#25 Hartawan Mulya
April 24, 2015 § 1 Komentar
Otak manusia bekerja dengan sangat selektif. Ingatan-ingatan, bacaan, momen yang penting dan berkesan akan tersimpan dalam otak besar. Sementara hal lainnya yang dianggap tak berguna tidak akan dijadikan ingatan jangka panjang, mungkin juga dihapus.
Di antara cuplikan cerita lampau, aktifitas bareng temen SMA adalah salah satu momen yang cukup mengabadi. Menurut salah satu artikel, sahabat di SMA akan menjadi temen sejati selamanya. Meskipun sepakat dengan isi tulisan tersebut namun terkadang gue cukup kesulitan buat retrieve cerita-cerita saat masih berseragam putih abu. Setidaknya ada dua faktor yang menghambat yaitu isi otak gue yang semakin penuh dan memaksa file-file lama tergusur dan faktor kedua adalah sedikitnya momen bareng si objek cerita. Lebih-lebih jika harus bercerita tentang temen-temen perempuan. Oleh karena itu, gue perlu melakukan observasi jika dan hanya jika objek cerita gue adalah Mawar, Indah, atau Santi.
Gue juga ingin menyampaikan disclaimer. Walau sebagian tulisan tentang temen-temen gue berdasarkan kisah nyata namun sebagiannya lagi adalah hasil rekaan guna menambah panjang jalan cerita dan agar tidak terkesan terlalu formal dan serius. Ini blog bukan jurnal ilmiah.
Cerita kali ini akan fokus membahas sosok bernama lengkap Hartawan Mulya Desra Amin, putra seorang polisi. Ia bisa dipanggil Harta, Wawan ataupun Hartawan. Namun di sekolah doi lebih diakrabi dengan panggilan ‘Boy’. Gue tidak terlalu inget asal mula Hartawan dipanggil dengan ‘Boy’. Yang jelas tidak ada hubungan dengan Ongky Alexander karena Boy yang satu ini kurang tampan. Hanya 3 orang yang pernah bilang bahwa Boy itu cakep yakni Ibunya, ayahnya dan satu lagi adalah bencong di warung pecel lele saat Boy ngasih receh seusai mereka ngamen. Itu pun di bawah ancaman banci yang memberikan pilihan uang receh atau grepe. Arghh!.
Gue yakin, jika tulisan ini dibuat 10 tahun lalu dan berisikan pertanyaan ‘hal apa yang paling kalian inget tentang Boy’ maka temen-temen kelas gue, tanpa komando, akan berseru… ‘MESUMMMM’. Yes, bersama dengan Hendra Nopriansyah, mereka berdua sangat terkenal dengan Batman-Robin nya hal-hal berbau pervert.
Boy adalah ketua kelas kami saat menginjak kelas 3. Secara bergiliran, setiap edisi kenaikan kelas, kami selalu mengganti perangkat kelas. Selama tiga tahun, Boy selalu duduk satu bangku dengan Dedy Anugerah Rinaldi. Prestasi sekolahnya tidak semencolok Marina, Marini maupun Marimar. Auw. Tapi untuk pelajaran biologi khususnya anatomi tubuh manusia dan proses reproduksi, mungkin boy jauh lebih menguasai daripada guru biologi itu sendiri.
Banyak hal kocak juga memalukan yang pernah dialami oleh Boy. Suatu ketika, Gue dan para siswa lainnya menghabiskan tahun baru di salah satu pantai di Bandar Lampung. Ini bukan tentang bromance atau lanjutan kisah Brokeback Mountain. Acara yang kami adakan bertujuan untuk menambah keakraban sekaligus refreshing setelah bagi raport pergantian semester. Guna menambah keseruan, kami menyewa satu gerbong kereta engkap dengan AC, TV kabel, Wifi 4G, hingga Jacuzzi. Sampai suatu ketika salah seorang Masinis jitak kepala gue karena sudah mengkhayal terlalu jauh.
Cerita kita skip hingga setibanya di pantai.
Di pantai kami mandi dan bermain pasir. SELESAI…..!.
APAAA??? Segitu doang? *Dilempar batu akik*.
Setelah beberapa waktu bermain dengan pasir, kami kemudian mendatangi salah satu toko souvenir yang berjajar rapih. Kami berniat mengoleksi satu-dua pernak-pernik sebagai bukti bahwa kami benar-benar jalan-jalan ke lampung. Di tengah kekhusyukan memilih dan memilah, terdengar sedikit kericuhan. Ternyata Boy sedang meminta maaf kepada seorang ibu paruh baya.
“Apa yang terjadi” pikir kami.
Tak lama kemudian, setelah agak menjauhi toko, Boy berkisah bahwa saat ia tengah memilih souvenir yang letaknya di bagian bawah lemari sehingga mengharuskannya jongkok, ia mendapati sebuah betis di sebelahnya tengah berdiri kokoh. Boy merasa terganggu dengan keberadaan betis tersebut karena sangat merusak mood. Sontak saja, tanpa perlu menunggu Farhat Abbas tobat, Boy yang dengan pedenya mengganggap kaki itu milik periawan (salah seorang temen kami) menarik kaki tersebut untuk dijauhkan sambil berucap ‘minggir kauu’…. (Gue nulis ini sambil ngakak sendiri).
Boy lupa satu hal bahwa betis Peri berbulu lebat mirip kulit rambutan yang diolesi minyak firdaus. Setelah menyadari bahwa telah terjadi sebuah kesalahan, Boy pun mendongak dan mendapati seorang emak-emak tengah kebingungan dan speechless. Mungkin yang ada di benak dan lidah ibu itu hanyalah.
‘KUKUTUK KAU MALING KUNDANG’.
