#24 Endang Tepo Palupi
April 15, 2015 § 1 Komentar
Menulis itu tidak mudah, lebih-lebih bagian prolog. Makanya, gue terkadang kewalahan mencari preambule untuk cerita yang isi dan kesimpulan telah gue rampungkan sewindu sebelumnya. Pembukaan sebuah tulisan kadang lebih ribet daripada nemenin cewe belanja. Tapi kalo istri gue mah pengecualian. Dia ga suka keliling ke semua toko demi mencari harga baju yang hanya selisih lima ratus perak *kedip-kedip*.
Menulis itu mudah mungkin hanya ada dalam kisah Dijah Yellow dengan novel Rembulan Love-nya. Tahu Dijah Yellow? tahu novelnya?. Kalo lo ga tau, lo kebangetan. Penggiat media sosial sangat mengenal Dijah Yellow sebagai artis media sosial yang naik daun karena tingkat pede dengan level Bintang Canis Majoris. Selain foto-foto ‘mempesona’ di Instagram, Dijah telah menghasilkan sebuah novel yang diselesaikan hanya dalam waktu 10 hari. Iya, 10 hari. Lebih hebatnya lagi, novel ini rampung tanpa menggunakan editor. Amazing. Covernya tak kalah keren. Khas buku Teka-Teki Silang.
*****
Untuk kesekian kalinya, gue akan bercerita tentang temen kelas gue yang menikah. Setelah Chotimah yang lebih dulu berijab qabul pada awal Maret, dua minggu kemudian, temen gue lainnya menempuh jalan yang sama.
Nama lengkapnya Endang Tepo Palupi tapi biasa dipanggil dengan Marsha. Haha, Ndak lah. Doi sehari-hari dipanggil dengan Endang. Sosok mungil satu ini adalah satu dari tiga personel Lingua kelas kami. Duanya lagi, Aas dan Fachrie telah lebih dulu mengakhiri masa lajang. Bukan, mereka bertiga tidak membentuk grup vokal selama kami sekolah dulu. Endang, Aas dan Fachrie memiliki tanggal lahir yang sama yaitu 23 Maret 1989. Sebuah kebetulan mereka berkumpul di satu kelas selama menyelesaikan sekolah menengah atas.
Gue cukup memiliki hubungan akrab dengan Endang karena selama kepengurusan Kerohanian Islam di SMA, Endang adalah koordinator akhwat (perempuan) untuk divisi hubungan masyarakat sementara gue bertindak sebagai koordinator umum. Dengan jabatan yang sama, maka sangat mungkin gue banyak berinteraksi dengan doi. Gue paham betul kenapa gue dan Endang sama-sama ditugaskan untuk memegang jabatan sebagai divisi kehumasan Rohis. Kami berdua sama-sama berisik dan talkative sehingga ‘bakat’ tersebut diarahkan sesuai dengan kebutuhan.
Dari kacamata gue selama tiga tahun sekelas, Endang adalah sosok siswi yang teges, suaranya kenceng dan kalo jalan ga kenal istilah ‘rem’. Dia bisa jalan ngeloyor tau-tau muncul di Senegal.
Salah satu hal yang paling gue inget tentang Endang adalah saat pelajaran Bahasa Indonesia. Sang guru meminta kami memainkan sebuah roleplay. Kebetulan gue dan Endang berada di satu kelompok. Di tengah dialog, tetiba Endang menggunakan kata ‘absurd’ untuk mengekspresikan rasa kecewa pada lawan dialognya. Saat itu, ‘absurd’ belum menjadi kosakata yang familiar buat kami. Seusai pelajaran, ‘absurd’ terngiang-ngiang di otak gue. Mau makan teringet ‘absurd’. Mau tidur keinget ‘absurd’. Mau jogging keinget mantan. Eh maap. Mantan darimana, pacaran aja kagak pernah :(.
Di waktu yang lain saat pelajaran kesenian, ibu guru melakukan pengambilan nilai dengan membuat kelompok yang terdiri dari 8-10 orang untuk menyajikan penampilan musik seperti ‘koor’ atau, jika memungkinkan, menampilkan drama musikal semisal ‘glee’ atau sinetron ind*siar yang dikit-dikit nyanyi diiringi naga dengan special effect photoshop. Penilaian akan dilakukan berdasarkan kekompakan, harmonisasi dan juga kostum yang digunakan.
Setiap grup berbusana dengan baik dan rapih kecuali kelompok gue yang lebih mirip pemain lenong. Entah apa yang ada di pikiran kami waktu itu dan kenapa juga tidak ada yang protes dengan cara kami berpakaian yang sama sekali tidak mengikuti kaidah aturan berpakaian yang baik dan benar. Crap!.
Sebelum pengambilan nilai masing-masing kelompok, kami diberikan kesempatan untuk melakukan gladi resik guna memantapkan penampilan. Sayup terdengar oleh gue harmonisasi yang apik lagu dari Hadad Alwi. Diselingi oleh permainan gitar yang tak kalah baiknya, kelompok yang mengenakan seragam warna pink ini nampak sangat meyakinkan. Endang adalah salah satu personelnya. Sebagian besar personel grup ini adalah punggawa Rohis Sekolah sehingga wajar diisi oleh para akhwat-akhwat berjilbab. Agar kompak, semua anggota kelompok itu mengenakan jilbab. Iya, termasuk Fachrie, Idris, Hendra, dan Dedy :D.
“Wah, kelompok ini pasti dapet nilai gede” pikir gue setelah melihat penampilan mereka pada saat latihan.
Yak, tibalah Endang bersama grupnya naik ke panggung.
“Jreng…” Fachrie mulai memainkan gitarnya. Yang kemudian disusul oleh paduan suara sepersekian detik kemudian.
‘Engkau mengenalnya, insan yang utama’.
‘Lelaki pilihan, menjadi utusan,.
Setelah lirik dinyanyikan, gue menangkap sinyal fals sejak huruf pertama terdengar. Ternyata bener. Ada satu jenis suara yang tidak harmonis dengan suara lainnya. Suara ini nampak one man show. Dan gue tau persis suara ini karena agak nyempreng tapi bass nya gede. Wah, tidak salah lagi pasti ini suara Momo Geisha. Ya ga mungkinlah. Itu suara Endang Tepo. Entah apa penyebabnya, harmonisasi yang ditampilkan pada saat latihan lenyap seketika saat berlangsungnya pengambilan nilai. Dan semua menjadi kalut.
Seusai tampil, kelompok ini nampak sangat lesu. Fachrie sibuk mengomel karena harmonisasi yang diciptakan saat latihan tidak berhasil ditularkan pada saat penampilan di panggung. Gue pun senyum-senyum sendiri.
Memang harus disadari bahwa seseorang yang memiliki suara bagus tidak selalu bisa tampil dalam grup. Karena Victoria Adams mungkin lebih ciamik tampil bersama Spice Girls tapi Beyonce sepertinya lebih memukau saat tampil sendiri. Terus apa hubungannya dengan Endang? Ga ada, gue cuma nambah-nambahin tulisan aja. Hahaha.
Ngomongin Endang maka kita tidak bisa terlepas dengan sosok bernama Agustin Rosalina alias Anggi karena mereka satu paket. Dari sejak awal SMA, bahkan SMP, mereka selalu bersama. Persis Ipin-Upin. Kemana-mana bareng. Akan sangat sulit menemukan Endang tanpa Anggi. Mereka berdua mengingatkan kita pada Si buta dari Goa hantu dengan Kliwon :D. Namun semenjak kuliah, mereka terpisah. Anggi memilih bergabung bersama Iko Uwais ke Padang, Sumatera Barat untuk berburu kitab suci. Sementara Endang setia bertahan di Palembang guna menyelesaikan pendidikan S-1 di Universitas Sriwijaya.
Selesai kuliah, Endang akhirnya mendapatkan pekerjaan di Lampung sebagai guru SMP. Ini yang dari dulu membuat gue khawatir. Khawatir kalo kalo orangtua murid sulit membedakan yang mana siswa yang mana guru. bahahaha. Ampun Ndang.
Endang akhirnya menikah pada tanggal 15 Maret 2015 dengan seorang pria asal Cirebon yang juga adalah pegawai bea cukai. Di tanggal yang sama, temen kami lainnya, Hartawan Mulya juga melakukan pernikahan. Cerita tentang pernikahan Hartawan akan gue bahas di tulisan berikutnya. Selamat Endang, kamu mendapatkan peringkat ke-23. Semoga menjadi keluarga yang barokah.
#23 Chotimah Agustia (Chimot)
Maret 30, 2015 § Tinggalkan komentar
Belakangan ini kerjaan di kantor bener-bener lagi banyak. Hampir setiap hari gue mesti mengunjungi customer mulai dari trial, problem solving hingga memberikan training. Padatnya rutinitas itulah yang menjadi alasan gue untuk tidak bisa lebih sering mampir mengunjungi blog apalagi membuat tulisan baru. Walaupun begitu, gue tetap berusaha sekuat tenaga, sekuat kamehameha untuk setidaknya membuat satu atau dua tulisan baru setiap bulannya. Karena gue memegang teguh moto Jasamarga ‘Semua Ada Jalannya’.
