#14 Marini
Desember 15, 2013 § 1 Komentar
Tanggal 10 November kini tidak lagi dimonopoli oleh perayaan memperingati Hari Pahlawan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Buat Marini, 10 November 2013 adalah hari yang sifatnya jauh lebih privasi. Jauh dari hingar-bingar teriakan Bung Tomo yang diputar di stasiun televisi swasta. Tiada diskusi-diskusi ilmiah tentang bagaimana cara menyikapi hari pahlawan dengan prinsip kekinian. 10 November adalah hari ketika Marini dan Suami merayakan syukuran pernikahan. Setelah dua hari sebelumnya, sesosok pria mengucapkan ijab qabul, mitsaqan ghaliza. Hari dimana seorang pahlawan di hati marini bersedia mengikat janji suci, anggitan dalam kasih.
Marini, sosok yang dikagumi bahkan sejak pertama ia menginjakkan kaki di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Palembang. Di antara sekian banyak kehebohan saat masa orientasi, Marini tetap menjadi sorotan. Sosoknya adalah pembeda di antara kericuhan yang ditimbulkan oleh Hafiz yang ikut serta dalam senam poco poco hingga nyaris “tewas” atau kekacauan yang dilahirkan oleh Edo dengan kekonyolannya. Desas-desus itu sudah terdengar sejak awal. Marini yang notabene adalah siswi cerdas seantero Palembang memilih SMA N 3 sebagai tempat perlabuhannya.
Sejak duduk di bangku sekolah dasar, Ia sudah berlimpah dengan prestasi. Bahkan ia pernah tercatat di Guiness Book Recod sebagai wanita pertama yang tidur sambil kayang. Hahaha… bercanda Mar!
Pernah tercatat sebagai siswi berprestasi se-Palembang, menjadi juara umum beberapa kali saat Sekolah Menengah Pertama, dan dilanjutkan dengan prestasi di SMA adalah gambaran betapa cerdasnya gadis mungil ini.
Marini adalah anak yang paling berbahagia saat mengikuti ujian yang mengharuskan siswa menandai nama mereka dengan buletan-buletan pensil. Dengan jumlah nama yang terdiri dari enam huruf, Marini bisa lebih cepat menyelesaikan pengisian data diri. Namun masalah timbul saat Ia ingin mendaftarkan namanya di jejaring sosial yang rerata mewajibkan setiap user untuk mengisi kolom “first name” dan “Last Name”. Tidak mungkin Marini memenggal namanya menjadi Ma-Rini. Dengan “Ma” di kolom first name dan “Rini” di kolom sisanya. Atau mengganti nama menjadi Marini aja, Marini doang, Marini senyoo, Just Marini. Itu ga original meennnn. Akan lebih baik jika menggunakan “Marini celalu cendili” atau “Marini yang tak pernah kesepian”. Damn!.
Gue rasa alesan tersebut yang mendorong Marini untuk menikah lebih awal agar ia bisa menyelipkan nama suami di belakang namanya.
Di SMA gue dulu, anak-anak keren ga cuma tergabung dalam unit basket. Sebagian besar mereka juga tergabung dalam Organisasi Wahana Siswa Gemar Matematika (WASIGMA). Unit bagi siswa yang geek dengan rumus-rumus, algebra, persamaan garis. Mereka adalah anak-anak keren dengan “Brain”, dan tentu Marini adalah salah satu dari anggota unit tersebut.
Entahlah, gue juga ga ngerti mengapa ada orang yang mewarisi DNA “cinta matematika”. Apa ga ada hal lain yang lebih “normal” untuk disukai. Suka dengan kimia kuantum misalnya.
Saat duduk di bangku kelas dua sekolah menengah atas, guru Bahasa Jerman meminta kami untuk terlibat dalam perpisahan siswa kelas 3. Kami (lebih tepatnya mereka yang terpilih) diminta memainkan role play dalam bahasa Jerman. Yaelah bu, belajar bahasa jerman baru berapa bulan, dan kami sudah diminta untuk bermain peran.
Yang terbayang saat itu adalah drama seperti
A : Hi, Dedy , Hast du haustier zu haus?
B : Ya, Ich habe aine katze, und sie?
A : Prima.. Aufwiderscehen
B : ?!?xv^^”:….ffsdff
Gue membayangkan hal-hal absurd bin awkward bakal terjadi saat drama dengan menggunakan bahasa jerman. Ternyata asumsi gue meleset. Marini yang ditunjuk sebagai pembuat naskah mampu menghasilkan cerita yang mengharukan. Terdengar dari penonton yang terisak, tersedu sedan sambil berteriak “turun woi, drama apaan. Gue kagak ngerti” sambil membawa kayu, obor, dan garpu sawah ke atas panggung.
Entah lauk apa yang dimakan Marini. Dia selalu bisa berprestasi di setiap level pendidikan yang ia tempuh. Sementara gue yang sudah berusaha mati-matian tetep aja dapet nilai standar. Gue udah berusaha belajar sebulan semalem sebelum ujian, membakar kertas pelajaran yang dilarutkan di kopi dan kemudian meminumnya, mencari-cari contoh soal ujian di tengah-tengah komik Naruto, tapi tetep saja aku gagal.
Marini, Marina, Mariska, 3M ini selalu mendominasi saat pembacaan siswi dengan nilai terbaik ketika upacara berlangsung. Mereka ga pernah bosen dengan predikat itu. Ga bisa Move On dari kenyataan, hahaha. Tapi Marini ga bisa berpaling dari sosok Nurdina Utami (Ami). Teman sebangku yang setia menemani selama tiga tahun berturut-turut.
Seinget gue, Marini adalah anak yang perfeksionis. Dia ingin melakukan segala sesuatunya dengan sebaik mungkin. As the best as she can. Namun dia juga sedikit jutek dan emosional. Dia ga bisa mengontrol emosinya dengan baik. Yah, mungkin saat SMA marini masih mencari jati diri, galau dan labil.
Ilmu itu semakin diajarkan maka hakikatnya ia semakin bertambah. Adagium ini lah yang menjadi wajah seorang Marini. Ia tidak sungkan untuk mengajari teman-teman yang tidak mengerti tentang suatu materi pelajaran.
Lepas SMA, Marini melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Sebuah keputusan yang buat gue pribadi membingungkan. Gue selalu membayangkan Marini dengan baju operasi putih-putihnya. Seorang dokter bedah handal atau ia yang menyelesaikan proyek-proyek pembangunan di Selat Sunda sebagai Insyinyur yang cakap. Ternyata Marini memilih langkah untuk menjadi abdi negara lewat jalur berbeda.
Di Kampus STAN juga lah Marini mendapatkan hidayah untuk mengenakan hijab dan di kampus yang sama ia menemukan seseorang yang kelak menjadi pangerannya.
Akhirnya Marini menikah dengan seorang pria bernama Qori Kharismawan, seorang pria Asli Kebumen. Qory adalah sosok pria yang beruntung yang berhasil menaklukkan seorang Marini di saat yang lain gagal. Dengan segenap keluarbiasaannya, adalah wajar jika Marini memilih sosok yang juga luar biasa. Selamet Marini, kamu ada di posisi ke-14.
Kini, 10 November akan menjadi hari bersejarah yang akan selalu menggema. Bukan semata membangkitkan memori kisah perjuangan pahlawan lama namun juga menapaki episode-episode baru dalam kehidupan berumah tangga kalian.