Sebelum dikutuk menjadi batu, Boy pun meminta maaf karena telah salah sangka. Kami yang mendengar cerita itu tak bisa menahan tawa dan bersorak hingga berderai air mata (lebaaay). Karena dari apa yang pernah gue denger, sahabat itu adalah orang yang menertawan kebodohan saat kalian dihinggapi sial tapi memuji kalian di saat kalian tak ada. Ah, gue emang jago ngeles :P.
Begitulah Boy. Jika 10 tahun lalu ia lekat dengan hal-hal yang rada mesum maka apabila pertanyaan ‘Apa yang paling kalian inget tentang Boy’ dimajukan 5 tahun setelahnya maka yang akan kami inget adalah sosok seorang Polisi. Yang MESUM :D.
Boy dan polisi tidur adalah dua sosok polisi yang tidak membuat kami takut jika melakukan pelanggaran lalu lintas.
Saat awal bertugas menjadi polisi, Boy mendapatkan tugas untuk memegang water canon, semacam semprotan air yang digunakan untuk memukul mundur demonstran. Untungnya Boy tidak pernah bertugas menjadi polisi lalu lintas. Karena gue khawatir setiap saat dia ngeliat plang ‘Hati-Hati di Jalan’ dia bakalan deketin plang tersebut dan bilang ‘MAKASIH YA UDAH PERHATIAN BANGET SAMA AKU’.
Sebelum menjadi polisi, Boy pernah terdaftar sebagai mahasiswa jurusan biologi universitas sriwijaya meskipun hanya bertahan selama dua semester.
Boy akhirnya menikahi wanita yang telah lama dikenalnya yang bernama Sisilia mey cintanya harta (Ini nama bukan kalimat). Dari nama yang ada di akun facebook-nya saja Mey nampak sangat mencintai hartawan. Setelah menikah gue percaya Boy akan mengganti namanya menjadi ‘Hartawan akan celalu menjaga cinta Mey’ atau ‘Boy Cayangh Mey Angedh Campe M4uT MeM1s4hk4N’ (tambah emot :* :*).
Selamat Pak Ketua Kelas, kamu berhak untuk gelar ke-25.
#24 Endang Tepo Palupi
April 15, 2015 § 1 Komentar
Menulis itu tidak mudah, lebih-lebih bagian prolog. Makanya, gue terkadang kewalahan mencari preambule untuk cerita yang isi dan kesimpulan telah gue rampungkan sewindu sebelumnya. Pembukaan sebuah tulisan kadang lebih ribet daripada nemenin cewe belanja. Tapi kalo istri gue mah pengecualian. Dia ga suka keliling ke semua toko demi mencari harga baju yang hanya selisih lima ratus perak *kedip-kedip*.
Menulis itu mudah mungkin hanya ada dalam kisah Dijah Yellow dengan novel Rembulan Love-nya. Tahu Dijah Yellow? tahu novelnya?. Kalo lo ga tau, lo kebangetan. Penggiat media sosial sangat mengenal Dijah Yellow sebagai artis media sosial yang naik daun karena tingkat pede dengan level Bintang Canis Majoris. Selain foto-foto ‘mempesona’ di Instagram, Dijah telah menghasilkan sebuah novel yang diselesaikan hanya dalam waktu 10 hari. Iya, 10 hari. Lebih hebatnya lagi, novel ini rampung tanpa menggunakan editor. Amazing. Covernya tak kalah keren. Khas buku Teka-Teki Silang.
*****
Untuk kesekian kalinya, gue akan bercerita tentang temen kelas gue yang menikah. Setelah Chotimah yang lebih dulu berijab qabul pada awal Maret, dua minggu kemudian, temen gue lainnya menempuh jalan yang sama.
Nama lengkapnya Endang Tepo Palupi tapi biasa dipanggil dengan Marsha. Haha, Ndak lah. Doi sehari-hari dipanggil dengan Endang. Sosok mungil satu ini adalah satu dari tiga personel Lingua kelas kami. Duanya lagi, Aas dan Fachrie telah lebih dulu mengakhiri masa lajang. Bukan, mereka bertiga tidak membentuk grup vokal selama kami sekolah dulu. Endang, Aas dan Fachrie memiliki tanggal lahir yang sama yaitu 23 Maret 1989. Sebuah kebetulan mereka berkumpul di satu kelas selama menyelesaikan sekolah menengah atas.
Gue cukup memiliki hubungan akrab dengan Endang karena selama kepengurusan Kerohanian Islam di SMA, Endang adalah koordinator akhwat (perempuan) untuk divisi hubungan masyarakat sementara gue bertindak sebagai koordinator umum. Dengan jabatan yang sama, maka sangat mungkin gue banyak berinteraksi dengan doi. Gue paham betul kenapa gue dan Endang sama-sama ditugaskan untuk memegang jabatan sebagai divisi kehumasan Rohis. Kami berdua sama-sama berisik dan talkative sehingga ‘bakat’ tersebut diarahkan sesuai dengan kebutuhan.
Dari kacamata gue selama tiga tahun sekelas, Endang adalah sosok siswi yang teges, suaranya kenceng dan kalo jalan ga kenal istilah ‘rem’. Dia bisa jalan ngeloyor tau-tau muncul di Senegal.
Salah satu hal yang paling gue inget tentang Endang adalah saat pelajaran Bahasa Indonesia. Sang guru meminta kami memainkan sebuah roleplay. Kebetulan gue dan Endang berada di satu kelompok. Di tengah dialog, tetiba Endang menggunakan kata ‘absurd’ untuk mengekspresikan rasa kecewa pada lawan dialognya. Saat itu, ‘absurd’ belum menjadi kosakata yang familiar buat kami. Seusai pelajaran, ‘absurd’ terngiang-ngiang di otak gue. Mau makan teringet ‘absurd’. Mau tidur keinget ‘absurd’. Mau jogging keinget mantan. Eh maap. Mantan darimana, pacaran aja kagak pernah :(.
