#28 Agustin Rosalina Handayani
November 16, 2015 § Tinggalkan komentar
Hal terberat dalam segala aktifitas adalah melakukan langkah pertama. Sama halnya dengan menulis. Gue sudah berniat membuat postingan ini satu bulan yang lalu. Apa lacur, hambatan-hambatan yang gue temui membuat gue selalu gagal untuk menambah jumlah postingan tentang pernikahan temen kelas gue.
Dalam konteks yang serius, ingatan-ingatan gue mulai pudar. Kenangan-kenangan sepuluh tahun lalu hanya menyisakan serpihan-serpihan yang harus dengan sekuat tenaga gue rekatkan secara artifisial.
Orang-orang bijak berkata bahwa persahabatan itu seperti balon. Jika kau tidak memegangnya dengan erat maka ia akan lepas selamanya. Buat gue, menuliskan kembali sisa-sisa ingatan yang berisi guyon, cerita-cerita lucu, tangis bareng temen SMA adalah sarana untuk tidak sekedar menggaung-gaungkan doktrin bahwa masa SMA adalah masa yang paling bahagia. Gue pengen membuktikan bahwa ada suatu masa di mana gue tumbuh dengan sahabat-sahabat yang paling gila yang pernah ada. Yang bahkan hingga kami renta, cerita-cerita inilah yang mungkin bisa kembali menghadirkan semburat senyum menyadari kekonyolan kami tempo dulu.
Tahun depan tepat 10 tahun gue meninggalkan masa SMA lengkap dengan segala suka dukanya. Hingga hari ketika tulisan ini gue buat sudah ada dua puluh sembilan anggota kelas gue yang menikah. Ya, sudah lebih dari separuhnya. Masih ada sekitar 15 cerita lagi yang menunggu untuk dipublikasikan. Gue harep ingatan gue bekerja dengan baik untuk terus dapat menghadirkan siluet masa lalu yang bisa menjadi tawa di masa kini.
Temen gue yang kali ini akan gue ceritain bernama lengkap Agustin Rosalina Handayani. Seperti temen-temen kelas gue yang lain, Agustin juga memiliki nama panggilan yang melenceng dari nama aslinya. Entah kenapa ia lebih memilih dipanggil ‘Anggi’ ketimbang Agustin atau Agus. Jika dulu dibolehkan, gue pengen manggil temen gue ini dengan ‘Rosalina’ karena mengingatkan gue pada masa kecil yang dipenuhi dengan drama-drama khas Amerika Selatan seperti Rosalinda, Esmeralda, Marimar..Auw.
Gue inget banget pertama kali melihat Anggi di bawah jembatan penyebrangan di depan sekolah gue beberapa waktu sebelum kami menjadi temen satu kelas. Entah kenapa bagian ini terekam dengan baik di otak gue (cie dodo cie). Gue inget karena saat itu gue menyaksikan sebuah pemandangan yang kontras. Anggi berjalan berbarengan dengan temen gue yang lain, Endang. Kenapa gue bilang kontras? Karena lo bisa bayangin ada dua orang berjalan bareng tapi yang satu jalannya nunduk, ngebut dengan kecepatan di atas rata-rata, berasa lagi ikut estafet. Yang satunya lagi berjalan dengan kalem. Lah, jika lajunya tidak sama kok bisa bareng? Itu juga yang bikin gue bingung sampe saat ini.
Gue rasa setiap kali mereka jalan bareng, Anggi mengikatkan seutas tali di leher Endang sehingga ia tidak bisa berjalan sekonyong-konyong seenaknya.
Di kelas Anggi terkenal pendiem. Sama seperti Endang. Yang membedakan keduanya hanya lah volume suara. Gue selalu menyandingkan Anggi dan Endang dalam cerita gue karena memang selama tiga tahun menjadi temen kelas mereka selalu bareng. Makan bareng, ikutan organisasi bareng, istirahat bareng, tidur.. ga lah. Mereka tidur di rumah masing-masing. Anggi juga termasuk generasi awal yang mengenakan jilbab di kelas kami. Tidak mau kalah, sebagai ‘kembaran’ Endang pun memilih sikap yang sama. Mereka berdua nampaknya memang ditakdirkan untuk seiya sekata.
Lalu jika ada yang iseng nanya siapa yang lebih cantik dari keduanya? Hmm.. Pertanyaan yang sulit buat gue. Cantik atau tidak itu relatif. Karena sesungguhnya kamu cantik cantik dari hatimu…. uwooo!.
Walaupun duduk di belakang dan tidak begitu aktif di kelas, Anggi pernah diangkat menjadi sekretaris salah satu pelajaran. Gue rasa satu-satunya perangkat kelas yang tidak disukai dan berusaha dihindari adalah sekretaris. Menjadi sekretaris berarti merelakan dengan sepenuh hati dan tangan, untuk menyalin materi yang ada di buku pelajaran ke papan tulis. Gue sadar bahwa ilmu itu harus diikat dengan menulis tapi gue rasa sangat tidak efektif menuliskan kembali isi buku ke papan tulis kelas. Beruntung lah siswa-siswa sekarang yang bisa menggunakan ponsel pinter untuk memfoto materi kemudian dibagikan kembali melalui media sosial. Biar lebih seru kadang juga dibumbui dengan berantem di sekolah sambil berubah menjadi serigala.
Beruntungnya, siswa-siswi yang memiliki tulisan tangan dokter (baca : jelek), termasuk gue, memiliki kenihilan peluang untuk menjadi sekretaris. Sebuah anugerah yang lebih Indah daripada makan kuaci bareng pevita pearce.
Selain di dalam kelas, gue mengenal Anggi karena kiprahnya di organisasi kerohanian Islam. Jika di dalam kelas Anggi kecipratan tugas sebagai sekretaris maka di organisasi ini ia harus memberikan perhatiannya sebagai seorang bendahara organisasi. Di tangannya kami percayakan semua cashflow organisasi yang tiap minggunya harus mengelola dana ummat yang berasal dari siswa-siswi yang berinfak. Tugas yang terlihat sederhana namun butuh ketelitian dan integritas yang tinggi. Bayangkan saja jika rata-rata satu orang menyumbang seribu rupiah dikali 500 siswa maka ada 500 ribu rupiah setiap minggunya. Jumlah yang cukup besar jika ada niatan buruk untuk melakukan tindak penyelewengan.
Rumah Anggi adalah satu dari sekian banyak rumah yang masuk kategori ‘Most Wanted’ selama silaturahim lebaran karena kami pasti menemukan es krim selama momen tersebut. Terdengar seperti biasa saja karena kami bisa dengan mudahnya menemukan es krim di tempat lain. Tapi es krim tersebut rasanya agak beda karena ia dibuat dengan rasa persahabatan. ceile!.