Tulisan kali ini, seperti yang sudah-sudah, akan bercerita tentang temen kelas gue yang telah menikah. Sejujurnya gue sudah kehabisan ide untuk merangkai kata-kata menjadi kalimat yang akan bersimponi menjadi tulisan bertemakan pernikahan temen SMA gue. Maka saat temen gue Desni berkata bahwa tulisan tentang Maya sungguh jayus, gue pun hanya bisa terpaku. Walau sebenernya, dalam kacamata gue, tulisan tersebut tidaklah segaring itu. Tapi gue sadar, gue cowo. Cowo selalu salah. KZL!
Meskipun begitu, gue tetep berusaha menulis kembali kisah tentang temen-temen kelas gue yang telah menikah. Karena gue sadar, ganteng aja ga cukup buat kamu. Lah?!.
Kali ini tulisan gue akan membahas sosok perempuan. Tapi tidak berkalung sorban. Tidak juga jenggotan. Panggil saja ia bunga. Perempuan ini adalah temen SMP sekaligus temen SMA gue. Gue satu kelas sama doi sejak kelas 1 SMP. Tidak. Tidak ada benih-benih cinta di antara kami. Tolong jauhkan segala pernak-pernik FTV di otak kalian.
Nama lengkapnya adalah Chotimah Agustia namun lebih diakrabi dengan Cimoth. Dinamakan begitu karena dia adalah anak bungsu. Sering banget kan kita denger ‘khusnul khotimah’ yang artinya adalah akhir yang baik. Nah berangkat dari ucapan yang lazim kita dengar, gue bisa menyimpulkan bahwa ‘khotimah’ berarti penutupan/akhir.
Jujur, tidak banyak yang gue inget tentang Cimoth walaupun enam tahun kami satu kelas. Selain menjadi siswa sekolah di SMP kami dengan usia paling muda, hal lain yang gue inget adalah gue dan Cimoth pernah berada di satu genk.
Seperti anak-anak SMP lainnya yang labil dan sedang mencari jati diri, kami membuat sebuah klub eksklusif berdasarkan teritori posisi bangku kelas. Kami menamai genk ini dengan pensil-peruncing (rautan), Kelompok remaja yang terdiri dari 5 pria dan 4 wanita. Filosofi nama ini diambil dari asas saling melengkapi antara kedua benda tersebut. Tanpa peruncing, apatah arti sebatang pensil kayu. Ia tumpul tak bisa berfungsi dengan baik. Tak bisa digunakan untuk mengisi LJK. Tanpa rautan, pensil hanyalah seonggok makhluk tak bernyawa yang nista *drama*. Pun sebaliknya. Tanpa pensil, apa fungsi rautan itu. Apa yang mau diraut? jari?. Tanpa pensil, rautan hanyalah sebliah pisau tumpul yang cerminnya sering disalah gunakan para anak bermental bejat. IYKWIM.
Cimoth adalah anak yang cerdas dan selalu mendapatkan peringkat yang baik di SMP. Namun tak ada gading yang tak bertulang. Pernah suatu ketika sekolah kami tengah mengadakan ujian kenaikan. Gue inget banget ujian ini. Kenapa? Karena ada bintang kelas yang bertanya pada makhluk fakir nilai macem gue. Cimoth sekonyong-konyong bertanya.
“Psst, siapa penyanyi yang paling sedih?”
Gue kaget saat seorang Cimoth tiba-tiba nanya tentang penyanyi. Padahal saat itu ujian Penjaskes. Gue nyerah dan nanya balik.
“Siapa?”
“Melly” Jawabnya.
“Melly siapa?” Gue balik nanya.
“Mellyhatmu bahagia bersama dengan yang lain”
“…”
Sebenernya yang ditanyakan Cimoth waktu itu adalah bahasa Indonesianya fuel itu apa. Lah gue minder. Kalo doi yang pinter aja ga tahu apalagi gue. Gue sadar kalaupun gue tahu, jawaban gue pasti salah. Kenapa? karena lagi-lagi ini permasalahan gender. Cowo selalu salah, bukan? Padahal Cimoth bisa menjawab dengan ngasal semua pertanyaan saat ujian. KARENA WANITA SELALU BENAR.
Tapi, Kalo gue bilang ga tau, gue bakalan lebih akan menderita lagi saat mendengar ucapan “iya. Aku gapapa kok”. Cewek kan emang gitu. Pura-pura bilang ‘Tidak apa-apa’ padahal menyimpan dendam kesumat sambil ngasah piso.
Untuk menghindari kondisi yang lebih runyam. Sesaat setelah Cimoth nanya, gue pura-pura setep dan mulai kejang-kejang sambil mengaum suara macan. Saat ditanyai kenapa gue bisa jadi macan. Gue bilang “Dengan bisk*uat, semua bisa jadi macan”.
Sejak SMP, Cimoth dikenal sebagai anak yang pendiem. Berbeda dengan kakak-kakaknya yang lebih heboh. Walaupun pendiem, anak satu ini kalo ketawa pake double stereo plus bass. Sifat pendiem ini tak banyak berubah pun ketika ia menjadi temen kelas SMA gue selama tiga tahun. Walaupun pernah ngegenk bareng, hal itu tak membantu banyak interaksi kami saat SMA.
Gue tidak pernah mengamati Cimoth secara detail. Tapi menurut salah satu sumber, kerudung yang ia kenakan haruslah lancip di ujungnya. Lancipnya pun harus didesain sedemikian rupa sehingga terbentuk sudut 35 derajat dengan ketebalan kain 3 cm. Bahkan ia bisa pusing jika tidak mengenakan kerudung dengan model tersebut. Gue bingung, setau gue yang boleh pusing cuma kepalanya Barbie.
Lepas SMA, Cimoth melanjutkan pendidikannya ke Jurusan Arsitektur Universitas Sriwijaya. Ia berkumpul kembali dengan temen kelas kami lainnya, Aas. Empat tahun kuliah, ia lulus dan kemudian bekerja di sebuah developer perumahan. Pada tanggal 8 Maret 2015, ia menikah dengan seorang pemuda bernama Fatahilah di Palembang, Sumatera Selatan.
Walaupun gue ga bisa dateng, tapi doa terbaik selalu kami panjatkan agar kelak pernikahan kalian berbuah keberkahan seperti inti dari doa yang diajarkan Rasul kepada setiap insan yang menikah. Selamat Chotimah, kamu di posisi 23 :D.
#22 Maya the KID
Februari 8, 2015 § 1 Komentar
Sekitar tahun 2008, dunia permusikan Indonesia diriuhkan dengan kehadiran lagu kepompong milik Sindentosca. Lagu yang berisi tentang persahabatan ini menjadi sangat viral hingga terdengar di setiap pelosok kota dan desa. Pada bagian reff lagu terdapat nafas baru bagi ilustrasi sebuah persahabatan. Buat Jalu sang vokalis, persahabatan itu bagai kepompong. Yang satu kepo satunya lagi rempong. Gila lo cyn!.
Entah mengapa, buat gue, kepo dan rempong bak dualisme yang berada dalam satu tubuh. Ibarat dwitunggalnya Indonesia, Pak Soekarno dan Hatta. What the….
Gue sering terjebak dalam situasi dimana gue harus menjadi orang yang kepo untuk selanjutnya berubah menjadi rempong. Lebih-lebih untuk urusan pernikahan temen-temen SMA gue. Sudah lima tahun lebih sejak pertama kali tulisan tentang Suchi Marsely, alumni SMA kelas kami yang pertama kali menikah, termuat dalam blog ini. Dari lima tahun perjalanan tersebut, total sudah ada 21 orang yang menikah. Jumlah tulisan di kategori ‘IPA A’s Wedding’ memang berjumlah 22 karena tulisan tentang Vidia dipecah menjadi dua bagian. Kalian pun bisa menikmati eskalasi tulisan gue sejak tahun 2009 hingga kini.
Jika dirata-rata maka dalam setahun terdapat empat orang yang menggenapi separuh agamanya. Dari 21 orang tersebut, enam di antaranya adalah pria. Dan tulisan kali ini akan membahas pernikahan ke-22. Adalah Maya Savitri yang merengkuh gelar ke-22 tersebut.
*****
Sejak berkumpulnya kami di kelas 1 SMA, Maya hidup layaknya siswa biasa. Dia tinggal di dalam rumah nanas di bawah air, bekerja paruh waktu di restoran burger, memiliki teman yang menyebalkan dan punya hewan piaraan seekor siput.
‘Biar gue tebak, pasti dia punya temen seekor bintang laut warna merah muda, kan?’
‘Tepat sekali’
Maya menjalani kesehariannya dengan normal. Tidak ada yang aneh. Sampai sebuah kericuhan terjadi di kelas kami.