Di waktu yang lain saat pelajaran kesenian, ibu guru melakukan pengambilan nilai dengan membuat kelompok yang terdiri dari 8-10 orang untuk menyajikan penampilan musik seperti ‘koor’ atau, jika memungkinkan, menampilkan drama musikal semisal ‘glee’ atau sinetron ind*siar yang dikit-dikit nyanyi diiringi naga dengan special effect photoshop. Penilaian akan dilakukan berdasarkan kekompakan, harmonisasi dan juga kostum yang digunakan.
Setiap grup berbusana dengan baik dan rapih kecuali kelompok gue yang lebih mirip pemain lenong. Entah apa yang ada di pikiran kami waktu itu dan kenapa juga tidak ada yang protes dengan cara kami berpakaian yang sama sekali tidak mengikuti kaidah aturan berpakaian yang baik dan benar. Crap!.
Sebelum pengambilan nilai masing-masing kelompok, kami diberikan kesempatan untuk melakukan gladi resik guna memantapkan penampilan. Sayup terdengar oleh gue harmonisasi yang apik lagu dari Hadad Alwi. Diselingi oleh permainan gitar yang tak kalah baiknya, kelompok yang mengenakan seragam warna pink ini nampak sangat meyakinkan. Endang adalah salah satu personelnya. Sebagian besar personel grup ini adalah punggawa Rohis Sekolah sehingga wajar diisi oleh para akhwat-akhwat berjilbab. Agar kompak, semua anggota kelompok itu mengenakan jilbab. Iya, termasuk Fachrie, Idris, Hendra, dan Dedy :D.
“Wah, kelompok ini pasti dapet nilai gede” pikir gue setelah melihat penampilan mereka pada saat latihan.
Yak, tibalah Endang bersama grupnya naik ke panggung.
“Jreng…” Fachrie mulai memainkan gitarnya. Yang kemudian disusul oleh paduan suara sepersekian detik kemudian.
‘Engkau mengenalnya, insan yang utama’.
‘Lelaki pilihan, menjadi utusan,.
Setelah lirik dinyanyikan, gue menangkap sinyal fals sejak huruf pertama terdengar. Ternyata bener. Ada satu jenis suara yang tidak harmonis dengan suara lainnya. Suara ini nampak one man show. Dan gue tau persis suara ini karena agak nyempreng tapi bass nya gede. Wah, tidak salah lagi pasti ini suara Momo Geisha. Ya ga mungkinlah. Itu suara Endang Tepo. Entah apa penyebabnya, harmonisasi yang ditampilkan pada saat latihan lenyap seketika saat berlangsungnya pengambilan nilai. Dan semua menjadi kalut.
Seusai tampil, kelompok ini nampak sangat lesu. Fachrie sibuk mengomel karena harmonisasi yang diciptakan saat latihan tidak berhasil ditularkan pada saat penampilan di panggung. Gue pun senyum-senyum sendiri.
Memang harus disadari bahwa seseorang yang memiliki suara bagus tidak selalu bisa tampil dalam grup. Karena Victoria Adams mungkin lebih ciamik tampil bersama Spice Girls tapi Beyonce sepertinya lebih memukau saat tampil sendiri. Terus apa hubungannya dengan Endang? Ga ada, gue cuma nambah-nambahin tulisan aja. Hahaha.
Ngomongin Endang maka kita tidak bisa terlepas dengan sosok bernama Agustin Rosalina alias Anggi karena mereka satu paket. Dari sejak awal SMA, bahkan SMP, mereka selalu bersama. Persis Ipin-Upin. Kemana-mana bareng. Akan sangat sulit menemukan Endang tanpa Anggi. Mereka berdua mengingatkan kita pada Si buta dari Goa hantu dengan Kliwon :D. Namun semenjak kuliah, mereka terpisah. Anggi memilih bergabung bersama Iko Uwais ke Padang, Sumatera Barat untuk berburu kitab suci. Sementara Endang setia bertahan di Palembang guna menyelesaikan pendidikan S-1 di Universitas Sriwijaya.
Selesai kuliah, Endang akhirnya mendapatkan pekerjaan di Lampung sebagai guru SMP. Ini yang dari dulu membuat gue khawatir. Khawatir kalo kalo orangtua murid sulit membedakan yang mana siswa yang mana guru. bahahaha. Ampun Ndang.
Endang akhirnya menikah pada tanggal 15 Maret 2015 dengan seorang pria asal Cirebon yang juga adalah pegawai bea cukai. Di tanggal yang sama, temen kami lainnya, Hartawan Mulya juga melakukan pernikahan. Cerita tentang pernikahan Hartawan akan gue bahas di tulisan berikutnya. Selamat Endang, kamu mendapatkan peringkat ke-23. Semoga menjadi keluarga yang barokah.
#23 Chotimah Agustia (Chimot)
Maret 30, 2015 § Tinggalkan komentar
Belakangan ini kerjaan di kantor bener-bener lagi banyak. Hampir setiap hari gue mesti mengunjungi customer mulai dari trial, problem solving hingga memberikan training. Padatnya rutinitas itulah yang menjadi alasan gue untuk tidak bisa lebih sering mampir mengunjungi blog apalagi membuat tulisan baru. Walaupun begitu, gue tetap berusaha sekuat tenaga, sekuat kamehameha untuk setidaknya membuat satu atau dua tulisan baru setiap bulannya. Karena gue memegang teguh moto Jasamarga ‘Semua Ada Jalannya’.