Karena seringnya gue dan temen-temen sowan ke rumah Anggi selama lebaran kami jadi mengetahui bahwa Anggi adalah anak sulung dari tiga bersaudara yang mana semua orang di rumah itu adalah perempuan kecuali bapaknya.
Cerita tentang Anggi semasa SMA gue sudahi karena gue bener-bener kehabisan referensi. Selepas SMA Anggi melanjutkan pendidikan di universitas Andalas jurusan Farmasi. Dengan demikian ada dua siswa lulusan kelas kami yang menempuh studi di kampus tersebut. Satunya lagi adalah Nessa.
Lulus sarjana, Anggi tidak serta merta bekerja. Ia melanjutkan studinya untuk merengkuh keprofesian di bidang Farmasi di kampus yang sama. Selepas itu, ia kembali ke Palembang dan diterima bekerja di salah satu perusahaan farmasi di kota ini. Riwayat hidup Anggi ternyata tidak jauh dari farmasi dan turunannya. Pantes saja saat buka bersama SMA, gue mencium aroma obat di ruangan tempat acara berlangsung.. Haha.
Saking cintanya Anggi dengan dunia obat-obatan, jodohnya pun datang dari dunia yang sama. Ia menikah dengan temen jurusannya yang juga bekerja di bidang farmasi. What a life!. Semoga ntar kalo di rumah pembahasannya tidak seputar paracetamol, panad*l dan adik-adiknya.
Selamat Anggi, kamu mendapatkan gelar ke-28.
#22 Maya the KID
Februari 8, 2015 § 1 Komentar
Sekitar tahun 2008, dunia permusikan Indonesia diriuhkan dengan kehadiran lagu kepompong milik Sindentosca. Lagu yang berisi tentang persahabatan ini menjadi sangat viral hingga terdengar di setiap pelosok kota dan desa. Pada bagian reff lagu terdapat nafas baru bagi ilustrasi sebuah persahabatan. Buat Jalu sang vokalis, persahabatan itu bagai kepompong. Yang satu kepo satunya lagi rempong. Gila lo cyn!.
Entah mengapa, buat gue, kepo dan rempong bak dualisme yang berada dalam satu tubuh. Ibarat dwitunggalnya Indonesia, Pak Soekarno dan Hatta. What the….
Gue sering terjebak dalam situasi dimana gue harus menjadi orang yang kepo untuk selanjutnya berubah menjadi rempong. Lebih-lebih untuk urusan pernikahan temen-temen SMA gue. Sudah lima tahun lebih sejak pertama kali tulisan tentang Suchi Marsely, alumni SMA kelas kami yang pertama kali menikah, termuat dalam blog ini. Dari lima tahun perjalanan tersebut, total sudah ada 21 orang yang menikah. Jumlah tulisan di kategori ‘IPA A’s Wedding’ memang berjumlah 22 karena tulisan tentang Vidia dipecah menjadi dua bagian. Kalian pun bisa menikmati eskalasi tulisan gue sejak tahun 2009 hingga kini.
Jika dirata-rata maka dalam setahun terdapat empat orang yang menggenapi separuh agamanya. Dari 21 orang tersebut, enam di antaranya adalah pria. Dan tulisan kali ini akan membahas pernikahan ke-22. Adalah Maya Savitri yang merengkuh gelar ke-22 tersebut.
*****
Sejak berkumpulnya kami di kelas 1 SMA, Maya hidup layaknya siswa biasa. Dia tinggal di dalam rumah nanas di bawah air, bekerja paruh waktu di restoran burger, memiliki teman yang menyebalkan dan punya hewan piaraan seekor siput.
‘Biar gue tebak, pasti dia punya temen seekor bintang laut warna merah muda, kan?’
‘Tepat sekali’
Maya menjalani kesehariannya dengan normal. Tidak ada yang aneh. Sampai sebuah kericuhan terjadi di kelas kami.
Suatu hari di kelas 3 SMA, kami tengah melakukan pengambilan nilai untuk mata kuliah kesenian dengan tugas pembacaan puisi atau semacamnya. Gue ga begitu inget detailnya. Di tengah keheningan dan kesyahduan puisi ‘hujan’ yang dibacakan oleh Peri, kami dikejutkan oleh sebuah sms misterius yang masuk ke inbox Edo (Al Ridho).
‘SIAL, ternyata undangan Line Let’s Get Rich’ *diludahin sekelas*.
Sms itu semacam teka-teki yang berisi soal-soal kimia. Yang paling gue inget adalah ada tulisan ‘rx’ yang merupakan singkatan untuk ‘reaksi’. Di ujung sms, terdapat inisial ‘1412’, jika tak salah. ‘Waduh. Hebat sekali’ pikir kami. Kami menduga pengirim sms ini adalah seorang psikopat yang teracuni zat kimia. Ia nyaris menang togel dengan memasang empat angka.
Tapi, apa motivasinya? Padahal UN masih jauh. Dan kenapa mesti Edo? Kenapa bukan Edi?. Benarkan ‘1412’ adalah kode togel empat angka?.
Peri langsung maju ke depan. Berbekal komik Detektif Conan, ia melakukan analisa-analisa sambil sesekali bergumam. Bagi penggemar berat detektif rekaan Aoyama Gosho, 1412 adalah identitas ‘Kid’, seorang tokoh misterius yang beberapa kali tampil dalam komik Conan. Kid digambarkan sebagai seorang pencuri yang memiliki kemampuan untuk memanipulasi suara dan kecerdikan lainnya hingga sangat sulit untuk ditangkap. Sangat mungkin, pelaku pengiriman sms misterius adalah seorang fans die-hard nya Detektif Conan dan Aoyama Gosho. Tiba-tiba, tanpa komando, mata kami serentak memandang ke arah Peri.
Ternyata, tidak hanya Edo yang mendapatkan ‘teror’. Temen satu kelas kami yang lain mendapatkan sms serupa. Kelas pun jadi ramai, mengadu sampai gaduh. Semua orang mulai menerka, siapakah pelaku pengiriman sms. Di saat tengah menganalisa kasus ini, hape gue berdering.
‘TINUNG’
‘Wah gue dapet sms terror juga’ pikir gue.
‘Tolong isiin mama pulsa dulu. Yang 50.000. Mama lagi di kantor polisi. Jangan hubungi mama dulu ya. Awas kalo ga. Mending mama minta pulsa daripada mama minta naik haji. Huft!’
‘Argh, demi naga indosiar. Sialun!’.
