyampaikan aspirasi yang didahului oleh kajian-kajian komprehensif dalam point of view seorang manusia dewasa dalam kategori mahasiswa.
Masa-masa menjadi pelajar sebelumnya tidak memungkinkan buat seseorang melakukan aksi untuk negeri. Kalau pun ada, mungkin sebatas aksi lokal menentang kesewenangan kepala sekolah dll.
Gue ga kebayang kalo ada anak SD dengan seragam putih-merahnya, memegang TOA sambil berorasi ”turunkan SBY, turunkan Boediono. Mereka mengkriminalisasi KPK”. Atau bakar-bakar foto presiden sambil berteriak, ”dimana keadilan, di saat sodara sodara kami mati kelaparan”.
Yang jelas, gue ga akan nyekolahin anak gue di SD tersebut!.
Banyak yang memicingkan mata terhadap aksi yang dilakukan mahasiswa. Mahasiswa disitir, mereka demonstran bayaran, mereka ditunggangi parpol dan berbagai hominem laen. Ah biarkan saja, anjing menggonggong dua tiga pulau terlampaui. Yang jelas, selama lo mahasiswa dimana idealisme sedanga berada di puncak, coba sekali sekali ikutan aksi. Tapi aksi yang dilatarbelakangi oleh pendekatan ilmiah. Bukan tindakan-tindakan bodoh yang teriak kanan kiri tapi tidak tau arti dan substansi. Ini sama saja bunuh diri.
4. Hangout di sela jam kuliah
Manfaatin masa-masa kuliah dengan baik dan sebijak-bijaknya sebelum masa kerja datang merampas semua. Manfaatin jam-jam siang buat nonton bareng temen, kongkow-kongkow di cafe. Karena ketika udah nyemplung di dunia kerja, jangan harep bisa keluar siang-siang seenak perut. Kecuali emang kerja di bioskop atau di mall.
Karena jadwal kuliah yang ga rigid kyk anak SD-SMA, kita bisa pandai-pandai mengatur waktu. Kapan harus kuliah, kapan harus belajar, kapan harus berorganisasi, dan kapan harus refreshing.
Misal lo ada kuliah jam 8-12, terus ada kuliah lagi jam 15-17. nah, kan bisa tuh nonton premier film “Kuntilanak bunuh diri”, atau “Jenglot maen layangan”. Untung-untung bisa nomat. Sehabisnya film, bisa balik ke kampus buat belajar (ngenet) lagi. Tapi inget, harus fokus dalam segala hal. Jangan sampe waktu nonton lo terus komat-kamit rumus ABC, atau teriak histeris ketika ngeliat ketapel yang lo asumsiin huruf psi dalam rumusnya schrodinger. Bisa-bisa lo ditendang dari bioskop.
Apa-apa yang ada di bioskop cukup ditinggalin di sana, tidak perlu di bawa ke dalam kelas. Gue takut pas dosen lagi bertanya siapa penemu radioaktif, lo jawab “Tony stark dengan iron man-nya” atau bilang ke dosen “pak, why so serious” sambil ketawa seremnya alm. Heath ledger. Itu mah nonton ga khusyuk, di kelas kena tabok.
Jadi anak kuliahan mah jangan kuper, jangan apa-apa disangkut pautin dengan teori relativitas, atau ketidakpastian heisenberg. Seize it all. Yang penting fokus pada apa yang di depan lo tanpa mengabaikan hal laen. Jangan kaku, membatasi diri pada hal tertentu.
5. Twitteran di kelas
Nah poin yang ini gue ga recommend buat ditiru apalagi dishare ke orang-orang. Cukup gue yang mengalami. Intinya perlu sih ada sifat rebel, apalagi lo cowok. Ini pembenaran sebenernya. Dasar guenya yang rada nakal, hehehe.
Sebenernya kelakuan-kelakuan nakal pada saat guru menerangkan pelajaran tidak hanya terjadi di bangku kuliah, sejak SD pun gue rasa kita udah ngalamin. Cuma mungkin beda metoda. Kalo masih pake seragam putih-biru atau putih abu-abu, buat mecahin boringnya kelas dengerin metoda satu arah guru ngejelasin sejarah phitecantrhopus erectus, kita biasanya maen tebak-tebakan pake kertas, atau kalo sempet malah bisa maen petak umpet di kelas 😐 .
Nah berhubung gue baru kenal yang namanya media sosial macem twitter dan facebook pas jadi mahasiswa, kenakalan-kenakalan itu bertransformasi menjadi lebih canggih. Dari sebelumnya kertas sebagai media komunikasi dengan teman-teman satu kelas, kini saling mention di twitter lebih jadi pilihan.