Suatu hari di kelas 3 SMA, kami tengah melakukan pengambilan nilai untuk mata kuliah kesenian dengan tugas pembacaan puisi atau semacamnya. Gue ga begitu inget detailnya. Di tengah keheningan dan kesyahduan puisi ‘hujan’ yang dibacakan oleh Peri, kami dikejutkan oleh sebuah sms misterius yang masuk ke inbox Edo (Al Ridho).
‘SIAL, ternyata undangan Line Let’s Get Rich’ *diludahin sekelas*.
Sms itu semacam teka-teki yang berisi soal-soal kimia. Yang paling gue inget adalah ada tulisan ‘rx’ yang merupakan singkatan untuk ‘reaksi’. Di ujung sms, terdapat inisial ‘1412’, jika tak salah. ‘Waduh. Hebat sekali’ pikir kami. Kami menduga pengirim sms ini adalah seorang psikopat yang teracuni zat kimia. Ia nyaris menang togel dengan memasang empat angka.
Tapi, apa motivasinya? Padahal UN masih jauh. Dan kenapa mesti Edo? Kenapa bukan Edi?. Benarkan ‘1412’ adalah kode togel empat angka?.
Peri langsung maju ke depan. Berbekal komik Detektif Conan, ia melakukan analisa-analisa sambil sesekali bergumam. Bagi penggemar berat detektif rekaan Aoyama Gosho, 1412 adalah identitas ‘Kid’, seorang tokoh misterius yang beberapa kali tampil dalam komik Conan. Kid digambarkan sebagai seorang pencuri yang memiliki kemampuan untuk memanipulasi suara dan kecerdikan lainnya hingga sangat sulit untuk ditangkap. Sangat mungkin, pelaku pengiriman sms misterius adalah seorang fans die-hard nya Detektif Conan dan Aoyama Gosho. Tiba-tiba, tanpa komando, mata kami serentak memandang ke arah Peri.
Ternyata, tidak hanya Edo yang mendapatkan ‘teror’. Temen satu kelas kami yang lain mendapatkan sms serupa. Kelas pun jadi ramai, mengadu sampai gaduh. Semua orang mulai menerka, siapakah pelaku pengiriman sms. Di saat tengah menganalisa kasus ini, hape gue berdering.
‘TINUNG’
‘Wah gue dapet sms terror juga’ pikir gue.
‘Tolong isiin mama pulsa dulu. Yang 50.000. Mama lagi di kantor polisi. Jangan hubungi mama dulu ya. Awas kalo ga. Mending mama minta pulsa daripada mama minta naik haji. Huft!’
‘Argh, demi naga indosiar. Sialun!’.
Tidak ada yang mengaku siapa pelaku dan apa motivasinya. Yang kami tahu hanyalah ia menggunakan nama samaran ‘kid’. Setelah melalui reka ulang kejadian yang cukup rumit (sebenernya gue lupa bagaimana kronologinya), sosok makhluk misterius tersebut mengerucut pada satu nama yaitu Maya. Seinget gue, ga ada klarifikasi dari Maya bahwa dia lah yang mengirimkan sms misterius tersebut. Ia juga tak melakukan pembelaan atas ‘tuduhan’ yang diberikan. Dan agar lebih mudah membuat kesimpulan, diasumsikan saja bahwasanya Maya Savitri lah yang menjadi pelaku pengiriman sms tersebut.
Sejak kejadian itu, kami menjuluki Maya dengan ‘Maya the Kid’.
Sosok anak satu ini bener-bener tak terduga. Di tengah kesibukan kami menyelesaikan soal-soal biologi dan kimia di kelas, ia tanpa basa-basi berhasil menorehkan sebuah prestasi dengan memenangkan sebuah karya illmiah tingkat nasional (kalo tidak salah). Pencapaian yang luar biasa untuk sekolah kami.
Di kelas, Maya setia untuk duduk satu bangku dengan Apria Mariyati sejak kelas 1 SMA. Sejak meninggalkan sekolah, ia menempuh pendidikan di sekolah farmasi walaupun pada saat bersamaan diterima di Institut Pertanian Bogor. Saat ini Maya bekerja di Rumah Sakit Umum Darah Sungai Liat, Sumatera Selatan.
Pada Hari Jumat tanggal 12 Desember 2014, Maya menikah dengan Pahlevi di Palembang. Sebuah kebahagiaan bagi kami saat mengetahui ada satu lagi temen kelas yang menikah. Alhamdulillah, undangannya tidak berupa sms misterius. Well, Selamat untuk Maya atas gelar ke-22 nya. Semoga menjadi keluarga yang barokah.
#21 Annisa Septrina
Desember 31, 2014 § Tinggalkan komentar
Namanya Annisa Septrina. Seperti sudah menjadi aturan baku, sesiapa saja yang memiliki nama ‘Annisa’ maka nama panggilan wajibnya adalah ‘Ica/Icha’. Memang masih menjadi misteri siapa orang pertama yang mempelesetkan ‘icha’ untuk seorang ‘Annisa’. Tapi itu masih lebih mending daripada gue yang bernama lengkap ANDRI WIJAYA tapi dipanggil dengan ‘DODO’. Mengapa oh mengapa temen SMA gue harus menggunakan ‘Dodo’, yang lebih mirip nama makanan, buat manggil gue. Gue lebih respek kalo dipanggil dengan ‘ANDREW’,’JAY’ atau ‘ALEX’. Alex?
Sungguh suatu kebetulan istri gue juga bernama Annisa. Untungnya dia tidak dipanggil dengan nama panggilan untuk Annisa pada umumnya. Hemat gue, tidak hanya mereka yang bernama Annisa yang dipanggil ‘Ica/Icha’ melainkan semua nama yang berujung ‘Isa’. Mulai dari Merissa, Marisa, Larissa hingga Farisa. Bahkan adik kelas gue juga minta dipanggil ‘Icha’ padahal nama aslinya adalah Mahmud.
Jadi, Annisa Septrina a.k.a Ica adalah temen kelas gue semasa SMA. Sama dengan sebelum-sebelumnya, gue seolah punya ‘kewajiban’ untuk menceriterakan kembali tentang mereka yang menikah sesuai dengan perspektif dan sisa-sisa ingatan gue. Semakin lama temen kelas gue menikah, ingatan gue tentang momen-momen bareng mereka akan semakin pudar. Jadi lebih baik kalian menikah lebih cepat teman jika ingin cerita kalian termuat dalam blog ini. CEILE!.
Annisa selalu nampak berbeda di kelas. Di saat ponsel masih barang langka di SMA, dia sudah memiliki ponsel yang bagus. Saat itu, jika tak salah, ponselnya adalah Nokia Daun (Nokia 7650). Sementara ponsel kebanyakan adalah nokia 3310. Ponselnya boleh lebih bagus, tapi kalo dibanting dari ketinggian 3 meter dengan sudut elevasi 45 derajat maka dimanakah ponsel tersebut akan jatuh? What thee…. Nokia 3310 jauh lebih kuat dan tangguh dibandingkan Nokia seri lain di zamannya. Amerika bahkan menggunakan Nokia 3310 pada saat perang dunia ke 2. Bukan nuklir seperti yang banyak diberitakan.
Gue pernah satu kelompok dengan Icha saat praktikum biologi. Bersama dengan Peri, kami bertiga diharuskan untuk membuat nata de coco. Entahlah, itu kelas biologi atau seleksi peserta master chef Indonesia. Nata de coco dibuat dengan menggunakan semacam bakteri seperti pada proses fermentasi singkong menjadi tape. Tidak banyak ilmu yang kami (gue khususnya) peroleh dari percobaan itu. Rasanya tidak ada penjabaran ilmiah tentang praktikum tersebut. Kami lebih banyak belajar ilmu SABAR. Sabar menanti kapan nata de coco siap dimakan.
Praktikum di SMA gue lebih bernuansa kuliner. Selain membuat nata de coco, gue dan temen-temen juga suatu saat diharuskan membawa es krim guna mengamati sifat koligatif. Gue rasa harus ada pergantian nama dari SMA Negeri menjadi SMK Tata boga.
Selama SMA, Icha duduk satu bangku dengan Suchi Marsely. Suchi adalah anggota kelas kami yang menikah pertama kali. Mereka satu rombongan dengan Al Ridho, anak laki-laki paling rusuh di kelas (Setiap cerita pasti ada tokoh yang seperti ini), dan juga Sonia. Gue sering melabeli mereka dengan GENG HEDON, mengacu pada aktifitas mereka relatif terhadap temen satu kelas. Mirip-mirip Geng Cantik-nya Cinta, Maura dkk.
Ica, seinget gue, adalah anak basket. Bukan, ibu bapaknya bukan basket. Maksud gue, Ica jago main basket dan ikutan ekskul tersebut. Jayus ya? Ah sudahlah. Dengan postur yang mumpuni, rasa-rasanya Ica memang cocok ikutan ekstra kurikuler ciptaannya James Naismith.