Tulisan kali ini, seperti yang sudah-sudah, akan bercerita tentang temen kelas gue yang telah menikah. Sejujurnya gue sudah kehabisan ide untuk merangkai kata-kata menjadi kalimat yang akan bersimponi menjadi tulisan bertemakan pernikahan temen SMA gue. Maka saat temen gue Desni berkata bahwa tulisan tentang Maya sungguh jayus, gue pun hanya bisa terpaku. Walau sebenernya, dalam kacamata gue, tulisan tersebut tidaklah segaring itu. Tapi gue sadar, gue cowo. Cowo selalu salah. KZL!
Meskipun begitu, gue tetep berusaha menulis kembali kisah tentang temen-temen kelas gue yang telah menikah. Karena gue sadar, ganteng aja ga cukup buat kamu. Lah?!.
Kali ini tulisan gue akan membahas sosok perempuan. Tapi tidak berkalung sorban. Tidak juga jenggotan. Panggil saja ia bunga. Perempuan ini adalah temen SMP sekaligus temen SMA gue. Gue satu kelas sama doi sejak kelas 1 SMP. Tidak. Tidak ada benih-benih cinta di antara kami. Tolong jauhkan segala pernak-pernik FTV di otak kalian.
Nama lengkapnya adalah Chotimah Agustia namun lebih diakrabi dengan Cimoth. Dinamakan begitu karena dia adalah anak bungsu. Sering banget kan kita denger ‘khusnul khotimah’ yang artinya adalah akhir yang baik. Nah berangkat dari ucapan yang lazim kita dengar, gue bisa menyimpulkan bahwa ‘khotimah’ berarti penutupan/akhir.
Jujur, tidak banyak yang gue inget tentang Cimoth walaupun enam tahun kami satu kelas. Selain menjadi siswa sekolah di SMP kami dengan usia paling muda, hal lain yang gue inget adalah gue dan Cimoth pernah berada di satu genk.
Seperti anak-anak SMP lainnya yang labil dan sedang mencari jati diri, kami membuat sebuah klub eksklusif berdasarkan teritori posisi bangku kelas. Kami menamai genk ini dengan pensil-peruncing (rautan), Kelompok remaja yang terdiri dari 5 pria dan 4 wanita. Filosofi nama ini diambil dari asas saling melengkapi antara kedua benda tersebut. Tanpa peruncing, apatah arti sebatang pensil kayu. Ia tumpul tak bisa berfungsi dengan baik. Tak bisa digunakan untuk mengisi LJK. Tanpa rautan, pensil hanyalah seonggok makhluk tak bernyawa yang nista *drama*. Pun sebaliknya. Tanpa pensil, apa fungsi rautan itu. Apa yang mau diraut? jari?. Tanpa pensil, rautan hanyalah sebliah pisau tumpul yang cerminnya sering disalah gunakan para anak bermental bejat. IYKWIM.
Cimoth adalah anak yang cerdas dan selalu mendapatkan peringkat yang baik di SMP. Namun tak ada gading yang tak bertulang. Pernah suatu ketika sekolah kami tengah mengadakan ujian kenaikan. Gue inget banget ujian ini. Kenapa? Karena ada bintang kelas yang bertanya pada makhluk fakir nilai macem gue. Cimoth sekonyong-konyong bertanya.
“Psst, siapa penyanyi yang paling sedih?”
Gue kaget saat seorang Cimoth tiba-tiba nanya tentang penyanyi. Padahal saat itu ujian Penjaskes. Gue nyerah dan nanya balik.
“Siapa?”
“Melly” Jawabnya.
“Melly siapa?” Gue balik nanya.
“Mellyhatmu bahagia bersama dengan yang lain”
“…”
Sebenernya yang ditanyakan Cimoth waktu itu adalah bahasa Indonesianya fuel itu apa. Lah gue minder. Kalo doi yang pinter aja ga tahu apalagi gue. Gue sadar kalaupun gue tahu, jawaban gue pasti salah. Kenapa? karena lagi-lagi ini permasalahan gender. Cowo selalu salah, bukan? Padahal Cimoth bisa menjawab dengan ngasal semua pertanyaan saat ujian. KARENA WANITA SELALU BENAR.
Tapi, Kalo gue bilang ga tau, gue bakalan lebih akan menderita lagi saat mendengar ucapan “iya. Aku gapapa kok”. Cewek kan emang gitu. Pura-pura bilang ‘Tidak apa-apa’ padahal menyimpan dendam kesumat sambil ngasah piso.
Untuk menghindari kondisi yang lebih runyam. Sesaat setelah Cimoth nanya, gue pura-pura setep dan mulai kejang-kejang sambil mengaum suara macan. Saat ditanyai kenapa gue bisa jadi macan. Gue bilang “Dengan bisk*uat, semua bisa jadi macan”.
Sejak SMP, Cimoth dikenal sebagai anak yang pendiem. Berbeda dengan kakak-kakaknya yang lebih heboh. Walaupun pendiem, anak satu ini kalo ketawa pake double stereo plus bass. Sifat pendiem ini tak banyak berubah pun ketika ia menjadi temen kelas SMA gue selama tiga tahun. Walaupun pernah ngegenk bareng, hal itu tak membantu banyak interaksi kami saat SMA.
Gue tidak pernah mengamati Cimoth secara detail. Tapi menurut salah satu sumber, kerudung yang ia kenakan haruslah lancip di ujungnya. Lancipnya pun harus didesain sedemikian rupa sehingga terbentuk sudut 35 derajat dengan ketebalan kain 3 cm. Bahkan ia bisa pusing jika tidak mengenakan kerudung dengan model tersebut. Gue bingung, setau gue yang boleh pusing cuma kepalanya Barbie.
Lepas SMA, Cimoth melanjutkan pendidikannya ke Jurusan Arsitektur Universitas Sriwijaya. Ia berkumpul kembali dengan temen kelas kami lainnya, Aas. Empat tahun kuliah, ia lulus dan kemudian bekerja di sebuah developer perumahan. Pada tanggal 8 Maret 2015, ia menikah dengan seorang pemuda bernama Fatahilah di Palembang, Sumatera Selatan.