Ntar yang pinter pinter, yang biasanya duduk di depan, cukup buat kultwit dengan tagar tertentu, misal #VolumeMolarParsial.
Tinggal dibuat chirpstory, mention deh temen-temen sekelas. Gampang? tapi tidak untuk ditiru.
Lalu kalo dosen, bertanya jawabnya via twitter aja. Misal : Ibnu, apa perbedaan ATR dan FTIR? Kita jawab via twitter aja, mention dosennya. Nanti kalo dosen tsb nanya ke siswa laen, doi cukup RT jawabannya ibnu. Simpel dan cepat. Pastiin sang dosen punya twitter, dan siap-siap aja ngulang matkulnya tahun depan..oops!.
Kalo misalkan tidak sependapat dengan materi yang disampaikan dosen, lo bisa twitwar. Bikin kultwit tandingan. Jangan lupa apdet lokasi juga di foursquare, biar jelas TKP perangnya.
Itulah serunya menjadi mahasiswa. Ketika idealisme bisa saling berbenturan. Tidak hanya di dunia nyata namun juga di dunia maya. Tidak lagi bisa dicekoki seenakya.
Kalo anak sekolah mah twitterannya paling jauh seputar kapan cherrybelle punya personel cowo, atau kenapa justin bieber rambutnya ga botak, paling serius ngomongin bocoran soal UAN atau pilihan-pilihan jurusan pas SNMPTN.
Yah itu sih yang menurut gue hal-hal khas yang Cuma bisa gue temuin di kampus. Ga di tempat atau masa yang laen. Kalo kurang berkenan, sorry ya semua.
*semua gambar diambil dari google
Bahagia itu adalah
Oktober 20, 2011 § 2 Komentar
Bahagia itu adalah sebuah ekspresi suka cita, kegembiraan, kesenangan terhadap suatu peristiwa yang terjadi, yang diperoleh. Setiap orang punya definisi pribadi untuk makna sebuah kebahagiaan. Bahagia di mata seseorang bisa jadi amarah bagi orang lain.
Sejak belajar bisnis, gw punya definisi sendiri tentang makna sebuah kebahagiaan. Bisnis delivery makanan korea ini memberikan alasan-alasan yang bisa membuat bahagia walo mungkin cuma hal sepele.
Dan memang kebahagiaan itu bukanlah sebuah pemungutan suara, bukan voting. Jadi tidak perlu memaksakan diri untuk ikut merasa bahagia usai membaca tulisan ini. Walau pada dasarnya emosi itu bisa menular.
Dengan sistem marketing secara on-line yang kami lakukan untuk promosi bisnis delivery, sebagian besar kebahagiaan itu lahir dari rahim interaksi terhadap jejaring sosial.
New Version of “bahagia” menurt gw adalah :
1. Saat gw aktifin Yahoo Messenger, udah banyak frenlist yang nunggu buat diapprove. “Artinya adalah promosi via online dengan mencantumkan id YM cukup berhasil. Sebagian besar customer justru memilih untuk order via YM ketimbang sms atau telepon, biar hemat kali ya dan ngobrolnya bisa panjang..hehehe. Siapa tau bisa sambil kenalan”….#ehhhhh
2. Pas onlen twitter, follower @tokkipokki udah semakin banyak, melebihi jumlah following. Padahal di awal buat akunnya, ratio of followingnya timpang banget. Tips : follow akun yang berafiliasi dengan target pasar dan memiliki follower ribuan
3. Saat buka TL (ga ada hubungan sama ITB), liat yang ngemention, hati gw langsung berbunga-bunga (adegan didramatisr) waktu ada yang nanya-nanya tentang menu.
Syukur-syukur ada yang langsung mau beli. Kalo ga ya it doesn’t matter, nambah koneksi. Karena dari buku psikologi tipping point, kenalan itu justru yang memberikan peluang pekerjaan lebih besar daripada teman yang kenal sudah lama. Jadi lebih baik banyak kenalan daripada banyak teman deket. lho!!!
4. Bahagia itu adalah ketika tokkipokki nulis di Timelinenya akun twitter yang punya follower bejibun, kita di RT a.k.a di Ritwit. Kalo berkicau di Timeline sendiri kurang efektif. So, kita coba memanfaatkan akun dengan follower yang ribuan sehingga promosi terasa lebih mudah.