Menurut guru sosiologi SMA gue, segala sesuatu yang ada di dunia ini berubah kecuali perubahan itu sendiri. Awalnya gue sepakat dengan pendapat beliau hingga gue menyadari bahwa ada hal lainnya yang tidak berubah yakni rambut Ica. Sejak kelas 1 SMA, Ica dan rambut panjangnya tak terpisahkan seperti Fenny Rose dan Agung Podomoro (sst, harga naik besok). Sejak Si Doel masih kuliah sampe sekarang jadi Gubernur Banten, panjang rambut Ica segitu-gitu saja, modelnya pun juga. Mirip konstanta percepatan gravitasi yang 9.8 gram/meter kuadrat. Sayang, tidak ada audisi pemilihan bintang iklan shampo di sekolah kami. Jika ada, Ica pasti terpilih. Setidaknya untuk shampoo KODOMO.
Ica termasuk tipe family woman. Ia nyaris saja menjadi anak bungsu sampai suatu ketika ibunya melahirkan sang adik. Kedekatan itu pula yang menjadikan Ica bercita-cita menjadi seorang dokter mengikuti jejak sang ayah yang berprestasi di dunia kesehatan. Ica berhasil menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada tanggal 26 oktober ica menikahi Tommy, pria yang sudah dipacarinya sejak 2005. Wow, 9 tahun. Lama ya? Udah mirip kreditan mobil. Alhamdulillah, cinta mereka bersemi di pelaminan. Mereka berdua menikah di Grand Atyasa Convention Center. Semoga kelak pernikahan kalian berdua bernilai ibadah dan berbuah surga. Barokallahu lakuma wa baroka ‘alaikuma wa jamaa baina kuma fi khair.
Selamat Ica dan Tommy, kalian beroleh gelar ke 21.
#20 Hasbullah Suliyansyah, Mr H
September 23, 2014 § 1 Komentar
Banyak hal yang terjadi di dunia ini dan dianggap sebagai sebuah kebetulan. Padahal tidak ada terminologi ‘kebetulan’ dalam sebuah kehidupan. Bahkan setiap daun yang jatuh ke bumi adalah hasil rekayasa Sang Pencipta. Bukan kebetulan juga jika semakin banyak sinetron dengan nama-nama hewan. Setelah Ganteng-ganteng serigala dan Pacarku Manusia Harimau, kita mungkin ke depannya akan disajikan oleh sinetron Mertuaku Kera Tungpei atau Anakku Malu Menjadi Babi. Dengan begini kita akan jauh lebih mengenal dan menyayangi hewan di sekitar kita.
Perkara ‘kebetulan’ tidak hanya menghiasi layar kaca. Syahdan, pada tanggal 6 September 2014 selain sohib gue Periawan yang menikah, sahabat gue lainnya Hasbullah Suliyansyah alias Aas melakukan pernikahan pada tanggal yang sama. Karena Ijab qabul Periawan 2,5 detik lebih cepet, Aas mendapatkan prioritas di nomor lebih besar untuk postingan gue. *Sok penting lu do!*.
Gue mulai kenal baik Aas sejak kami bersama-sama nyemplung di Kelas 1 SMA. Saat itu Aas duduk persis di depan gue dan Peri. Tapi Aas curang, dia pergi ke sekolah ditemenin oleh bodyguard guede yang duduk di sebelahnya. Eh sorry, itu Dedy temen gue ding. Gue mulai susah membedakan mana temen gue mana yang bukan. Peace dedy *Kemudian diinjek-injek Dedy*.
Kontras. Itulah yang akan kalian rasakan jika kalian ada di posisi gue dan peri pada saat itu. Kalian akan menyaksikan sebuah pemandangan yang bertolak belakang antara Aas dan Dedy, terutama masalah postur. Aas yang kecil mungil dengan rambut belah tengah dan muka culunnya dan Dedy dengan ukuran dua (mungkin tiga) kali lebih besar. Saat berdiri bersebelahan, gue terbiasa terpana dengan angka 10 yang tidak simetris di depan bangku gue. Angka ‘1’ nya agak menciut. Mungkin minyak gorengnya kurang panas sehingga bentuknya bantet. Satu hal yang membuat perbedaan tersebut agak sedikit tereduksi adalah mereka sama-sama menggunakan kacamata.
Menikah di waktu yang bersamaan mungkin adalah sebuah kontrak kerja yang harus ditandatangani mereka berdua saat dilantik menjadi ketua dan wakil ketua rohis SMA. Yes, Aas terpilih sebagai wakil ketua rohis untuk mendampingi Periawan. Posisi tersebut semakin mengukuhkan imej Aas sebagai cowo yang keren, shalih, dan berjiwa seni (Menurut fans Aas yang tersebar dari OSIS hingga PMR. Mulai dari Mawar, Melati hingga Bambang).
Wajib diakui, Aas memiliki imajinasi tinggi dalam sebuah nilai seni. Dia sukses membuat kaligrafi dalam bentuk drum dan juga menuliskan lafaz basmalah di bagian atas papan tulis kami yang masih bisa ditemukan hingga saat ini.
Jiwa seni Aas semakin menjadi – jadi. Karena imajinasinya yang kelewat batas, suara dua Aas selalu fals setiap saat kami latihan nasyid di mushola sekolah. Kami sadar bahwa kemampuan interpretasi musik tim nasyid kami yang rendah sehingga tidak mampu mengharmonisasi suara lead vocal dan suara dua oleh Aas. Bahahhaha.. this is absolutely not a compliment. Masih belum puas, Imajinasi yang meledak-ledak itu akhirnya mencapai klimaks ketika Aas dengan percaya diri mengendarai motor melewati turunan dil depan ruang guru sambil berucap ‘ternyata mudah ya naik motor’ dan diakhiri dengan bunyi.. brak.
Motor menabrak trotoar!!!
Teman kami Wahyu lalu memberikan sebuah kayu dan sebuah ban bekas untuk dipukul guna mengobati trauma aas mengendarai motor. Sakitnya di sini *tunjuk dada*.
Jiwa seni Aas bertolak belakang dengan fisiknya yang cenderung vulnerable atau bahasa indonesianya ringkih. Jangan ajak Aas melakukan olahraga berat karena asma yang ia derita bisa kapan saja menyerang. Gue sudah ingetin Aas buat pake Cha*m bod* fit biar asma nya tidak terus-terusan keluar. Tapi ia menolak. Dia lebih memilih mam* p*ko dengan alasan lebih hemat. Alasan inilah yang kerap kali diucapkan aas sehingga kami, dengan semangat 45, menggelari aas sebagai ‘Mr Hemat’ dengan kartu hematnya.
Berbicara tentang fans, udah gue sebutin di atas bahwa Aas diidolai oleh beberapa beberapa cewe di SMA. Sepengamatan gue, ada aja cewe yang tiba tiba menyatakan cintanya ke doi. Mulai dari nembak lewat surat kaleng hingga pake santet. Kadang ayam, tak jarang juga kambing. Garing woyyyy.. Itu sate bukan santet!!!!!
Tapi pada akhirnya Aas menolak mereka semua karena mereka terlalu baik sementara Aas ingin fokus belajar dan mengumpulkan uang untuk menaikkan haji tukang bubur.
Selesai SMA, Aas memilih jurusan arsitektur untuk melanjutkan semangat menggambarnya. Dia juga mulai menulis ke dalam blog. Tulisan-tulisan tersebut berkarakter melow, deksriptif, dengan tata bahasa yang rumit dan dirumit-rumitkan. Sebenarnya kemampuan Aas menulis sudah terlihat ketika ia menghasilkan sebuah cerpen yang menurut gue bagus. Ia, sama seperti gue, sangat menyukai hujan. Beberapa tulisannya memuat tema tersebut. Siapa sangka bahwa ‘hujan’ bak sebuah klu dengan siapa ia akan menikah kelak.
Di kampus, seorang Hasbullah memiliki reputasi yang cukup baik. Gue ga tau pasti apa amanah yang ia emban namun yang gue tahu adalah doi cukup dikenal di kampusnya. Bayangkan saja, hampir setiap lebaran ia silaturahim ke rumah wakil rektor. ‘wakil rektor suka bagi-bagi THR’ ujar Aas. LOL.
Banyak perubahan yang dialami aas setelah melepas seragam abu-abu. Aas yang sebelumnya hanya bisa memukul-mukul ban motor dengan kayu, kini bisa mengendarai motor, mobil, pesawat terbang bahkan siluman komodo indosiar.
Selepas lulus kuliah, Aas bertekad untuk tidak menjadi karyawan. Dengan bakat menggambar dan pengetahuan seputar dunia arsitektur, ia mencoba untuk membangun usahanya sendiri. Jika dulu karya gambarnya mampu menghiasi koran lokal, kini gambar tersebut bertransformasi sebagai sumber penghasilan. Lulus dari bangku kuliah adalah momen kampret di mana orang-orang ga berenti bertanya ‘KAPAN KAWIN?’. Aas pun berencana menggenapkan separuh agamanya.