Tidak ada yang mengaku siapa pelaku dan apa motivasinya. Yang kami tahu hanyalah ia menggunakan nama samaran ‘kid’. Setelah melalui reka ulang kejadian yang cukup rumit (sebenernya gue lupa bagaimana kronologinya), sosok makhluk misterius tersebut mengerucut pada satu nama yaitu Maya. Seinget gue, ga ada klarifikasi dari Maya bahwa dia lah yang mengirimkan sms misterius tersebut. Ia juga tak melakukan pembelaan atas ‘tuduhan’ yang diberikan. Dan agar lebih mudah membuat kesimpulan, diasumsikan saja bahwasanya Maya Savitri lah yang menjadi pelaku pengiriman sms tersebut.
Sejak kejadian itu, kami menjuluki Maya dengan ‘Maya the Kid’.
Sosok anak satu ini bener-bener tak terduga. Di tengah kesibukan kami menyelesaikan soal-soal biologi dan kimia di kelas, ia tanpa basa-basi berhasil menorehkan sebuah prestasi dengan memenangkan sebuah karya illmiah tingkat nasional (kalo tidak salah). Pencapaian yang luar biasa untuk sekolah kami.
Di kelas, Maya setia untuk duduk satu bangku dengan Apria Mariyati sejak kelas 1 SMA. Sejak meninggalkan sekolah, ia menempuh pendidikan di sekolah farmasi walaupun pada saat bersamaan diterima di Institut Pertanian Bogor. Saat ini Maya bekerja di Rumah Sakit Umum Darah Sungai Liat, Sumatera Selatan.
Pada Hari Jumat tanggal 12 Desember 2014, Maya menikah dengan Pahlevi di Palembang. Sebuah kebahagiaan bagi kami saat mengetahui ada satu lagi temen kelas yang menikah. Alhamdulillah, undangannya tidak berupa sms misterius. Well, Selamat untuk Maya atas gelar ke-22 nya. Semoga menjadi keluarga yang barokah.
#17 My Wedding
Mei 2, 2014 § Tinggalkan komentar
My turn to promise in front of Father in law, in the center of crowd, to utter lifetime commitment, Mitsaqon Ghaliza. My heart thumped incessantly, My hand shake abnormally, It’s time for me to put off my solitude.
“Saya Terima Nikah dan Kawinnya Annisa Martina Dengan Mas Kawin tersebut Dibayar Tunai”
I response promptly what My father in law tells me about. And in a glance. The Witness said “Sah”. I feel relieved. It’s so heart-thumping.
Syahdu orang-orang yang menyaksikan akad berucap “Barokallahu lakuma Wa baroka ‘alaikuma wa jamaa baina kuma fi khair”. Doa terbaik yang dihaturkan untuk pasangan yang baru menikah. Lafal terindah yang menghantarkan sebuah pernikahan agar mencapai sebuah makna barokah.
Tanggal 18 April 2014 menjadi tonggak bersejarah dalam hidup saya. Saat dimana saya resmi menikahi seorang gadis sunda yang baru ditemui sebanyak 4 kali. Tak ada keyakinan yang lebih ajeg daripada ketetapan hati untuk menikahi seorang Annisa Martina. Mungkin keputusan ini bukan keputusan berlandaskan nafsu semata. Ia terharap berupa keridoan yang diberikan Allah sehingga berbuah ketenangan untuk melangkah.
Bukanlah durasi pertemuan yang menjadi jaminan. Bukan pula embel-embel keduniaan yang menjadi acuan. Saat doa terbaik sudah dipanjatkan, saat ikhtiar yang halal telah dilakukan maka semua keputusan hanya bisa kita pasrahkan kepada Allah semata. Bahwa dalam setiap kemudahan-kemudahan selama proses menjelang pernikahan bisa jadi adalah petunjuk keberkahan.
Pada akhirnya, ujung dari sebuah proses romansa alfa dan beta adalah sebuah perjanjian yang berat. Sebuah Mitsaqon Ghaliza. Ada yang berdarah-darah memperjuangkannya dengan penuh dosa. Ada yang tertatih-tatih menempuh lamanya waktu pacaran dengan harap-harap cemas dan tidak sedikit yang menanti dengan cara halal yang merupakan tuntunan agama.
Jika pada akhirnya kita memilih yang halal, mengapa pada tahapannya kita sengaja mengotori dengan aktifitas yang mendekati pada nilai haram?
Sekarang, saya sudah beroleh gelar ke-17 dari rangkaian panjang perjuangan temen-temen IPA A untuk menggenapkan separuh Agamanya. 17, sebuah angka yang merupakan simbol transisi biologis anak-anak ke usia dewasa. Karenanya banyak yang merayakan ultah ke-17 sebagai Sweet seventeen.
Semoga pernikahan kami mendapati keberkahan dan juga penuh ketenangan (Sakinah), penuh kasih sayang (Mawaddah) dan penuh rahmah (ampunan).
Izinkah saya bersenandung ala dinda-nya Gradasi
Engkau sambut pagi
Dengan senyum ceria yang menawan
Mengantarkan daku pergi
Meraih mimpi ….kita
Andai ku bisa
Membuat diriku menjadi dua
Kutinggalkan yang satunya
Tuk temanimu…cinta duhai permataku
Reff:
Dinda…Sejuta pesonamu hadir dalam jiwa
Dinda…Senyummu mampu membuatku tak mengeluh
Dinda…Binar bola matamu terangi hariku
Dinda…Ketenangan bagai telaga yang kau berikan
Ketika ku pulang
Dibawah naungan lembayung senja
Kau berhias menantiku
Bertabur rindu …kita
#15 Desfri Anggraini
Januari 30, 2014 § 3 Komentar
Di sebuah sekolah yang terletak di pinggiran Jalan Sudirman, tampak beberapa siswa tengah menguap. Sesekali mereka mengusap mata yang perih karena tak kuat menahan kantuk. Sebagian lagi tampak begitu gelisah, bergumam dalam hati dan sepakat bertanya-tanya kapan penderitaan ini akan berakhir.
Sebenernya mereka tidak disuruh memastikan besaran tegangan listrik melalui respon kulit atau membedah perut bayi beruang prematur. Namun kelas biologi tidak pernah menarik. Kecuali untuk sebagian orang.
Angin bertiup riuh, menyemangati gue untuk menyandarkan kepala di atas meja, lelah mendengarkan teori mendel, genotif dan fenotif. Di depan kelas, sosok guru dengan kacamata tebalnya dan suara yang menggelegar memaksa kami melawan rasa kantuk dengan sekuat tenaga. Guru tersebut tak rela jika kami tertidur di kelas. Ia kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang baru saja dijelaskan. Suasana kantuk berubah menjadi tegang. Wajah-wajah lelah setelah menerima serangan biologi bertubi tubi kini berubah menjadi ekspresi panik. Gue pun mendadak tercekat, suara gue terasa berat mirip bayi lagi ngemil beton.