Walaupun gue ga bisa dateng, tapi doa terbaik selalu kami panjatkan agar kelak pernikahan kalian berbuah keberkahan seperti inti dari doa yang diajarkan Rasul kepada setiap insan yang menikah. Selamat Chotimah, kamu di posisi 23 :D.
#22 Maya the KID
Februari 8, 2015 § 1 Komentar
Sekitar tahun 2008, dunia permusikan Indonesia diriuhkan dengan kehadiran lagu kepompong milik Sindentosca. Lagu yang berisi tentang persahabatan ini menjadi sangat viral hingga terdengar di setiap pelosok kota dan desa. Pada bagian reff lagu terdapat nafas baru bagi ilustrasi sebuah persahabatan. Buat Jalu sang vokalis, persahabatan itu bagai kepompong. Yang satu kepo satunya lagi rempong. Gila lo cyn!.
Entah mengapa, buat gue, kepo dan rempong bak dualisme yang berada dalam satu tubuh. Ibarat dwitunggalnya Indonesia, Pak Soekarno dan Hatta. What the….
Gue sering terjebak dalam situasi dimana gue harus menjadi orang yang kepo untuk selanjutnya berubah menjadi rempong. Lebih-lebih untuk urusan pernikahan temen-temen SMA gue. Sudah lima tahun lebih sejak pertama kali tulisan tentang Suchi Marsely, alumni SMA kelas kami yang pertama kali menikah, termuat dalam blog ini. Dari lima tahun perjalanan tersebut, total sudah ada 21 orang yang menikah. Jumlah tulisan di kategori ‘IPA A’s Wedding’ memang berjumlah 22 karena tulisan tentang Vidia dipecah menjadi dua bagian. Kalian pun bisa menikmati eskalasi tulisan gue sejak tahun 2009 hingga kini.
Jika dirata-rata maka dalam setahun terdapat empat orang yang menggenapi separuh agamanya. Dari 21 orang tersebut, enam di antaranya adalah pria. Dan tulisan kali ini akan membahas pernikahan ke-22. Adalah Maya Savitri yang merengkuh gelar ke-22 tersebut.
*****
Sejak berkumpulnya kami di kelas 1 SMA, Maya hidup layaknya siswa biasa. Dia tinggal di dalam rumah nanas di bawah air, bekerja paruh waktu di restoran burger, memiliki teman yang menyebalkan dan punya hewan piaraan seekor siput.
‘Biar gue tebak, pasti dia punya temen seekor bintang laut warna merah muda, kan?’
‘Tepat sekali’
Maya menjalani kesehariannya dengan normal. Tidak ada yang aneh. Sampai sebuah kericuhan terjadi di kelas kami.
Suatu hari di kelas 3 SMA, kami tengah melakukan pengambilan nilai untuk mata kuliah kesenian dengan tugas pembacaan puisi atau semacamnya. Gue ga begitu inget detailnya. Di tengah keheningan dan kesyahduan puisi ‘hujan’ yang dibacakan oleh Peri, kami dikejutkan oleh sebuah sms misterius yang masuk ke inbox Edo (Al Ridho).
‘SIAL, ternyata undangan Line Let’s Get Rich’ *diludahin sekelas*.
Sms itu semacam teka-teki yang berisi soal-soal kimia. Yang paling gue inget adalah ada tulisan ‘rx’ yang merupakan singkatan untuk ‘reaksi’. Di ujung sms, terdapat inisial ‘1412’, jika tak salah. ‘Waduh. Hebat sekali’ pikir kami. Kami menduga pengirim sms ini adalah seorang psikopat yang teracuni zat kimia. Ia nyaris menang togel dengan memasang empat angka.
Tapi, apa motivasinya? Padahal UN masih jauh. Dan kenapa mesti Edo? Kenapa bukan Edi?. Benarkan ‘1412’ adalah kode togel empat angka?.
Peri langsung maju ke depan. Berbekal komik Detektif Conan, ia melakukan analisa-analisa sambil sesekali bergumam. Bagi penggemar berat detektif rekaan Aoyama Gosho, 1412 adalah identitas ‘Kid’, seorang tokoh misterius yang beberapa kali tampil dalam komik Conan. Kid digambarkan sebagai seorang pencuri yang memiliki kemampuan untuk memanipulasi suara dan kecerdikan lainnya hingga sangat sulit untuk ditangkap. Sangat mungkin, pelaku pengiriman sms misterius adalah seorang fans die-hard nya Detektif Conan dan Aoyama Gosho. Tiba-tiba, tanpa komando, mata kami serentak memandang ke arah Peri.
Ternyata, tidak hanya Edo yang mendapatkan ‘teror’. Temen satu kelas kami yang lain mendapatkan sms serupa. Kelas pun jadi ramai, mengadu sampai gaduh. Semua orang mulai menerka, siapakah pelaku pengiriman sms. Di saat tengah menganalisa kasus ini, hape gue berdering.
‘TINUNG’
‘Wah gue dapet sms terror juga’ pikir gue.
‘Tolong isiin mama pulsa dulu. Yang 50.000. Mama lagi di kantor polisi. Jangan hubungi mama dulu ya. Awas kalo ga. Mending mama minta pulsa daripada mama minta naik haji. Huft!’
‘Argh, demi naga indosiar. Sialun!’.
Tidak ada yang mengaku siapa pelaku dan apa motivasinya. Yang kami tahu hanyalah ia menggunakan nama samaran ‘kid’. Setelah melalui reka ulang kejadian yang cukup rumit (sebenernya gue lupa bagaimana kronologinya), sosok makhluk misterius tersebut mengerucut pada satu nama yaitu Maya. Seinget gue, ga ada klarifikasi dari Maya bahwa dia lah yang mengirimkan sms misterius tersebut. Ia juga tak melakukan pembelaan atas ‘tuduhan’ yang diberikan. Dan agar lebih mudah membuat kesimpulan, diasumsikan saja bahwasanya Maya Savitri lah yang menjadi pelaku pengiriman sms tersebut.