Untuk ukuran pria, usia 25 tahun adalah fasa galau sudah mulai menjangkiti. Aas pun begitu. Saat gue tanya
‘As, teh nya manis apa ga?
Dia jawab ‘Ga penting manis, yang penting setia’ *muntah asam sulfat*
Sejak sering berdiskusi masalah pernikahan, Aas selalu berujar jika ia mengharapkan seorang dokter sebagai istri. Mengiyakan permohonan nenek, ujarnya. Pada akhirnya Aas memang menikahi seorang dokter. Dokter tersebut adalah adik ipar temen sekelas kami, Faizatul Mabruroh. Sementara Aas sebelumnya memang memiliki hubungan baik dengan kakak sang mempelai wanita. Gue menyimpulkan bahwa ada benarnya jika kita harus memvisualisasikan mimpi.
Mendekati hari pernikahan, Aas nampak semakin ekspresif di media sosial. karena kegemarannya memuat posting yang menstimulus orang-orang untuk reaktif. Kalian bisa trace akun facebook, Path nya di mana ia nampak sangat bersemangat mengakhiri masa lajangnya.
‘Alhamdulillah, buka puasa sendirian untuk terakhir kali’
‘Seneng banget, makan malam sendirian yang terakhir’
‘Akooh b4haGeeaA GhEEl4, BeC0g Ud4H b1$4 Sh0l4T s4m4 iStrEEE’
Akad nikah berlangsung dengan khidmat. Gue dateng ke kediaman setelah menghadiri ijab qabul peri karena waktu acara yang berdekatan. Sementara walimatul ursy dilansungkan sehari setelahnya.
Acara berlangsung dengan sangat meriah. Nampak seringai senyum menghiasi raut sang pengantin. Rona bahagia memenuhi atmosfir gedung. Sedikit canggung nampak terbersit oleh pengantin pria yang merasa ‘risih’ saat duduk bersanding bersama sang hujan. Namun semua kembali larut dalam harmonisasi suara yang dilantunkan oleh Senandung Hikmah. Gue bersyukur Aas tidak tiba-tiba meraih mikrofon dan memenuhi gedung dengan suara dua-nya. Mari berucap hamdalah :).
Walimatul ursy dihadiri oleh banyak orang penting mulai dari rektor, DPP PKS hingga tim nasyid. Selamat akhi, akhirnya ente tahu siapa yang menjadi rahasia Ar-Rahman. Selamat menari bersama hujan. Kini rahasia Ar-Rahman sudah terkuak. Membuka tabir yang selama ini hanya bisa diraba tanpa dirasa. Selamat juga buat Rian Hasni. Semoga keluarga kalian barokah. Selamat untuk gelar ke #20.
#19 Periawan
September 15, 2014 § Tinggalkan komentar
6 September 2014 boleh jadi merupakan hari paling membahagiakan dalam hidup seorang Periawan. Pada tanggal tersebut, Ia melangsungkan pernikahan dengan khidmat di kediaman mempelai wanita di salah satu sudut kota Palembang. Malam hari pada tanggal yang sama, pesta pernikahan meriah diselenggarakan di gedung PUSRI.
Gue pun turut berbahagia dengan pernikahan salah seorang sahabat terbaik gue ini. Karenanya, gue akan mencoba menceritakan kembali sosok Periawan yang gue kenal mulai dari sekolah menengah atas, kuliah hingga saat ini.
Pagi itu, di sebuah sekolah yang terletak di pinggiran Jalan Jendral Sudirman, nampak riuh oleh kehadiran siswa-siswa baru yang culun dan polos. Mereka terlihat berbaris dan berjalan dengan patuh mendengarkan instruksi kakak-kakak OSIS yang terlihat lebih sangar daripada emak-emak yang ketinggalan nonton Sinetron Tukang Bubur. Para senior tersebut ternyata menginspirasi gue untuk bergabung dengan OSIS agar kelak gue pun bisa petantang-petenteng di depan junior yang kemana-mana memanggil gue dengan ‘kakak’. Gagal bergabung dengan OSIS, gue menjadi pelanggan setia Alfa*mart demi mendapatkan sapaan ‘kak’ dari penjaganya. Hiks
Usai masa orientasi sekolah, gue harus menempati kelas 10-B. Di sanalah gue bertemu dengan Periawan untuk pertama kalinya. Dia duduk persis di depan bangku gue. Kelang beberapa minggu, gue harus pindah ke kelas baru yang dikelompokkan berdasarkan nilai selama SMP. Di kelas baru ini gue kembali bertemu Peri dan untuk 3 tahun ke depan kami menjadi tablemate.
Yang paling gue inget tentang Peri selama menempuh pendidikan di SMA adalah ia termasuk anak yang tidak neko-neko, cenderung pendiem, introvert, dan fans garis keras Liverpool. Saking introvertnya, dia kerap kali ketauan ngelamun sambil nyemil semut rang-rang. Selain itu, dia jagoan untuk pelajaran matematika. Beberapa soal yang sulit untuk gue kerjain ternyata dapat diselesaikan Peri dengan memejamkan mata sambil ngupas kulit bawang. Kampret, ini mah guenya aja yang oon :D.
Di kelas, Gue dan Peri dikenal dengan duo pencipta istilah-istilah ‘gaib’. Kami bahkan lebih dulu dikenal dibandingkan Sinta-Jojo. Sayangnya dulu youtube belum ada. Peri handal dalam mencipta dan gue berperan sebagai marketing dahsyat. Kolaborasi maut kami berdua berhasil menciptakan berbagai istilah mulai dari ‘mengenge’, ‘kecipak’, ‘kacang-kacang’ dan ribuan bahkan jutaan istilah yang tidak akan pernah kalian temui di KBBI nya Selo Soemardjan. Hanya siswa di kelas kami lah yang familiar dengan segala penyalahgunaan bahasa Indonesia yang kami ciptakan. Gue tak pernah tahu bagaimana Peri mendapatkan semua ilham dan wangsit untuk istilah-istilah tersebut. Sebagai seorang marketer, tugas gue hanya mendistribusikan semua istilah ke siswa kelas lainnya agar bisa terinternalisasi dalam sebuah simfoni yang mendamaikan hati. Anjay bahasa gue.. Hahaha.
Periawan memiliki jiwa seni yang sangat unik dan luar biasa. Selain piawai dalam membuat istilah, ia juga juara dalam meng(g)ubah lagu, mulai dari ‘menanti sebuah jawaban’ milik Padi hingga lagu-lagu pop-balad Naff. Lirik lagu yang dinyanyikan peri selalu diselipi dengan pernak-pernik detektif ternama, Conan Edogawa. Yoi, doi ngefans banget dengan sang detektif rekaan Aoyama Gosho sampai-sampai kami menyematkan kata ‘OGA’ di belakang kata ‘Peri’ yang diambil dari kata ‘Edogawa’.
Merangkak ke kelas 2 SMA, periodisasi di sebuah organisasi mengharuskan dipilihnya ketua-ketua baru termasuk juga organisasi dimana gue dan Peri bernaung yakni Kerohanian Islam (Rohis). Dengan track record cenderung baik dan tingkah laku yang dianggap paling mewakili maka Peri dipilih menjadi ketua rohis yang baru setelah pemilihan dua putaran diselingi gugatan ke MK.
Sesaat setelah terpilih menjadi ketua rohis baru, mendadak muka peri memerah persis udang yang tengah direbus. Tiba-tiba Rudi Choirudin datang membawa penggorengan. ‘Angkat dan tiriskan’ ujarnya.
Di masa kepengurusannya, Rohis SMA 3 bisa dikatakan mengalami puncak kemajuan. Mulai dari anggota rohis yang berprestasi secara akademik maupun akhlak hingga berbagai pencapaian program kerja yang luar biasa. Karena prestasi tersebut, Periawan digelari dengan ‘Pak Wo’ alias singkatan untuk ‘Pak Ketua’ setelah sebelumnya ia dinamai dengan ‘angel’ merujuk pada namanya ‘peri’ (angel). Agak maksa karena bahasa inggris untuk ‘peri’ harusnya ‘fairy’. Y
Mendekati masa-masa terakhir di SMA, Peri berniat melanjutkan pendidikan di Institut Teknologi Bandung. Where there is a will there is a way. Ia diterima di Jurusan Teknik Fisika ITB. Dan lagi-lagi, gue berjodoh setelah diterima di Jurusan Kimia di kampus yang sama. Bertiga bersama Vidia, kami mewakili SMA N 3 Palembang untuk menempuh pendidikan di Kampus para teknokrat.
Setelah lulus sarjana, Peri diterima bekerja di Malaysia untuk memerankan tokoh Upin. ‘Macem mane nih kak ros. Seronok Sangat’. Kira-kira seperti itulah dialog yang harus dimainkan Peri selama berada di Malaysia. 1 tahun di negeri jiran, Upin memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Upin harus berpisah dengan Kak Ros. ‘Sedih rasenye’ Cakap Upin.
