Seputar Mitos Tentang Kehamilan

Mei 17, 2016 § Tinggalkan komentar

Sumber : Google

Sumber : Google

Hamil dan memiliki anak adalah pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan dan kemampuan. Sehingga menjadi kewajiban bagi setiap orang yang ingin mendapatkan predikat suami, istri, ibu atau ayah untuk membekali diri mereka dengan key competencies yang seharusnya. Tapi akan menjadi sumir manakala label ‘ayah’ atau ‘ibu’ tersebut harus diklasifikasi menjadi ‘ibu/ayah profesional’ merujuk kepada definisi profesional itu sendiri. Buat gue, tanpa embel-embel ‘profesional’ pun para orang tua sudah seharusnya menjalankan tugas-tugas tersebut.

Bini gue hamil lagi. Di kehamilan kedua ini gue dan istri sudah lebih siap secara mental. Kami belajar bagaimana seharusnya mempersiapkan kehamilan dengan baik berdasarkan pengalaman kehamilan pertama. Pengalaman adalah guru terbaik. Pengalaman adalah guru yang tidak menggurui. Sayang, gue ga pernah diajar oleh ‘pengalaman’ di sekolah.

Usia kehamilan istri gue tengah memasuki 20 pekan saat tulisan ini diterbitkan. Sang calon bayi sudah memberikan reaksi berupa hentakan-hentakan di perut meskipun tidak terlalu sering. Jika bukan disebabkan oleh faktor biologis maka sifat malu-malu calon anak kedua ini lebih disebabkan faktor psikologis.

Faktor paling membedakan kehamilan kedua dengan kehamilan pertama adalah morning sickness yang sangat intens. Dedek janin bisa membuat ibunya mengalami mual berbulan-bulan. Lebih daripada kehamilan pertama. Referensi menyebutkan bahwa kehamilan yang disertai morning sickness bisa menandakan tingginya IQ sang bayi.

Untuk menjaga kehamilan agar ibu dan sang janin tetap selalu sehat, istri gue sebisa mungkin memelihara makanan dan melakukan akftifitas yang tidak terlalu berat untuk menghindari resiko. Kehamilan kedua ini relatif lebih menguras tenaga karena istri juga diharuskan menjaga dan menemani Alby yang keaktifannya makin hari makin menjadi. Menjadi ibu juga berarti menjadikan kesabaran sebagai pijakan. Karena sangat rentan terhadap stress.

Isu stress selama kehamilan selalu berdampak buruk pada janin sudah dibantah oleh penelitian terakhir yang menunjukkan bahwa pada  level tertentu, stress baik untuk sistem syaraf dan mempercepat perkembangan janin. Wanita dengan level stress yang moderat selama kehamilan cenderung memiliki bayi dengan kemampuan kerja otak dua kali lebih cepat dibandingkan ibu tanpa stress sama sekali. Pertanyaannya adalah seberapa ‘moderat’ kah stress yang masih dapat ditoleransi?

Untuk menjaga otak agar tetap waras dan tidak terlalu stress akibat kelelahan mengurus bayi dan calon bayi, istri gue memilih untuk melanjutkan aktifitas jahit menjahit yang sudah dilakoninya sejak beberapa waktu yang lalu. Aktifitas bernama menjahit tidak semudah kelihatannya. Jika saat mengandung Alby istri gue dipusingkan dengan statistika dan derivasinya maka saat ini ia harus bersitegang dengan kain, mesin jahit, pola baju yang serumit bilangan-bilangan matematika.

Selain berurusan dengan aspek keindahan dan ekonomi, menjahit juga sering dikaitkan dengan unsur-unsur mitos dan mistisme. Orang-orang tua sering mengingatkan para wanita hamil untuk tidak menjahit karena dikaitkan dengan potensi melahirkan bayi yang cacat. Wajar jika mitos ini berkembang dengan pesat jika kita hidup di masa di mana Bell belum menemukan pesawat telepon. Karena keterbatasan informasi sangat mungkin menjadikan seseorang membuat kesimpulan yang tergesa-gesa. Tapi untuk era sekarang, mitos dan takhayul serupa perlu divalidasi kebenarannya. Selain karena bertendensi kepada syirik, mitos-mitos yang beredar di masyarakat sering kali hanya warisan turun-temurun yang sifatnya ‘wajib’ untuk diimani tanpa diperkenankan untuk dikritisi apalagi direvolusi.

Sebagai generasi yang hidup di persimpangan masa antara zaman takhayul penuh mitos dan era internet cepat, kami memahami kedua domain tersebut sebagai tantangan dalam mendidik generasi. Orang-orang terdahulu sangat mempercayai mistisme dalam setiap aspek kehidupan. Mereka selalu mengaitkan peristiwa dengan keanehan sebagai buntut dari pola pikir deduktif. Pola pikir yang sejak jauh-jauh hari telah ditolak mentah-mentah oleh Tan Malaka dengan konten ‘logika’ dalam wacana Madilog-nya. Sungguh berbeda dengan manusia masa kini yang lebih peka dengan teknologi dan melek informasi sehingga kebenaran sebuah informasi dapat dengan mudahnya divalidasi.

Ibu mertua gue memiliki pendapat lain. Beliau berkata bahwa larangan menjahit bagi wanita hamil disebabkan oleh getaran mesin jahit berpotensi membahayakan janin. Agak masuk akal memang. Tapi dokter anak tempat kami biasa berkonsultasi tidak memberikan larangan apa pun sehubungan dengan kegiatan jahit-menjahit. Referensi di beberapa artikel daring pun menyatakan hal serupa.

Banyak mitos yang tidak terbukti secara ilmiah tidak lantas menjadikan kita nyinyir atau melabeli syirik serta-merta kepada bentuk-bentuk ‘kuno’ nasehat seputar kehamilan. Boleh jadi kemasan wejangan bernada minor mistis seperti orang terdahulu sampaikan sudah tidak laku tergerus oleh kemajuan zaman. Hanya saja di balik wacana mistis tersebut tidak jarang terselip pesan moral yang sangat baik. Misalnya saja mitos wanita hamil dilarang makan di depan pintu. Larangan seperti ini pada dasarnya adalah himbauan agar orang-orang tidak menghalangi jalan masuk. Atau ibu hamil tidak boleh merendam baju kotor dan piring kotor karena dikhwatirkan anaknya kudisan. Bisa jadi muatan pesan dalam larangan tersebut adalah agar ibu hamil tidak kerja berat agar tidak membahayakan janin.

Mitos-mitos seputar kehamilan tidak hanya ada di negeri kita. Di Meksiko misalnya. Ibu yang menginginkan sesuatu selama ngidam harus dipenuhi kemauannya agar sang anak tidak memiliki tanda lahir seperti apa yang diminta. Atau di Bolivia, sama halnya di Indonesia, wanita hamil dilarang merajut karena dipercaya bisa menyebabkan tali pusar meliliti di leher bayi. Jepang, Mongol, Kenya, Jamaika, hingga Portugal juga memiliki mitos-mitos yang menjadi ‘kearifan budaya’ nya sendiri.

Jika mitos seputar kehamilan hanya dianggap laku di belahan negara ketiga maka pernyataan ini salah. Sampai saat ini jutaan orang di US masih percaya dengan mitos berbentuk pseudo-psychology perihal mendengarkan Mozart berpengaruh pada kecerdasan anak.  Jadi, mitos tidak secara langsung berhubungan dengan kemajuan IPTEK suatu negara.

Kisanak, mitos seputar kehamilan apa yang beredar di tempat anda?

Where Am I?

You are currently browsing entries tagged with Pseudo psychology at I Think, I Read, I Write.