Tak berselang lama, gue teriak dalam hati saat menyadari bahwa yang beruntung untuk menjawab pertanyaan pertanyaan seputar mitosis, meiosis adalah temen gue yang duduk di sudut kiri kelas.
Satu per satu pertanyaan dilemparkan oleh sang guru. Otak kami sudah tidak fokus. Kami berharap sosok teman kami yang menjadi “tumbal” mampu menguras waktu hingga bel tanda pulang sekolah berbunyi.
Jackpot!
Bel berbunyi saat proses tanya-jawab ke-192 tentang evolusi kodok menjadi kera. “Horeee!!” teriak kami serentak dalam hati. Penderitaan pun segera berakhir. Semua mulai sumringah, bersemangat untuk mengakhiri kelas.
Ekspresi kegembiraan perlahan tercoreng saat melihat mimik wajah memelas dan sedih “sang juru selamat”. Ia yang berhasil mengalihkan perhatian ibu guru biologi dengan pertanyaannya secara tiba-tiba, tanpa komando, berteriak dengan kencang dan…. Cempreng!!.
Kelas yang awalnya gaduh oleh persiapan mereka yang akan segera pulang sontak terdiam karena teriakan yang mirip kaleng seng tipis digebuk dengan tongkat satpam yang gue pinjem kemarin malem. Nyaring!
Teriakan itu disela dengan isak tangis tersedu. Sambil sesenggukan dia berucap “ayamkuuu mana?”
Ternyata, setelah diselidiki lebih lanjut, kesedihan itu lahir setelah proses “debat” dengan guru biologi. Argumen-argumennya dibantah, umpan pendeknya diintersep, dan tendangannya mampu ditepis.
Ia tak kuasa menahan haru karena menurutnya tidak selayaknya kodok berevolusi menjadi kera. Kodok jauh lebih realistis bertransformasi menjadi pangeran #NowPlaying Pangeran kodok.
Lebih lebih, teman kami ini yang sedari awal bercita menjadi dokter syok saat guru biologi mengatakan
“Kamu tidak pantas menjadi dokter”
Pernyataan yang menohok. Lalu ia pun berniat membuktikan bahwa ia akan membuktikan jika guru biologi tersebut SALAH *pasang iket kepala*.
***
Kisah di atas adalah cerita nyata yang diselingin oleh science fiction ngaco. Gue ambil dari fragmen kisah saat kelas 3 SMA yang melibatkan teman kami, Desfri Anggraini atau Ades.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mempromosikan air mineral kemasan karena pada kenyataannya kami memang memanggil makhluk kurus putih ini dengan “Ades”.
Ades masuk dalam lingkaran IPA A saat kelas kami sudah berjalan satu tahun. Ia Bersama dengan Vidia, Peri, Marini dan beberapa lainnya berasal dari satu almamater saat sekolah menengah pertama. Sedari awal bergabung bersama kelas barunya, Ades berhasil merebut Vidia dari tangan jahat Edo.
Ades terkenal sebagai siswa yang cerdas terutama untuk pelajaran matematika. Ia dengan mudahnya menyelesaikan pertanyaan integral lipat tiga atau membuktikan 1 + 1 = 2.
Lepas SMA, Ades memilih jurusan kedokteran Universitas Sriwijaya. Ia berhasil membuktikan bahwa apa yang pernah diucapkan oleh guru biologinya tidaklah benar. Bersama dengan yenni dan icha, yang juga memilih jurusan kedokteran di kampus yang sama, mereka membentuk girl band “TigaNagaImOeTz”.
Setelah merengkuh gelar dokter, Ades memutuskan menikah dengan seorang pria berprofesi sama. Pria beruntung ini menyunting Ades pada tanggal 21-12-13. Selang sehari kemudian mereka melangsungkan resepsi pernikahan.
Pernikahan mereka dihadiri oleh beberapa orang teman SMA. Entahlah apakah sang guru biologi hadir di pesta pernikahan tersebut. Lucu juga kalo ada pengantin yang berteriak lalu menangis tersedu di pelaminan.
Laporan dari temen gue yang datang, tidak ada aksi drama tereak atau tangis. Gue jamin, guru biologi bersangkutan tidak hadir.
Selamat Desfri Anggraini, Kamu beroleh predikat ke-15.
#13 Putra Abu Sandra
November 5, 2013 § Tinggalkan komentar
Cerita kali ini adalah tentang seseorang yang cukup dikenal di kalangan SMA N 3 Palembang, khususnya di angkatan gue. Nama lengkapnya Putra Abu Sandra tapi kami lebih mengenal dia dengan “Putra”. Bareng-bareng gue sejak sekolah menengah pertama hingga sekolah menengah atas. Gue juga bingung kenapa putra selalu menjadikan gue sebagai role model hingga pilihan sekolah pun harus disama-samain. uhuk!.
Di sekolah menengah pertama, doi tidak terlalu menonjol secara akademis. Biasa-biasa saja. Namun Putra terkenal sebagai sosok “jagoan”. Dia kedapatan beberapa kali berkelahi dengan teman satu sekolah. Mulai dari masalah kecil hingga masalah sensitif. Misalnya ditanya tentang berat badan.
Dia berpedoman pada anekdot dari kota asalnya, sekayu “Mati dem asal top” atau bahasa indonesianya adalah tidak masalah mati, asal terkenal. Yah mirip-mirip wise word nya kurt cobain, Nirvana :D.
Pernah suatu ketika, Putra berkelahi karena membela teman satu bangkunya. Ia tidak rela temannya disakiti karena di PHP-in. Dia memang tipikal orang yang membela kebenaran dan persahabatan. Sangat cocok untuk menggantikan kotaro minami di balik kostum satria baja hitam. Fyuh!!
Cerita dengan seragam putih-biru berlalu begitu cepat saat gue bertemu lagi dengan Putra di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Palembang. Di masa orientasi, gue baru tahu kalo Putra ternyata ikut ‘terjerumus’ dalam organisasi siswa intra sekolah atau OSIS. Entah apa yang membuatnya tertarik bergabung dengan unit tersebut. Padahal gue pengen merokemendasikan dia untuk gabung unit debus atau smackdown.
Gue sejak awal diwanti-wanti untuk tidak terlibat secara langsung dalam OSIS. Entah kenapa gue bersyukur atas keputusan tersebut. Soalnya yang gue denger, anak OSIS itu sangat sibuk dan sering dimarahi oleh seniornya. Belom lagi mereka juga tidak jarang latihan tari. Gue bingung, ini OSIS apa sanggar tari. Yakali saat mau bertemu perwakilan organisasi satu SMA mereka harus berjalan sambil jinjit ala balerina.