Sekembalinya ke Indonesia, Peri berniat melanjutkan studi ke jenjang magister. Tepat beberapa waktu sebelum pendaftaran ulang, Ia mengikuti rangkaian tes kerja di salah satu BUMN yang bergerak di bidang konstruksi, rekayasa, dan procurement. Sebut saja Wijaya Karya (WIKA). Dan Voila, Wika menerima Peri sebagai salah satu karyawannya. Bener-bener drama. Lebih drama daripada kisah Aliando dan Prilly. Doi akhirnya memilih Wika sebagai tambatan hati ketimbang melanjutkan studi.
Lebaran 2013 adalah salah satu momen di mana gue dan beberapa temen SMA termasuk Peri membulatkan tekad untuk menikah setahun setelahnya. Kami juga menggarisbawahi sebuah niatan untuk membawa istri masing-masing pada lebaran tahun 2014.
Setelah gue menikah pada April 2014, seperti tak mau kalah, Peri juga bersegera melancarkan misinya. Dalam suatu momen, Ia secara serius meminta bantuan teman kami yang bernama Hafiz untuk mencarikan seorang wanita yang bersegera ingin melengkapi separuh agama. Gayung bersambut, Hafiz membantu Peri untuk mencarikan apa yang dimaksud. Setelah beberapa waktu, Hafiz mengenalkan sesosok wanita teman kuliahnya.
Dengan gagah berani, Peri menyatakan niat untuk menikahi sang permaisuri hati. Bak Haruka yang melihat sosok Naruto, sang wanita pun mengiyakan sambil tersenyum malu disertai pipi yang kemerahan sambil sesekali menggigiti ujung kursi.
Yarra Azilzah nama sosok wanita. Seorang dokter muda dengan paras manis. Tak perlu waktu lama bagi mereka berdua untuk meyakinkan diri masing-masing guna melanjutkan mimpi bersama dalam romansa indah pernikahan.
Dalam balutan putih pakaian daerah, Peri dengan lantang mengucapkan ijab qabul untuk menyunting Yarrah. Alhamdulillah, akhirnya pada tanggal 6 September keduanya diikat oleh sebuah perjanjian yang berat. Gue pun turut senang berada di antara mereka. Menyaksikan seorang sahabat yang mengakhiri masa lajangnya adalah sebuah kebahagiaan karena mereka kini tidak lagi menjadi objek bully nomer satu mewakili kaum jomblo :D.
Namun tak ada hadiah dan persembahan seorang sahabat kecuali doa yang mengiringi sebuah pernikahan. Lebih-lebih doa yang saudaranya sendiri tidak tahu jika ia sedang didoakan. Congratulation my best buddy¸ now you are a real man.
Acara Resepsi pun tak kalah heboh :D.
#18 Yenni Arista
Mei 31, 2014 § Tinggalkan komentar
Kelang beberapa pekan selepas gue menyebarkan undangan pernikahan, terdengar desas-desus bahwa ada seorang lagi classmate yang akan melaksanakan pernikahan di waktu yang berdekatan. Gue mencoba mengingat kembali, apa iya gue pernah membuat sayembara nikah massal.
Seperti biasa, berita seperti ini paling menarik buat diinvestigasi. Berbekal predikat makhluk terkepo dalam ajang Kepo Award, gue langsung mencari tau secara detail perihal keabsahan informasi tersebut. Gue pengen membudayakan tabayyun, konfirmasi kebenaran suatu berita. Ngeles aja lo, tong!
Tanpa perlu menunggu album baru Pak SBY rilis, gue langsung japri dia yang pertama kali menyebarkan informasi tersebut.
“Eh, emang Marshanda beneran cerai sama Ben Kasyafani?”
“Iya beneran”
“Ih sayang banget, padahal ben kasyafani teh salah satu ben favorit aku”.
“Itu band (ben) woi. Dasar jepitan rambut. Lagian kenapa tiba-tiba nanyain hubungan Marshanda-Ben ke gue. Gue kenal mereka aja kagak”.
“Iya yak. Sori, tadi otak gue ketinggalan sesendok di kosan. Gue mau nanya, temen kita yang bakalan nikah habis gue, siapa?”
“Ah, kepo deh lo. Ntar aja. Nunggu doi nyebar undangannya. Baru deh lo tanya ke gue siapa yang mau nikah”.
Gue sudah duga, pasti temen gue ini ga bakalan ngasih jawaban dengan mudahnya. Setelah gue paksa, gue cambuk lalu gue setrum pake SUTET, baru dia ngasih jawaban.
Ternyata temen gue yang beroleh gelar ke 18 adalah Yenni Arista. Doi menikah seminggu setelah gue. Sekali lagi gue tekankan, gue ga janjian. Kalo misalkan pernikahan kami yang kelang seminggu ini mengundang respon tidak memuaskan dari media massa, kami bisa apa. Sungguh, ini bukan skenario. Tolong kameranya dijauhkan dari wajah saya. *Kemudian ditabok massa*.
Yenni Arista, dulu kami suka memplesetkan namanya menjadi Yenni Daratista. Meskipun dia ga bisa joget ngebor dan juga tidak mempunyai bisnis karoke keluarga di setiap sudut mall. Suaminya mirip Adam Suseno? Hmmm.. kumisnya mungkin!
Semasa SMA, Yenni melekat dengan anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra). Sebagian besar riwayat organisasinya dihabiskan dengan latihan baris-berbaris, latihan baris-berbaris dan latihan baris-berbaris. Sori, gue ga tau yang dilakuin sama Paskibra selain baris-berbaris.
Tidak jarang Yenni mendapatkan tugas untuk berada di posisi tengah dalam formasi Paskibra saat upacara bendera. Ia diapit oleh dua orang pria di kanan dan kirinya. Formasi yang sangat pas mengingat lawan yang dihadapi adalah Barcelona.
Semasa SMA, Yenni mempunyai seorang soulmate bernama Silvia Prihety. Mereka bagai pinang dibelah kampak. Tidak terpisahkan bagai Dora dan monyetnya :D. Ya, Silvia Prihety juga mengambil peran di keanggotaan Paskibra. Tidak hanya itu, bentuk potongan rambut dan ikalnya pun sama. Gue sempet curiga mereka adalah kembar identik yang tidak mirip.
Yenni dan Silvi juga memiliki kesamaan lain. Mereka datang dari satu “geng” semasa SMP. Kalo tidak salah namanya adalah P6. Tentu saja mereka bukan Power Puff Girl dikali 2, atau seven Icon minus vanilla (mak, apal gini).
Karena ingetan gue mulai pudar seiring dengan ketidakjelasan hubungan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina, gue merasa perlu mendapatkan tambahan informasi tentang yenni. Gue pun menginterogasi seseorang yang terkenal akrab dengan Yenni. Panggil saja namanya Bambang meskipun dia tak berjakun.
Berdasarkan hasil diskusi gue dengan Bambang, gue mendapatkan informasi baru. Menurut Bambang, Yenni itu penuh integritas. Selalu mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan individu. Dia ga pernah sekalipun mengeluh dengan tugas negara yang diembannya. Oleh sebab itu, Bambang mendukung Yenni menjadi Palembang 1.
“Bang, please. We’re not talking about governor election”
Menurut Bambang, Yenni pernah terjatuh dari motor sebelum berangkat ke sekolah. Kaki dan tangannya lecet dan luka. Perih sih. Tapi lebih perih kalo hubungan yang digantung… eaaa. Gegara terjatuh, rok yenni sobek namun ia tetep bela-belain ke sekolah karena harus mengikuti ujian biologi. Setelah ujian selesai, sakitnya baru terasa.
Masih menurut Bambang, Yenni juga sangat jarang sarapan. Jadi pas jam istirahat, dia langsung loncat dari lantai 2 menuju kantin sekolah.
Untuk semua hal yang berbau khas Palembang yang melekat pada Yenni, kami menyematkan panggilan ‘cek’ untuknya. Sebuah panggilan untuk perempuan yang dihormati atau dituakan. Rumah Yenni adalah salah satu tujuan terbaik untuk dikunjungi selama idul fitri. Kalian bisa makan pempek, model dengan citarasa Palembang yang sangat menggiurkan. Selain itu, kalian juga akan mendapati tenunan songket dan corak kebudayaan Palembang terpajang dengan rapih di dinding rumahnya.
Selepas sekolah menengah atas, Yenni melanjutkan kuliahnya di fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya. Dan kini doi sudah mendapatkan gelar ‘dokter’ tersemat di depan namanya.
Yenni akhirnya menikahi seorang pria bernama Ahmad Hakim. Alhamdulillah. Selamat ya Yenni. Kamu beroleh gelar ke-18.
#17 My Wedding
Mei 2, 2014 § Tinggalkan komentar
My turn to promise in front of Father in law, in the center of crowd, to utter lifetime commitment, Mitsaqon Ghaliza. My heart thumped incessantly, My hand shake abnormally, It’s time for me to put off my solitude.