5. Ehh, ada yang mention tokkipokki sambil mengeluarkan sejuta ucapan pujian terhadap rasa, harga dan pelayanan. Wah, kalo udah dipuji gini kita langsung meleleh
6. Saat buka fanpagenya Tokki pokki di facebook, ada notification yang terlihat. Indikasi ada fesbuker yang ninggalin jejak di fanpage. Entah itu buat mesen atau memang cuma buat tegur sapa,, annyeong.
7. Bahagia itu adalah, sewaktu hape esia jadul kami berdering. Entah itu sms atau telepon. Baik yang mau mesen atau orang iseng miskol, atau bahkan cuma mau denger suara mas kurir..hehe
8. Saat malem-malem, kudu nganterin pesenan ke luar Bandung. Kabupaten Bandung maksudnya…walau cape dan sebel karena jauh, tapi dibawa happy aja. itung-itung wisata malem.
9. Sewaktu Lo nganterin makanan, makanan lo dipromosiin sama calon ketua Ikatan Alumni ITB, hehehe.. Ini kisah nyata. Ada di fanpagenya Tokki pokki 🙂
10. Salah satu yang paling membahagiakan dari bisnis ini adalah saat
harus dan tidak terpaksa delivery makanan ke yang ijo-ijo alias Teknik Lingkungan ITB. Wah,.. kalo nganter ke TL mah, ane rela ga dibayar juga neng.. *punten ran, adha, hereuy!!
11. Adalah saat banyak pelanggan yang memesan lagi dan lagi sampe-sampe ada yang ngasih saran untuk segera buka kedainya…Amin, mohon doanya chingu
12. Bahagia itu adalah saat perusahaan online marketing menawarkan kerjasama dengan usaha yang baru berdiri selama dua minggu.
Kejadian ini kami alami saat web promosi online Disdus.Com mengajak kerjasama untuk memasarkan produk tokkipokki karena dianggap unik. Kami pun merasa tersanjung dengan tawaran tersebut,
13. Dan definisi bahagia terakhir versi gw adalah ketika pelanggan puas dengan pelayanan dari tokki pokki
Ternyata bisnis memang luar biasa. Kejadian hebat bisa datang tanpa terduga. Benarlah apa yang dikatakan Rasul bahwa 9 dari 10 pintu rejeki itu ada pada perdagangan
Galau dan Jejaring Sosial
September 28, 2011 § 8 Komentar
Galau, Kata ini sepertinya sudah tidak asing di telinga kita seperti halnya istilah alay dan lebay. Terlebih era jejaring sosial semakin mengokohkan posisi galau dalam istilah anak muda zaman sekarang. Galau seolah menjadi metafor umum bagi semua orang. Sedikit masalah yang terjadi langsung dapat terekspresikan baik itu twitter, facebook dan jejaring sosial lainnya. Dalam kata berujar untuk tidak mengumbar kisah luka, tapi status galau selalu tebar pesona. Miris kan ya?
Lalu sebenernya apa definisi galau sesuai dengan kaidah bahasa yang baik dan benar? Kalo yang jadi acuan adalah KBBI Galau adalah keadaan sibuk beramai-ramai atau pikiran kacau tidak keruan.
Lain lagi definisi galau versi Rerey “Galau adalah suatu keadaan ketika suasana hati menginginkan kebebasan, namun ada yang mengikat, gak mau lepas”.
Menurut Spica Arumning (blogger) Galau adalah suatu keadaan dimana kita memikirkan suatu hal secara berlebihan, bingung apa yang harus dilakukan dengan suatu hal ini .. Dengan pikirannya sendiri sehingga menimbulkan efek emosi melabil, pikiran pusing, dan mendadak insomnia. sumber
Begitu banyak definisi galau namun kita bisa menyimpulkan bahwa galau adalah sebuah kondisi dimana perasaan menjadi begitu kalut, bingung terhadap masalah yang dihadapi dan terkadang diekspresikan secara berlebihan. Ada korelasi yang kuat antara istilah galau dengan peranan media sosial. Galau belomlah sempurna jika tidak update status facebook atau tweet bahkan status yahoo messenger. Galau sebatas konsumsi pribadi masih pada tahap kekalutan perasaan saja.
Ekspresi-ekspresi kegalauan dapat dengan mudah ditemukan. Twitter pun jadi ajang promosi. Ada akun twitter @GaneshaLau, @Pocoong dan akun lainnya dengan variasi kegalauan yang ditawarkan. Belom lagi status-status di facebook yang diganti setiap menitnya hanya untuk menggambarkan betapa bergejolaknya perasaan yang terjadi. Dua Jejaring sosial ini memang menjadi ajang pamer kegalauan.