Selain itu, menjadi anggota OSIS juga berarti harus menjaga wibawa di depan siswa lainnya. Buset dah, kalo jalan kudu tegap, pasang pose berwibawa bak tentara penjaga perbatasan negara Indonesia-Papua Nugini.
Dan, terpilihlah saat itu Putra sebagai Ketua OSIS. Gue bangga punya temen SMP yang awalnya biasa-biasa saja dapat bertransformasi menjadi sosok kredibel yang sangat dipercaya oleh satu sekolah. Menjadi ketua OSIS berarti meningkatkan pamor di mata guru dan siswa satu sekolahan. Coba tanya kepada penjual mpek-mpek di Kantin. Siapa yang tidak kenal putra.
“Oh Putra. Yang suka ngutang kalo makan mpek-mpek kan?”.
Putra tetiba berubah menjadi sosok yang diandalkan oleh sekolah untuk memegang komando terhadap organisasi di bawah OSIS. Dan gue kehilangan sosok putra yang lugu, imut dan menggemaskan. Kucing gue, kemana aja lo!
Entahlah bener atau tidaknya, suatu ketika gue mendengar cerita dari salah seorang anggota OSIS lainnya. Sebut saja namanya Arsyad. Arsyad berseloroh bahwa semasa di OSIS, setiap junior pasti memiliki julukan masing-masing. Arsyad misalnya, dia berkata bahwa para senior selalu memanggilnya dengan “si ganteng”. Selepas dia cerita, gue dan beberapa orang temen langsung muntah di tempat. Sementara Putra, karena fisiknya yang lebih kecil dibandingkan dengan anggota OSIS yang lain, dikenal dengan “anak gelok (toples)” sebuah istilah lain untuk menyebut bayi tabung, what a n(l)ame!.
Putra adalah last born dari semua anggota IPA A. Dia baru masuk ke kelas kami pada saat naik kelas 3 SMA. Menggantikan Mariska yang harus menjalani program pertukaran pelajar ke Amerika. Jadilah kelas kami kehilangan sosok hebat dan digantikan oleh sosok hebat lainnya. Sayang, Putra ternyata memilih Edo sebagai teman sebangkunya,,,hahaha.
Meskipun duduk di bangku paling belakang bersama biang keributan, Putra tetep mampu menunjukkan kemampuan akademis yang signifikan. Dia adalah contof figur pekerja keras. Di tengah sulitnya soal-soal ujian masuk UGM, dia mampu lulus dan menembus jurusan Teknik Sipil. Di saat yang bersamaan, gue menyelesaikan soal bangun ruang pun sampe panas dingin.
Ilmu “jagoan” putra ternyata masih membekas hingga SMA. Pernah, suatu ketika kami pulang dari menghabiskan liburan di Bandar Lampung sehabis ujian semester. Saat itu kami tengah bersantai di dalam kereta yang tengah berhenti di Stasiun baturaja, daerah antara Palembang dan Lampung. Di saat tengah bersantai untuk menghibur hati gegara kehabisan uang saat liburan, datanglah para pengamen yang lebih mirip pemalak menyusuri gerbong-gerbong kereta hingga tiba di bangku kami. Saat gue dan yang lain pura-pura tertidur, Putra lah yang berani menghadapi para pengamen tersebut dengan mengeluarkan obeng dari dalam tas saat para pengamen telah meninggalkan kereta.
Sebuah cerita yang cukup heroik. Sepertinya layak untuk diliput oleh kick andy dengan judul “Jagoan dengan obeng”.
Kami bersyukur Putra menjadi salah satu mahasiswa UGM karena kami tidak perlu membayar tempat penginapan saat liburan ke Jogja, hehe. Selepas sarjana, Putra melanjutkan pendidikannya hingga meraih gelar master di jurusan dan kampus yang sama. Sebuah prestasi luar biasa dari anak Sekayu ini.
Tahun lalu, Putra berkoar akan menikah sehabis lebaran. Wah, saat itu kita sudah heboh mendengar pernyataan tersebut. Ternyata Putra lah pria pertama yang akan menikah mewakili rombongan IPA A. Tetapi apa mau dikata saat dia bilang
“Iya bener sehabis lebaran, tapi belum tentu lebaran kapan”
Sial, saat itu kami merasa dibohongi. Perih, sakit.
Dan ternyata, kebenaran dari kata-kata putra terwujud dalam sebuah pernikahan sehabis lebaran idul fitri tahun ini, satu tahun selepas ia mengucapkan niatan nikahnya di grup facebook. Putra menikahi gadis jawa.
Selamat bro, ente meraih gelar ke 13 dan juga cowo ke-2 IPA A yang menikah. Congratz!!.
#12 Apria Mariyati
November 5, 2013 § Tinggalkan komentar
Momen pasca idul fitri benar-benar menjadi salah satu tanggalan terbaik bagi muslim sedunia untuk melangsungkan pernikahan. Gue sengaja membuka kembali undangan-undangan pernikahan yang terserak di notifikasi facebook sambil bertanya-tanya, kapan giliran gue kirim undangan? Apa nanti facebook masih ada di saat itu? *nangis di pojokan*.
Di era media sosial, tidak ada lagi hambatan bagi seseorang untuk menginformasikan berita bahagia yang mereka alami. Jangankan undangan pernikahan, jatuh cinta, menang hadiah, naik kelas pun menjadi sebuah konteks kebahagiaan yang tersebar, sehingga banyak orang menjadi well-informed.
Kali ini gue akan berkisah tentang pernikahan anggota IPA A yang juga adalah temen SMP gue, Apria Mariyati.
Apria, dari namanya saja kita bisa menduga bahwa dia seorang wanita. A-pria, A adalah bukan dan pria adalah laki-laki. Jadi A-pria secara gamblang menginformasikan bahwa dia adalah seorang wanita. Karena dewasa ini tidak jarang kita menemukan nama “Mawar” yang ternyata adalah seorang pria. Miris.
Apria, sama halnya dengan gue, adalah penganut aliran R-iyah. Kami tidak bisa mengartikulasikan huruf tersebut dengan benar. Kami sedih karena aksen prancis kami bener-bener tidak dihargai di negara ini. R kami yang khas Palembang terkadang jadi bumerang.
Gue kenal Apria sejak duduk di Madrasah Tsanawiyah dan menjadi temen sekelas gue saat kelas 3. Dari kacamata gue dulu, dia anaknya pendiem dan pinter. Lepas SMP, kami ternyata dikumpulkan di SMA yang sama dan berada di satu kelas selama tiga tahun pelajaran.
Apria bener-bener pendiem. Mungkin bisa dihitung berapa kali dia bicara dalam setahun. Tapi ternyata di balik pelitnya Apria dalam bicara tidak berbanding lurus dengan volume suara yang dihasilkan. Suaranya kenceng, rek. Cukup dengan mendengar Apria teriak “Waktunya istirahat” dari lantai dua sekolah, maka kami semua bisa langsung bubar dari kelas untuk menuju kantin-kantin terdekat.