“Saya Terima Nikah dan Kawinnya Annisa Martina Dengan Mas Kawin tersebut Dibayar Tunai”
I response promptly what My father in law tells me about. And in a glance. The Witness said “Sah”. I feel relieved. It’s so heart-thumping.
Syahdu orang-orang yang menyaksikan akad berucap “Barokallahu lakuma Wa baroka ‘alaikuma wa jamaa baina kuma fi khair”. Doa terbaik yang dihaturkan untuk pasangan yang baru menikah. Lafal terindah yang menghantarkan sebuah pernikahan agar mencapai sebuah makna barokah.
Tanggal 18 April 2014 menjadi tonggak bersejarah dalam hidup saya. Saat dimana saya resmi menikahi seorang gadis sunda yang baru ditemui sebanyak 4 kali. Tak ada keyakinan yang lebih ajeg daripada ketetapan hati untuk menikahi seorang Annisa Martina. Mungkin keputusan ini bukan keputusan berlandaskan nafsu semata. Ia terharap berupa keridoan yang diberikan Allah sehingga berbuah ketenangan untuk melangkah.
Bukanlah durasi pertemuan yang menjadi jaminan. Bukan pula embel-embel keduniaan yang menjadi acuan. Saat doa terbaik sudah dipanjatkan, saat ikhtiar yang halal telah dilakukan maka semua keputusan hanya bisa kita pasrahkan kepada Allah semata. Bahwa dalam setiap kemudahan-kemudahan selama proses menjelang pernikahan bisa jadi adalah petunjuk keberkahan.
Pada akhirnya, ujung dari sebuah proses romansa alfa dan beta adalah sebuah perjanjian yang berat. Sebuah Mitsaqon Ghaliza. Ada yang berdarah-darah memperjuangkannya dengan penuh dosa. Ada yang tertatih-tatih menempuh lamanya waktu pacaran dengan harap-harap cemas dan tidak sedikit yang menanti dengan cara halal yang merupakan tuntunan agama.
Jika pada akhirnya kita memilih yang halal, mengapa pada tahapannya kita sengaja mengotori dengan aktifitas yang mendekati pada nilai haram?
Sekarang, saya sudah beroleh gelar ke-17 dari rangkaian panjang perjuangan temen-temen IPA A untuk menggenapkan separuh Agamanya. 17, sebuah angka yang merupakan simbol transisi biologis anak-anak ke usia dewasa. Karenanya banyak yang merayakan ultah ke-17 sebagai Sweet seventeen.
Semoga pernikahan kami mendapati keberkahan dan juga penuh ketenangan (Sakinah), penuh kasih sayang (Mawaddah) dan penuh rahmah (ampunan).
Izinkah saya bersenandung ala dinda-nya Gradasi
Engkau sambut pagi
Dengan senyum ceria yang menawan
Mengantarkan daku pergi
Meraih mimpi ….kita
Andai ku bisa
Membuat diriku menjadi dua
Kutinggalkan yang satunya
Tuk temanimu…cinta duhai permataku
Reff:
Dinda…Sejuta pesonamu hadir dalam jiwa
Dinda…Senyummu mampu membuatku tak mengeluh
Dinda…Binar bola matamu terangi hariku
Dinda…Ketenangan bagai telaga yang kau berikan
Ketika ku pulang
Dibawah naungan lembayung senja
Kau berhias menantiku
Bertabur rindu …kita
#16 Muhammad Fachrie
Februari 20, 2014 § Tinggalkan komentar
Gue menuliskan kisah ini di bawah tekanan hebat. Orang yang namanya menjadi judul tulisan terus menerus memaksa untuk meninggalkan kisahnya di blog gue yang imut dan sederhana. *Tetot, majas litotes!*.
Gue pun menulis di bawah todongan pistol dan senapan mesin. Entah perasaan apa yang menjalar, untuk beberapa saat gue merasakan sensasi menjadi penulis yang dinanti-nanti karyanya namun di satu sisi keselamatan gue terancam. Lebay, tong.
Gue mulai dari mana ya… Hmmm!!
Suatu hari di sebuah sekolah menengah atas, terlihat beberapa orang pemuda dengan rona wajah yang ceria, baju rapih terselip ke dalam celana, bekas air wudhu masih membasahi rambut dan sela sela jari. Sambil mengibaskan rambut hingga percikan air tersebar kemana-mana, mereka serentak bersorak “ketombe, siapa takut?”
Para pemuda ramah ini tengah mencoba mengharmonisasi suara untuk turut serta dalam lomba nasyid di salah satu SMA di pojok Kota Palembang. Perlahan tapi pasti, salah seorang siswa yang mengenakan kacamata bersiap mengambil nada dan mengeluarkan cengkok mautnya saat secara tiba-tiba salah seorang personel menginterupsi tanpa perlu menunggu sidang pleno DPR. Sontak saja, vokalis dan anggota tim yang lain sewot dan bertanya-tanya kenapa ada interupsi di saat lagu akan mulai dinyanyikan.
“Gue ga mau jadi perkusi. Gue maunya jadi Elang”
“Hah, perkusi? perkutut maksud lo? Jangkrik, jauh banget!”
“Garing ye? Hahaha.. biarin aja dah. Maksud gue, gue ga mau jadi perkusi alias akapelis di grup nasyid ini. Gue maunya jadi vokalis biar eksis dan bisa dilihat orang-orang. Gimana menurut kalian?”.
Gue pelan-pelan memandang pemuda ini. Sambil mengernyitkan dahi, gue spontan bilang
“Kalo aku sih oke aja. Ga tau kalo Mas Dani dan Mas Anang”.
Alamak, anak satu ini pengen dijitak. Interupsi di tengah latihan cuma buat menyampaikan hal yang peluang terwujudnya sama kayak peluang Meyda Safira nikah sama gue. Nol besar. Hampir saja latihan nasyid tersebut berubah menjadi latihan menguliti siswa. Untungnya kami tengah berada di musola. Alarm di balik hijab jauh lebih mengerikan daripada apapun. Akhwat-akhwat akan berkicau “afwan akhi, ada yang lagi sholat” jika ada sedikit saja kegaduhan di area ikhwan.
Personel nasyid yang tega-teganya menginterupsi latihan demi menyerukan aspirasi yang geje kami pangggil dengan Emon. Eh maaf, Muhammad Fachrie maksud gue.
Jangan banding-bandingin Fachrie temen gue dengan Fahri yang membuat Maria serta Aisyah jatuh cinta ye. Kalian akan kecewa!. *Kabur sebelum ditampol*
Sebut Saja Mawar Fachrie. Pria jangkung yang sangat menyukai dunia per-IT an. Sejak masuk SMA, dia langsung bergabung dengan salah satu organisasi sekolah yang memfasilitasi siswanya untuk mengenal jauh programming, hardware, software dan kroco-kroconya.
Semasa SMA, Fachrie adalah anak yang konyol atau bahasa inggrisnya “ucak-ucak”. Dengan mudahnya, tanpa menunggu komando dari batalyon atau resimen mahasiswa, ia bisa sekonyong-konyong membahas tentang pempek, pempek rasa ayam, dimana ada penjual pempek, saat yang lain tengah berdiskusi tentang gerak lurus berubah beraturan. Kami pun hanya bisa menerka apa yang terjadi dengan anak ini. Apakah aliran informasi ke otaknya sudah tersumbat oleh cuka pempek. Atau jangan-jangan, ia tengah berfantasi, berada di dunia paralel yang berisi pempek-man, iron-pempek, spiderpempek dan galau membedakan dunia nyata dan alam pempek fantasinya.
Orientasi fachrie dengan pempek sudah sampai pada tahap mengkhawatirkan. Jika discan dengan MRI, gue khawatir dia mengalami delusi akut. Pempek seolah mensekresikan oksitosin yang membuat dia nyaman.. haha.
Keanehan Fachrie tidak berhenti sampai di sini. Setiap kali makan siang, gue dan temen-temen menempuh jarak yang cukup jauh. Dua kali bolak-balik perjalanan Tong Sam Cong dan Sun Go Kong mencari kitab ke barat. Resiko tersebut harus ditempuh demi mendapatkan harga yang pas dengan kantong kami sebagai siswa SMA yang kere.
Dengan jarak tempat makan yang berada di seberang sekolah, kami harus melalui jembatan dan area yang terpapar oleh sinar matahari. Di sinilah kita bisa menemukan betapa uniknya seorang Hamba Allah bernama MUHAMMAD FACHRIE.
Berasa seorang count drakula, Fachrie selalu berusaha menghindari sinar matahari yang menyinari tubuhnya. Entah dengan alasan kulitnya bisa berfotosintesis lalu perlahan menguap menyisakan Fachrie dan tulangnya atau ia takut kulitnya menjadi semakin gelap. Dia lupa bahwa Vas*line sudah melakukan inovasi dengan SPF 46 yang mencegah radiasi kulit dan memperlambat penuaan *bukan blog berbayar*.