Sejak kejadian itu, kami menjuluki Maya dengan ‘Maya the Kid’.
Sosok anak satu ini bener-bener tak terduga. Di tengah kesibukan kami menyelesaikan soal-soal biologi dan kimia di kelas, ia tanpa basa-basi berhasil menorehkan sebuah prestasi dengan memenangkan sebuah karya illmiah tingkat nasional (kalo tidak salah). Pencapaian yang luar biasa untuk sekolah kami.
Di kelas, Maya setia untuk duduk satu bangku dengan Apria Mariyati sejak kelas 1 SMA. Sejak meninggalkan sekolah, ia menempuh pendidikan di sekolah farmasi walaupun pada saat bersamaan diterima di Institut Pertanian Bogor. Saat ini Maya bekerja di Rumah Sakit Umum Darah Sungai Liat, Sumatera Selatan.
Pada Hari Jumat tanggal 12 Desember 2014, Maya menikah dengan Pahlevi di Palembang. Sebuah kebahagiaan bagi kami saat mengetahui ada satu lagi temen kelas yang menikah. Alhamdulillah, undangannya tidak berupa sms misterius. Well, Selamat untuk Maya atas gelar ke-22 nya. Semoga menjadi keluarga yang barokah.
#21 Annisa Septrina
Desember 31, 2014 § Tinggalkan komentar
Namanya Annisa Septrina. Seperti sudah menjadi aturan baku, sesiapa saja yang memiliki nama ‘Annisa’ maka nama panggilan wajibnya adalah ‘Ica/Icha’. Memang masih menjadi misteri siapa orang pertama yang mempelesetkan ‘icha’ untuk seorang ‘Annisa’. Tapi itu masih lebih mending daripada gue yang bernama lengkap ANDRI WIJAYA tapi dipanggil dengan ‘DODO’. Mengapa oh mengapa temen SMA gue harus menggunakan ‘Dodo’, yang lebih mirip nama makanan, buat manggil gue. Gue lebih respek kalo dipanggil dengan ‘ANDREW’,’JAY’ atau ‘ALEX’. Alex?
Sungguh suatu kebetulan istri gue juga bernama Annisa. Untungnya dia tidak dipanggil dengan nama panggilan untuk Annisa pada umumnya. Hemat gue, tidak hanya mereka yang bernama Annisa yang dipanggil ‘Ica/Icha’ melainkan semua nama yang berujung ‘Isa’. Mulai dari Merissa, Marisa, Larissa hingga Farisa. Bahkan adik kelas gue juga minta dipanggil ‘Icha’ padahal nama aslinya adalah Mahmud.
Jadi, Annisa Septrina a.k.a Ica adalah temen kelas gue semasa SMA. Sama dengan sebelum-sebelumnya, gue seolah punya ‘kewajiban’ untuk menceriterakan kembali tentang mereka yang menikah sesuai dengan perspektif dan sisa-sisa ingatan gue. Semakin lama temen kelas gue menikah, ingatan gue tentang momen-momen bareng mereka akan semakin pudar. Jadi lebih baik kalian menikah lebih cepat teman jika ingin cerita kalian termuat dalam blog ini. CEILE!.
Annisa selalu nampak berbeda di kelas. Di saat ponsel masih barang langka di SMA, dia sudah memiliki ponsel yang bagus. Saat itu, jika tak salah, ponselnya adalah Nokia Daun (Nokia 7650). Sementara ponsel kebanyakan adalah nokia 3310. Ponselnya boleh lebih bagus, tapi kalo dibanting dari ketinggian 3 meter dengan sudut elevasi 45 derajat maka dimanakah ponsel tersebut akan jatuh? What thee…. Nokia 3310 jauh lebih kuat dan tangguh dibandingkan Nokia seri lain di zamannya. Amerika bahkan menggunakan Nokia 3310 pada saat perang dunia ke 2. Bukan nuklir seperti yang banyak diberitakan.
Gue pernah satu kelompok dengan Icha saat praktikum biologi. Bersama dengan Peri, kami bertiga diharuskan untuk membuat nata de coco. Entahlah, itu kelas biologi atau seleksi peserta master chef Indonesia. Nata de coco dibuat dengan menggunakan semacam bakteri seperti pada proses fermentasi singkong menjadi tape. Tidak banyak ilmu yang kami (gue khususnya) peroleh dari percobaan itu. Rasanya tidak ada penjabaran ilmiah tentang praktikum tersebut. Kami lebih banyak belajar ilmu SABAR. Sabar menanti kapan nata de coco siap dimakan.
Praktikum di SMA gue lebih bernuansa kuliner. Selain membuat nata de coco, gue dan temen-temen juga suatu saat diharuskan membawa es krim guna mengamati sifat koligatif. Gue rasa harus ada pergantian nama dari SMA Negeri menjadi SMK Tata boga.
Selama SMA, Icha duduk satu bangku dengan Suchi Marsely. Suchi adalah anggota kelas kami yang menikah pertama kali. Mereka satu rombongan dengan Al Ridho, anak laki-laki paling rusuh di kelas (Setiap cerita pasti ada tokoh yang seperti ini), dan juga Sonia. Gue sering melabeli mereka dengan GENG HEDON, mengacu pada aktifitas mereka relatif terhadap temen satu kelas. Mirip-mirip Geng Cantik-nya Cinta, Maura dkk.