Selama tiga tahun, Apria duduk satu bangku dan satu posisi dengan Maya, the KID. Entah apa yang membuat mereka mesra dan setia duduk di posisi yang sama. Mengapa harus di pojokan? Mengapa harus di sebelah kiri? Semua pertanyaan-pertanyaan ini membuatku menjadi bingung. Siapa aku sebenarnya? Mengapa aku di sini? Siapa ayahku? *kemudian hening*.
Tiga tahun masa SMA, tidak membuat kami tahu dimana Apria tinggal. Kami bahkan sempat meminta Ki Gedeng Pamungkas buat mencari lokasi rumahnya. Dia termasuk yang ogah-ogahan dateng kalo ada acara kumpul-kumpul atau temu kangen selepas SMA. Kondisi ini membuat foto Apria sangat jarang tersimpan di harddisk komputer maupun ponsel gue.
Lepas SMA, Apria melanjutkan kuliahnya di jurusan Matematika FKIP UNSRI. Keputusan ini kemudian yang menjadikan dia sebagai seorang guru kelak di kemudian hari. Di bangku kuliah, dia bertemu dengan anggota IPA A lainnya, Endang. Entahlah, mungkin FKIP Matematika sengaja memilih gadis-gadis berjilbab, pendiam dan memiliki suara dengan tipe “loudspeaker”… hahaha.
Menurut penuturan Endang, Apria adalah tipe mahasiswi yang rajin. Setiap ada jadwal kuliah, dia memilih bangku paling depan bahkan sengaja menyediakan kursi persis di depan meja dosen dan selalu menolak jika diajak untuk duduk di belakang. Dedikasinya terhadap dunia pendidikan patut diacungi jempol. Semoga kelak Apria mendapatkan penghargaan atas karya hebatnya. Mungkin duduk di bangku paling depan selama masa kuliah adalah pesan terakhir dari Maya, temen sebangkunya saat SMA.
Apria tetap rajin hingga duduk di bangku kuliah. Kemana-mana selalu membawa buku. Sebuah kebiasaan baik yang sangat patut dicontoh.
Masih berdasarkan penuturan Endang selaku saksi hidup bagaimana Apria di kampusnya. Apria jauh lebih langsing sejak masuk kuliah dibandingkan saat masih berseragam SMA. Sepertinya dia lebih banyak mengunyah buku daripada mengunyah nasi. Yang jelas OCD mah lewat.
Apria akhirnya menikah dengan seorang guru. Suaminya menempuh pendidikan di jurusan Penjaskes di kampus yang sama.
Resepsi pernikahan berlangsung di aula universitas tridinanti. Acara pernikahan berlangsung khidmat dan dihadiri jua oleh wali kelas kami, Ibu Rosmidawati. Sebuah kebetulan bisa bertemu dengan guru kesayangan kami ini.
Cukup banyak member Ipa A yang hadir di pernikahan Apria termasuk Gue, peri, dedy, endang, Ragil, vidia dan suami. Barokallahu lakuma Apria 🙂
Selamat Apria, kamu dapet gelar ke-12.
#11 Ayu Widya Lestari
Oktober 30, 2013 § Tinggalkan komentar
Sebelum Idul Fitri 1434 H, gue secara sengaja menghubungi setiap anggota IPA A terkait bisa/tidaknya mereka datang ke acara buka bersama yang memang rutin kami adakan setiap tahunnya. Sebagian berkata bisa dan sebagian lainnya belum bisa hadir dengan alasan-alasan tertentu. Ada yang mau menghadiri pernikahan sodaranya di Nigeria utara, ada yang beralasan dia bakalan sakit pada hari H buka bersama dan ada yang membuat gue memicingkan mata seperti alasan yang dikemukkan oleh Vidia.
“Aku ntar aja pulangnya, beberapa hari setelah lebaran. Sekalian dateng ke nikahan temen kita”.
Roman-romannya vidia kembali memaksa gue buat penasaran seperti yang sudah-sudah. Entah kenapa, anak satu ini doyang banget bikin orang kepo. Padahal dia tau gue adalah makhluk paling kepo se planet bumi dan planet saiya. Radar detektif gue mulai bekerja. Gue bertanya-tanya, siapa temen yang akan menikah setelah lebaran idul fitri.
Singkat cerita, Terbongkarlah informasi tentang siapa yang akan menikah. Ayu Widia pada akhirnya memberikan undangan unik berisi tata cara menjalankan pernikahan islami sesuai sunah rasul. Iya, Ayu widia promosi undangan dagangannya. Ayu akan menikah dengan anak IT Telkom which is temennya Hilal yang adalah suaminya Vidia yang adalah sama-sama keturunan Nabi Adam dan ummat Nabi Muhammad. Fyuh, memang dunia ini sempit. Six Degree separation theory itu bener adanya.
Ayu meminta kami dateng ke acara nikahannya, Gue dan Peri yang domisili di Jakarta pun “dipaksa” buat dateng. Setelah melewati drama, gue dan Peri dateng ke nikahan Ayu dengan berdarah-darah, berdebu dan berasap. Kami diminta untuk menjadi panitia penyambut tamu dan diharuskan memakai kostum minang yang pada akhirnya diwakilkan oleh bidadari IPA A untuk mengenakannya.
Ok, mari kita napak tilasi seperti apa ayu semasa SMA.
Ayu Widya, coba lo tanya ke anak-anak IPA A tentang profil beliau semasa SMA. Yang akan kalian denger adalah pendiem, tatapan mata tajam (walau sipit), keturunan cina, dan ketus. Jangan berani-berani bercanda sama ayu. Salah omong sedikit saja, kunai, shuriken hingga samurai bisa melayang. Itu yang ada dalam imajinasi kami (gue) waktu itu.
Ayu ini tipe-tipe “Like I care” Person. Perduli amat sama hendra yang ngomongin stensilan di kelas atau macky yang pukul-pukul dinding sambil sesekali nyasar ke Aas. Selama bisa diabaikan, dia akan abaikan.
Di luar imej kengerian yang ada dalam benak kami, Ayu juga identik dengan srikaya, makanan khas palembang. Srikaya bikinan (ibunya) Ayu paling enak se SMA 3 dan sekitarnya. Doi memang mewarisi darah Padang Sejati. Jualanlah selama kaki masih bisa berdiri lebih lama, tangan yang masih bisa memegang lebih kuat, dan mulut yang masih berteriak lebih kencang.