Kenapa harus galau? dan kenapa ketika galau harus diungkapkan kepada semua orang?
“ah, saya mah ga maksud untuk bercerita ke orang lain apa yang terjadi pada saya“. Sering mendengar para pelaku kegalauan menampik tindakan mereka sendiri? Jika iya, berarti kita sama. Padahal anak yang baru bisa baca pun tahu betapa menyebalkannya melihat TimeLine dipenuhi dengan tweet seperti “aduh, perasaan apa ini? kok gw jadi mikirin dia” atau twit serupa “dia suka akuhhh ga yah? kangen dech liat senyumnya”. Padahal orang-orang tidak perduli apa yang terjadi pada kita.
Yang bingung justru teman atau follower si pelaku kegalauan ini. Diunfollow atau diblock rasanya kurang etis (karena biasanya yang ngetwit temen sendiri), tetep difollow mata jadi sakit liat status galau. Satu hal yang dilupakan adalah di samping memiliki akses privasi di jejaring sosial, kita juga memiliki domain umum yang bisa diakses semua orang. Jadi alangkah baiknya jika kita menjadi pengguna jejaring sosial yang bijak.
Pada akhirnya galau itu menunjukkan kurang bersyukurnya seseorang. Galau itu identik dengan keluhan. Padahal jika memang punya masalah cerita ke orang yang terpercaya rasanya jauh lebih berguna.
Let’s say No to Galau
Hidup lebih bahagia dengan bersyukur
Gw Skeptis Sama Status
Maret 18, 2011 § 18 Komentar
Pernah denger istilah skeptis?
Dalam bahasa inggris digunain kata skeptic atau skeptical, artinya ragu-ragu atau curiga. Kata ini juga telah mengalami asimiliasi ke dalam bahasa indonesia dengan definisi yang sama.
Setiap kita pasti pernah ragu-ragu terhadap suatu hal hingga membuat kita sinis dan benci terhadap objek tersebut. Itu juga yang gw rasain sekarang. Gw lagi skeptis!!!
Gw lagi skeptis sama status. Gw skeptis sama orang-orang yang apdet status di facebook ataupun twitter yang sok-sokan bernada nasihat, berirama taubat, bersenandung anti maksiat tapi apa?? tapi ternyata status tersebut dibuat cuma demi mendapatkan perhatian dalam bentuk “jempol” atau dikomen dengan nasihat dan kata-kata mutiara balesan. Seolah status tersebut memang sengaja dibuat untuk menjaring perhatian orang lain sebanyak-banyaknya. Bentuk perhatian tersebut terjewantahkan dalam bentuk berapa banyak teman yang “like” dan memberikan tanggapan ke status tersebut.
Bukankah memang sebagian besar status yang diapdet di facebook dan jejaring sosia lainnya dalam bentuk kata-kata mutiara ataupun nasihat ditujukan untuk itu? untuk dianggap cerdas, tangkas, berwawasan luas.
Kenapa gw punya pikiran kek gini? seolah gw tau apa yang ada di benak para pencari “jempol” !! dan bukannya gw justru totally suudzon?
Sekali lagi gw bilang kalo gw lagi skeptis. Bagi gw, status seseorang yang berasal murni dari hati dan memang datang untuk memberikan informasi kebaikan bisa gw bedakan dari intuisi. Meskipun gw ga tau intuisi gw bener ato ga.. Gw yakin kok,, apa yang berasal dari hati pasti akan menyentuh hati. Ketika gw baca status “lenje” dan seolah minta dikuatin sama temen-temen di frenlist sambil bermanis-manis ria, hati gw ga bisa nerima meskipun substansi status tersbut berupa sbuah nasihat.
Biar gw terperangkap dalam dogma sketpis gw. Toh cuma gw yang bisa bedain mana status “klise” nan alay dan mana status pure tanpa embel-embel ngarep jempol ataupun komen. Biasanya mereka yang bikin status klise itu bakalan sebel kalo ga ada yang komen atau ngasih jempol ke statusnya. Pengalamaan pribadi gw juga bilang gt.
So, ga usah sok-sokan pasang status facebook atau ngetwit yang ngasih pencerahan deh kalo niatnya cuma pengen dianggap arif nan bijaksana. Daripada kita masuk neraka gara-gara riya. la wong ga pasang status kek gtu aj kita masuk neraka, masa beban neraka kita mau ditambah dengan status2 klise.