Ica, seinget gue, adalah anak basket. Bukan, ibu bapaknya bukan basket. Maksud gue, Ica jago main basket dan ikutan ekskul tersebut. Jayus ya? Ah sudahlah. Dengan postur yang mumpuni, rasa-rasanya Ica memang cocok ikutan ekstra kurikuler ciptaannya James Naismith.
Menurut guru sosiologi SMA gue, segala sesuatu yang ada di dunia ini berubah kecuali perubahan itu sendiri. Awalnya gue sepakat dengan pendapat beliau hingga gue menyadari bahwa ada hal lainnya yang tidak berubah yakni rambut Ica. Sejak kelas 1 SMA, Ica dan rambut panjangnya tak terpisahkan seperti Fenny Rose dan Agung Podomoro (sst, harga naik besok). Sejak Si Doel masih kuliah sampe sekarang jadi Gubernur Banten, panjang rambut Ica segitu-gitu saja, modelnya pun juga. Mirip konstanta percepatan gravitasi yang 9.8 gram/meter kuadrat. Sayang, tidak ada audisi pemilihan bintang iklan shampo di sekolah kami. Jika ada, Ica pasti terpilih. Setidaknya untuk shampoo KODOMO.
Ica termasuk tipe family woman. Ia nyaris saja menjadi anak bungsu sampai suatu ketika ibunya melahirkan sang adik. Kedekatan itu pula yang menjadikan Ica bercita-cita menjadi seorang dokter mengikuti jejak sang ayah yang berprestasi di dunia kesehatan. Ica berhasil menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada tanggal 26 oktober ica menikahi Tommy, pria yang sudah dipacarinya sejak 2005. Wow, 9 tahun. Lama ya? Udah mirip kreditan mobil. Alhamdulillah, cinta mereka bersemi di pelaminan. Mereka berdua menikah di Grand Atyasa Convention Center. Semoga kelak pernikahan kalian berdua bernilai ibadah dan berbuah surga. Barokallahu lakuma wa baroka ‘alaikuma wa jamaa baina kuma fi khair.
Selamat Ica dan Tommy, kalian beroleh gelar ke 21.
#20 Hasbullah Suliyansyah, Mr H
September 23, 2014 § 1 Komentar
Banyak hal yang terjadi di dunia ini dan dianggap sebagai sebuah kebetulan. Padahal tidak ada terminologi ‘kebetulan’ dalam sebuah kehidupan. Bahkan setiap daun yang jatuh ke bumi adalah hasil rekayasa Sang Pencipta. Bukan kebetulan juga jika semakin banyak sinetron dengan nama-nama hewan. Setelah Ganteng-ganteng serigala dan Pacarku Manusia Harimau, kita mungkin ke depannya akan disajikan oleh sinetron Mertuaku Kera Tungpei atau Anakku Malu Menjadi Babi. Dengan begini kita akan jauh lebih mengenal dan menyayangi hewan di sekitar kita.
Perkara ‘kebetulan’ tidak hanya menghiasi layar kaca. Syahdan, pada tanggal 6 September 2014 selain sohib gue Periawan yang menikah, sahabat gue lainnya Hasbullah Suliyansyah alias Aas melakukan pernikahan pada tanggal yang sama. Karena Ijab qabul Periawan 2,5 detik lebih cepet, Aas mendapatkan prioritas di nomor lebih besar untuk postingan gue. *Sok penting lu do!*.
Gue mulai kenal baik Aas sejak kami bersama-sama nyemplung di Kelas 1 SMA. Saat itu Aas duduk persis di depan gue dan Peri. Tapi Aas curang, dia pergi ke sekolah ditemenin oleh bodyguard guede yang duduk di sebelahnya. Eh sorry, itu Dedy temen gue ding. Gue mulai susah membedakan mana temen gue mana yang bukan. Peace dedy *Kemudian diinjek-injek Dedy*.
Kontras. Itulah yang akan kalian rasakan jika kalian ada di posisi gue dan peri pada saat itu. Kalian akan menyaksikan sebuah pemandangan yang bertolak belakang antara Aas dan Dedy, terutama masalah postur. Aas yang kecil mungil dengan rambut belah tengah dan muka culunnya dan Dedy dengan ukuran dua (mungkin tiga) kali lebih besar. Saat berdiri bersebelahan, gue terbiasa terpana dengan angka 10 yang tidak simetris di depan bangku gue. Angka ‘1’ nya agak menciut. Mungkin minyak gorengnya kurang panas sehingga bentuknya bantet. Satu hal yang membuat perbedaan tersebut agak sedikit tereduksi adalah mereka sama-sama menggunakan kacamata.
Menikah di waktu yang bersamaan mungkin adalah sebuah kontrak kerja yang harus ditandatangani mereka berdua saat dilantik menjadi ketua dan wakil ketua rohis SMA. Yes, Aas terpilih sebagai wakil ketua rohis untuk mendampingi Periawan. Posisi tersebut semakin mengukuhkan imej Aas sebagai cowo yang keren, shalih, dan berjiwa seni (Menurut fans Aas yang tersebar dari OSIS hingga PMR. Mulai dari Mawar, Melati hingga Bambang).
Wajib diakui, Aas memiliki imajinasi tinggi dalam sebuah nilai seni. Dia sukses membuat kaligrafi dalam bentuk drum dan juga menuliskan lafaz basmalah di bagian atas papan tulis kami yang masih bisa ditemukan hingga saat ini.
Jiwa seni Aas semakin menjadi – jadi. Karena imajinasinya yang kelewat batas, suara dua Aas selalu fals setiap saat kami latihan nasyid di mushola sekolah. Kami sadar bahwa kemampuan interpretasi musik tim nasyid kami yang rendah sehingga tidak mampu mengharmonisasi suara lead vocal dan suara dua oleh Aas. Bahahhaha.. this is absolutely not a compliment. Masih belum puas, Imajinasi yang meledak-ledak itu akhirnya mencapai klimaks ketika Aas dengan percaya diri mengendarai motor melewati turunan dil depan ruang guru sambil berucap ‘ternyata mudah ya naik motor’ dan diakhiri dengan bunyi.. brak.