Imej ayu yang pendiem dan kurang supel luluh lantak sesaat dia menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Setiap tahun saat pertemuan buka bersama, Ayu terlihat lebih supel, matanya sesekali berair, dan mulai tumbuh tanduk di kepalanya. What the,. Sorry Salah script.
Ayu pasca SMA terlihat lebih friendly, tidak kaku dan yang paling penting adalah ayu sudah bisa bercanda. Walau pun kami terkadang masih ragu-ragu untuk tertawa karena trauma. Kami ga yakin ayu sudah membuang semua senjata yang dia punya. Ampun Yu!! 😀
Pernah dalam beberapa kesempatan, Ayu berkunjung ke bandung dan berkumpul bersama kami yang saat itu masih berstatus mahasiswa.
Kunjungan ayu ke bandung untuk pertama kali terjadi pada tahun 500 SM. Waktu itu Ayu dan kakaknya sengaja berlibur ke kota parahyangan dan kami pun menemani ayu mengunjungi beberapa objek wisata seperti Gunung tangkuban perahu dan ciwidey.
Kunjungan kedua Ayu adalah pada saat dia beserta tante dan sepupunya turut serta bersama rombongan bandung untuk liburan di jogja. Liburan kami saat itu bertepatan dengan perayaan hari lahir ayu yang ke 22. Dengan alasan itu, gue dan temen-temen menyiapkan surprise kecil-kecilana.
Surprise pertama yang kami lakukan adalah dengan meminta kepada petugas Candi Borobudur untuk memberikan pengumuman “selamat ulang tahun” kepada ayu melalui speaker yang mampu menjangkau luasnya area candi.
Apa mau dikata, suara yang keluar dari speaker tersebut tidak jelas terdengar sehingga misi kami pun gagal.
Malam harinya saat sedang bersantap malam di lesehan malioboro, kami meminta pengamen menyanyikan lagu selamat ulang tahunnya jamrud. Selesai bersenandung, kami ingin melihat seperti apa reaksi ayu atas surprise tersebut. Dan reaksi ayu saat itu datar, tanpa ekspresi. Ok fine. “this will be hard day” gumam gue.
“Hampir aja gue secara sengaja melempar kue ulang tahun ke arah muka ayu untuk memberikan kejutan. Tapi saat itu gue belom mau mati. Gue takut ditebas ayu dengan samurai”.
Dan Kami sebenernya berucap syukur ketika menemukan profil ayu yang lebih bersahabat dengan tetep menjaga kehormatannya sebagai muslimah. Kini Ayu telah menemukan tempat melabuhkan hati. Seorang Pangeran Banten yang mempersunting Ayu hingga ke seberang pulau, mengarungi lembah, bersama teman ke samudera.
Barokallahulakuma wa baroka ‘alaikuma Ayu Widya Lestari. Semoga selalu dalam keberkahan Allah SWT guna melengkapi separuh agama. Salam Metal.
#10 Nessa Novarisa, Sang Idola
Oktober 30, 2013 § 1 Komentar
Waktu itu tahun 2004. Saat semester dua telah berlangsung setengah jalan, Tri putriani memutuskan untuk pindah sekolah. Ia merasa bahwa SMA 3 bukan jalan ninjanya. Tak lama selepas kepindahan Tri putriani, siswi pindahan dari sekolah lain datang menggantikan posisinya.
Dari kejauhan nampak wanita berkerudung berjalan pelan menuju kelas kami. Semakin lama semakin dekat nampak semakin jelas juga keriput di wajahnya. Loh kok?. Oh ternyata itu adalah Ibu Fadilah, guru Kimia yang akan mengajar Struktur atom.
Damn, terus anak barunya mana? Aelah pada ga sabaran banget.
Pelan tapi pasti anak baru itu masuk kelas sambil diseret oleh guru yang mendampinginya. Setelah melalui sedikit proses perkenalan basa-basi, kami mengenal dia dengan Nessa Novarisa atau bisa dipanggil dengan “Nessa”. Sebagian kecil menamainya dengan “Nee-Chan”. Ia pindahan dari SMA 1 Padang. Ikut pindah bareng orang tua yang hijrah ke Palembang.
Satu hal yang membuat kami agak risau saat itu adalah Nessa harus duduk sebangku dengan seorang siswi bernama Marina. Wow, how unlucky she was. Asumsi gue, salah satu alasan Tri putriani pindah dari sekolah kami adalah karena sudah tidak tahan dengan KDRT yang dilakukan teman sebangkunya yang tidak lain adalah Marina. Tidak heran melihat Tri putriani setiap hari terlihat semakin kurus, :D.
Sejak awal, Nessa dikenal supel dan rame. Lokasi rumahnya yang berdekatan dengan lokasi sekolah membuat kami menitahkan nessa sebagai tuan rumah untuk acara perpisahan kelas 10 (1SMA). Dan acara berlangsung dengan sukses.
Nessa ternyata siswi yang cerdas, satu level dengan trio M (Mariska, Marini dan Marina) yang selalu berada di peringkat teratas siswa berotak encer di sekolah. Selain pinter, Nessa juga memiliki inner beauty yang membuat banyak siswa kelas kami kagum padanya.
Pernah suatu ketika gue, Peri, Macky dan Aas melakukan sebuah riset ngaco tentang siapa cewe yang paling oke di kelas berdasarkan beberapa parameter. Dari semua nama yang ada mengerucut pada nama Nessa. Hasil riset kami disetujui oleh LSI, Ki Joko Bodo, diuji di ITB dan IPB serta semua anggota pria IPA A. Kecuali Zeniferd yang masih menganggap Ona dan Ernita sebagai cewe paling kece se SMA 3 NEGERI PALEMBANG.
Nessa juga pernah terpilih sebagai perwakilan SMA N 3 untuk ikut serta dalam lomba TTS se Kota Palembang. Ia bergabung dengan manusia-manusia cerdas lainnya seperti Mariska, Ricky Hartaman dan Wilaga Perdana. Di saat yang bersamaan gue sedang asyik mengisi TTS yang gambar di depannya artis cewe jaman dulu.
Selepas SMA, Nessa melanjutkan pendidikan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Dia kembali ke tanah leluhurnya. Sesekali berlatih silat harimau biar dapat peran di film Merantau 2, ujarnya. Sejak saat itu Nessa tak pernah pulang. Lebih dari tiga kali puasa dan tiga kali lebaran.
Momen dimana Nessa kembali ke Palembang adalah pada tahun 2008. Saat kepulangan Nessa adalah salah satu saat yang paling dinanti. Iya, kami ingin menagih hutang. Hahaha.
Nessa juga pernah berkunjung ke bandung pada suatu waktu. Lupa tahunnya. Gue, Peri dan Vidia menemani dia keliling kebun binatang bandung. Harga tiketnya masih murah loh waktu itu. Kami main perahu-perahuan. “GA penting woi!!!”. Oh iya, maaf.