Nah, kalian mungkin bisa membayangkan bagaimana perasaan kami. Saat terkena sinar matahari, Fachrie perlahan bersembunyi di balik bangunan menjulang sambil lari berjinjit dan menutupi kepala dan wajahnya dengan tangan. Jika kondisi sudah begini, gue juga yang kesulitan buat memberikan klarifikasi kepada wartawan-wartawan.
Semasa SMA, Fachrie adalah salah satu pentolan ROHIS dan Nasyid SMA 3. Dia juga berada pada kondisi intelektual yang tidak berbeda jauh dengan gue. Kami berada pada kelas bulu terbang. Selama tiga tahun setia duduk sebangku dengan Hafizzanovian. Sangat mengidolakan Sheila On 7. Saking ngefansnya, dia bisa memainkan beberapa melodi lagu SO7 serta mengimitasi sosok Eros. Kurusnya sama broo!.
Oh iya, Gue hampir lupa. Fachrie juga kerap kali dipanggil dengan “nyit-nyit”. Wallahu ‘alam kenapa panggilan yang awckward tersebut bisa tersematkan, hanya Fachrie dan ibu peri yang tau. Yang jelas kami nyaman memanggil fachrie dengan nyit-nyit bahkan sampai saat ini.
Seusai menempuh pendidikan di sekolah menengah atas, doi melanjutkan kuliah ke Institut Teknologi Telkom, Bandung. Di kampus inilah Fachrie mampu memaksimalkan segenap potensinya. Dia melejit dengan menorehkan berbagai prestasi dan yang paling utama, anak yang semasa SMA nya jauh dari kesan serius, mampu bertransformasi menjadi pemuda soleh yang merengkuh jabatan sebagai Sekjen LDK di kampusnya. Wow, sebuah prestasi yang luar biasa. Bener-bener gambaran perubahan yang keren bingits.
Setiap kali berkunjung ke IT Telkom, Gue sering bertemu doi tengah ngadem di masjid kampus entah sebagai jamaah atau menemukan Fachrie sedang berebut tajil sambil sikut-sikutan dengan bocah sekitaran Dayeuh Kolot. Aura Fachrie (bukan aura kasih) nampak berubah. Dia terkesan lebih dewasa dan gosong matang dengan pemahaman keagamaan yang semakin baik.
Selesai kuliah, Fachrie tidak serta merta memutuskan untuk bekerja. Ia lebih memilih melanjutkan pendidikan tentang Artificial Intelligence di kampus UGM. Belum sempat menyelesaikan studinya, Fachrie sudah diterima menjadi dosen di tempat ia meraih gelar sarjana. Dia kebagian jatah untuk mengisi posisi dosen ilmu pempek dan percuka-an. Hahhaa.
Januari 2014, Fachrie mempersunting seorang Gadis Jawa yang Ayahnya merupakan salah seorang Guru Besar di UGM. Gadis ini sempat menempuh kuliah di Institut Teknologi Bandung. Kisah cinta Fachrie sungguh unik jika dirunut. Kuliah di Bandung, Nyari jodoh di Bandung, melanjutkan kuliah di jogja, jodohnya orang Jogja. Sungguh (bukan) sebuah kebetulan.
Selamet akhe, ente meraih gelar ke-16 member IPA A yang sudah menikah dan yang ketiga di antara para jejaka.
#15 Desfri Anggraini
Januari 30, 2014 § 3 Komentar
Di sebuah sekolah yang terletak di pinggiran Jalan Sudirman, tampak beberapa siswa tengah menguap. Sesekali mereka mengusap mata yang perih karena tak kuat menahan kantuk. Sebagian lagi tampak begitu gelisah, bergumam dalam hati dan sepakat bertanya-tanya kapan penderitaan ini akan berakhir.
Sebenernya mereka tidak disuruh memastikan besaran tegangan listrik melalui respon kulit atau membedah perut bayi beruang prematur. Namun kelas biologi tidak pernah menarik. Kecuali untuk sebagian orang.
Angin bertiup riuh, menyemangati gue untuk menyandarkan kepala di atas meja, lelah mendengarkan teori mendel, genotif dan fenotif. Di depan kelas, sosok guru dengan kacamata tebalnya dan suara yang menggelegar memaksa kami melawan rasa kantuk dengan sekuat tenaga. Guru tersebut tak rela jika kami tertidur di kelas. Ia kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang baru saja dijelaskan. Suasana kantuk berubah menjadi tegang. Wajah-wajah lelah setelah menerima serangan biologi bertubi tubi kini berubah menjadi ekspresi panik. Gue pun mendadak tercekat, suara gue terasa berat mirip bayi lagi ngemil beton.
Tak berselang lama, gue teriak dalam hati saat menyadari bahwa yang beruntung untuk menjawab pertanyaan pertanyaan seputar mitosis, meiosis adalah temen gue yang duduk di sudut kiri kelas.
Satu per satu pertanyaan dilemparkan oleh sang guru. Otak kami sudah tidak fokus. Kami berharap sosok teman kami yang menjadi “tumbal” mampu menguras waktu hingga bel tanda pulang sekolah berbunyi.
Jackpot!
Bel berbunyi saat proses tanya-jawab ke-192 tentang evolusi kodok menjadi kera. “Horeee!!” teriak kami serentak dalam hati. Penderitaan pun segera berakhir. Semua mulai sumringah, bersemangat untuk mengakhiri kelas.
Ekspresi kegembiraan perlahan tercoreng saat melihat mimik wajah memelas dan sedih “sang juru selamat”. Ia yang berhasil mengalihkan perhatian ibu guru biologi dengan pertanyaannya secara tiba-tiba, tanpa komando, berteriak dengan kencang dan…. Cempreng!!.
Kelas yang awalnya gaduh oleh persiapan mereka yang akan segera pulang sontak terdiam karena teriakan yang mirip kaleng seng tipis digebuk dengan tongkat satpam yang gue pinjem kemarin malem. Nyaring!
Teriakan itu disela dengan isak tangis tersedu. Sambil sesenggukan dia berucap “ayamkuuu mana?”
Ternyata, setelah diselidiki lebih lanjut, kesedihan itu lahir setelah proses “debat” dengan guru biologi. Argumen-argumennya dibantah, umpan pendeknya diintersep, dan tendangannya mampu ditepis.
Ia tak kuasa menahan haru karena menurutnya tidak selayaknya kodok berevolusi menjadi kera. Kodok jauh lebih realistis bertransformasi menjadi pangeran #NowPlaying Pangeran kodok.
Lebih lebih, teman kami ini yang sedari awal bercita menjadi dokter syok saat guru biologi mengatakan
“Kamu tidak pantas menjadi dokter”
Pernyataan yang menohok. Lalu ia pun berniat membuktikan bahwa ia akan membuktikan jika guru biologi tersebut SALAH *pasang iket kepala*.
***
Kisah di atas adalah cerita nyata yang diselingin oleh science fiction ngaco. Gue ambil dari fragmen kisah saat kelas 3 SMA yang melibatkan teman kami, Desfri Anggraini atau Ades.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mempromosikan air mineral kemasan karena pada kenyataannya kami memang memanggil makhluk kurus putih ini dengan “Ades”.
Ades masuk dalam lingkaran IPA A saat kelas kami sudah berjalan satu tahun. Ia Bersama dengan Vidia, Peri, Marini dan beberapa lainnya berasal dari satu almamater saat sekolah menengah pertama. Sedari awal bergabung bersama kelas barunya, Ades berhasil merebut Vidia dari tangan jahat Edo.
Ades terkenal sebagai siswa yang cerdas terutama untuk pelajaran matematika. Ia dengan mudahnya menyelesaikan pertanyaan integral lipat tiga atau membuktikan 1 + 1 = 2.
Lepas SMA, Ades memilih jurusan kedokteran Universitas Sriwijaya. Ia berhasil membuktikan bahwa apa yang pernah diucapkan oleh guru biologinya tidaklah benar. Bersama dengan yenni dan icha, yang juga memilih jurusan kedokteran di kampus yang sama, mereka membentuk girl band “TigaNagaImOeTz”.
Setelah merengkuh gelar dokter, Ades memutuskan menikah dengan seorang pria berprofesi sama. Pria beruntung ini menyunting Ades pada tanggal 21-12-13. Selang sehari kemudian mereka melangsungkan resepsi pernikahan.
Pernikahan mereka dihadiri oleh beberapa orang teman SMA. Entahlah apakah sang guru biologi hadir di pesta pernikahan tersebut. Lucu juga kalo ada pengantin yang berteriak lalu menangis tersedu di pelaminan.
Laporan dari temen gue yang datang, tidak ada aksi drama tereak atau tangis. Gue jamin, guru biologi bersangkutan tidak hadir.
Selamat Desfri Anggraini, Kamu beroleh predikat ke-15.