Berita pernikahan Nessa sampai juga ke telinga kami. Lagi lagi, gue jadi salah seorang yang tahu lebih dulu. Hehehe. Nessa akan menikah dengan pria yang sudah lama dia kenal. Temen masa sekolahnya dulu.
Pernikahan berlangsung pada tanggal 17 agustus 2013. Pesta pernikahan pun diadakan di sebelah lokasi panjat pinang. Penganten turut serta dalam lomba balap karung dan makan kerupuk. Lebih-lebih sebelum ijab qabul berlangsung, diadakan upacara bendera.
Seperti yang gue jelaskan di atas bahwa sosok Nessa adalah seorang yang istri-able, meminjam istilah Desni Utami. Profil seorang wanita yang sangat ideal untuk dijadikan seorang istri. Oleh karena itu saat beliau akan menikah, para Fanboy Nessa turut sedih. Mulai dari yang mengagumi Nessa (gue termasuk) sampe yang bener-bener menaruh hati. Paragraf ini gue tulis dengan sejujur-jujurnya. Kita udah dewasa untuk menyikapi keadaan #tsahh.
Dan alhamdulillah Nessa sekarang sudah menjadi istri yang insyaallah sholihah. Menjadi pendamping pria yang juga luar biasa.
Oh iya, ijab qabul Nessa berbarengan dengan Hendra. Hampir saja kami menyangka bahwa mereka ijab qabul di depan satu penghulu dan di bawah satu kerudung. Ternyata mereka ijab qabul dengan pasangannya masing-masing :D.
Alhamdulillah, pada akhirnya kisah “kalian” berdua berakhir dengan sama-sama bahagia. Barokallahu lakum. Dan gelar 10 besar ditutup oleh Nessa Novarisa. Tapi tenang, masih ada 20, 30 dan 40 besar. Tapi mengingat menikah adalah ibadah, mari kita berlomba dalam kebaikan :).
#9 Hendra Nopriansyah, First Man
Oktober 30, 2013 § Tinggalkan komentar
Tulisan kali ini adalah rangkaian tulisan yang sempet tertunda. Ya, seperti azam gue di awal bahwa sebagai bentuk apresiasi dan penghormatan kepada temen-temen IPA A, gue akan menulis kisah setiap diri dalam sebuah tulisan terpisah saat mereka melafalkan janji suci kepada pasangan mereka masing-masing.
Gue bener-bener telat bikin tulisan. Tulisan ini seharusnya sudah terbit per agustus lalu. Entahlah, karena gue yang sok sibuk, kisah mereka selalu tertunda untuk gue abadikan dalam guratan di atas tuts keyboard. Ceile.
Ok tulisan pertama gue adalah tentang Arjuna IPA A yang memecahkan kebuntuan.
Entah kata apa yang pas untuk mengekspresikan keterkejutan yang dialami oleh kami. Saat buka puasa bersama 1424 H, salah seorang anggota laki-laki IPA A memberikan pengumuman yang super-duper di luar dugaan.
Hendra Nopriansyah, pria keturunan komering . Calon dokter hebat. Teman yang cerdas. Dan agak sedikit mesum. Menyampaikan bahwa dia akan segera menikah sebulan selepas idul fitri. Kaget? Iya. Bahkan kami pun tidak ada yang menyangka bahwa hendra akan secepat ini pergi. Hahaha.
Kami pun tidak menyangka jika Hendra Nopriansyah, akan menjadi makhluk pria pertama yang akan melafalkan ijab qabul.
Mengapa info ini membuat kami kaget?
Yang pertama adalah karena hendra tidak pernah gembar-gembor akan menikah dalam waktu dekat. Hendra ini bak pembunuh-pembunuh psikopat dalam hitman, hanibal, atau dendam nyi pelet. Diem-diem langsung aksi. Tanpa perlu banyak basa-basi. Ga kyk itu tuh (ambil cermin).
Yang kedua, Hendra ini anaknya agak sedikit weird, bizarre. Terkenal agak-agak aneh. Makanya kita semua pada kaget kalo dia yang akan menikah terlebih dahulu dibandingkan yang lainnya.
FYI, gue sebenernya ga kaget. Gue udah tau jauh lebih dulu dibandingkan temen-temen yang lain.
Suatu ketika gue membuka blog hendra yang berdebu karena sudah lama tidak diupdate. Saat itu mata gue tertuju pada sosok wanita yang ada di salah satu posting tulisannya. Sekilas wajah wanita di foto tersebut mirip dengan orang yang kami kenal. Setelah gue konfirmasi, dia menjelaskan bahwa wanita tersebut adalah calon istrinya pada saat itu.
Gue hanya bisa kagum dengan Hendra dan sang wanita. Kagum dengan Hendra yang sangat pandai memilih calon istri dan sebaliknya. Dengan sedikit bercanda gue bilang kepada dia.
“bro.. bro, buruan nikahin tuh cewe. Sebelum dia sadar”:D.
Bercerita tentang hendra tidak terlepas dari segala keaburd-an yang pernah dia buat. Pernah, suatu ketika kami diminta untuk mempresentasikan salah satu topic mata pelajaran. Tiba giliran Hendra. Di tengah suasana yang haru, mencekam, hendra maju ke depan kelas dan menjelaskan topik yang dia bawa.
Sesaat kami kaget saat dia bertanya “ada pertanyaan?”. Kami yang sejak awal tidak begitu mendengar apa yang hendra ucapkan shock , panik dengan pertanyaan itu. Sekonyong-konyong dia mengajukan pertanyaan padahal kami belum sadar apa yang dia jelaskan di depan kelas. Dan reaksi kami saat itu adalah “Krik..krik” berjamaah.
Satu lagi keunikan hendra adalah dia selalu menceritakan rahasia kepada banyak orang, muahaha. Pernah suatu ketika Hendra bisik-bisik suatu rahasia sama gue. “Diem-diem aja yo, ini rahasia kita berdua”.
“Ok, bro” gue menanggapi santai
Lambat laun yang namanya rahasia, apalagi masalah cinta-cinta monyet, terbongkar juga. Ternyata rahasia yang dia bilang cuma diceritain ke gue, juga diceritain ke temen gue yang lain. Hadooh!!!
Apapun yang terjadi, kita bangga sama ente bro. Bergerak dalam diam. Akhirnya ente bisa move-on. Hahaha. Tanggalnya samaan lagi yak 😛
Memang jodoh ga kemana. Kalo kemana-mana bukan jodoh namanya.
Habis ini gue bakalan dikirim santet sama hendra. Selamat Bro, ente jadi pria pertama dan mendapatkan urutan ke 9.