Motor menabrak trotoar!!!
Teman kami Wahyu lalu memberikan sebuah kayu dan sebuah ban bekas untuk dipukul guna mengobati trauma aas mengendarai motor. Sakitnya di sini *tunjuk dada*.
Jiwa seni Aas bertolak belakang dengan fisiknya yang cenderung vulnerable atau bahasa indonesianya ringkih. Jangan ajak Aas melakukan olahraga berat karena asma yang ia derita bisa kapan saja menyerang. Gue sudah ingetin Aas buat pake Cha*m bod* fit biar asma nya tidak terus-terusan keluar. Tapi ia menolak. Dia lebih memilih mam* p*ko dengan alasan lebih hemat. Alasan inilah yang kerap kali diucapkan aas sehingga kami, dengan semangat 45, menggelari aas sebagai ‘Mr Hemat’ dengan kartu hematnya.
Berbicara tentang fans, udah gue sebutin di atas bahwa Aas diidolai oleh beberapa beberapa cewe di SMA. Sepengamatan gue, ada aja cewe yang tiba tiba menyatakan cintanya ke doi. Mulai dari nembak lewat surat kaleng hingga pake santet. Kadang ayam, tak jarang juga kambing. Garing woyyyy.. Itu sate bukan santet!!!!!
Tapi pada akhirnya Aas menolak mereka semua karena mereka terlalu baik sementara Aas ingin fokus belajar dan mengumpulkan uang untuk menaikkan haji tukang bubur.
Selesai SMA, Aas memilih jurusan arsitektur untuk melanjutkan semangat menggambarnya. Dia juga mulai menulis ke dalam blog. Tulisan-tulisan tersebut berkarakter melow, deksriptif, dengan tata bahasa yang rumit dan dirumit-rumitkan. Sebenarnya kemampuan Aas menulis sudah terlihat ketika ia menghasilkan sebuah cerpen yang menurut gue bagus. Ia, sama seperti gue, sangat menyukai hujan. Beberapa tulisannya memuat tema tersebut. Siapa sangka bahwa ‘hujan’ bak sebuah klu dengan siapa ia akan menikah kelak.
Di kampus, seorang Hasbullah memiliki reputasi yang cukup baik. Gue ga tau pasti apa amanah yang ia emban namun yang gue tahu adalah doi cukup dikenal di kampusnya. Bayangkan saja, hampir setiap lebaran ia silaturahim ke rumah wakil rektor. ‘wakil rektor suka bagi-bagi THR’ ujar Aas. LOL.
Banyak perubahan yang dialami aas setelah melepas seragam abu-abu. Aas yang sebelumnya hanya bisa memukul-mukul ban motor dengan kayu, kini bisa mengendarai motor, mobil, pesawat terbang bahkan siluman komodo indosiar.
Selepas lulus kuliah, Aas bertekad untuk tidak menjadi karyawan. Dengan bakat menggambar dan pengetahuan seputar dunia arsitektur, ia mencoba untuk membangun usahanya sendiri. Jika dulu karya gambarnya mampu menghiasi koran lokal, kini gambar tersebut bertransformasi sebagai sumber penghasilan. Lulus dari bangku kuliah adalah momen kampret di mana orang-orang ga berenti bertanya ‘KAPAN KAWIN?’. Aas pun berencana menggenapkan separuh agamanya.
Untuk ukuran pria, usia 25 tahun adalah fasa galau sudah mulai menjangkiti. Aas pun begitu. Saat gue tanya
‘As, teh nya manis apa ga?
Dia jawab ‘Ga penting manis, yang penting setia’ *muntah asam sulfat*
Sejak sering berdiskusi masalah pernikahan, Aas selalu berujar jika ia mengharapkan seorang dokter sebagai istri. Mengiyakan permohonan nenek, ujarnya. Pada akhirnya Aas memang menikahi seorang dokter. Dokter tersebut adalah adik ipar temen sekelas kami, Faizatul Mabruroh. Sementara Aas sebelumnya memang memiliki hubungan baik dengan kakak sang mempelai wanita. Gue menyimpulkan bahwa ada benarnya jika kita harus memvisualisasikan mimpi.
Mendekati hari pernikahan, Aas nampak semakin ekspresif di media sosial. karena kegemarannya memuat posting yang menstimulus orang-orang untuk reaktif. Kalian bisa trace akun facebook, Path nya di mana ia nampak sangat bersemangat mengakhiri masa lajangnya.
‘Alhamdulillah, buka puasa sendirian untuk terakhir kali’
‘Seneng banget, makan malam sendirian yang terakhir’
‘Akooh b4haGeeaA GhEEl4, BeC0g Ud4H b1$4 Sh0l4T s4m4 iStrEEE’
Akad nikah berlangsung dengan khidmat. Gue dateng ke kediaman setelah menghadiri ijab qabul peri karena waktu acara yang berdekatan. Sementara walimatul ursy dilansungkan sehari setelahnya.
Acara berlangsung dengan sangat meriah. Nampak seringai senyum menghiasi raut sang pengantin. Rona bahagia memenuhi atmosfir gedung. Sedikit canggung nampak terbersit oleh pengantin pria yang merasa ‘risih’ saat duduk bersanding bersama sang hujan. Namun semua kembali larut dalam harmonisasi suara yang dilantunkan oleh Senandung Hikmah. Gue bersyukur Aas tidak tiba-tiba meraih mikrofon dan memenuhi gedung dengan suara dua-nya. Mari berucap hamdalah :).
Walimatul ursy dihadiri oleh banyak orang penting mulai dari rektor, DPP PKS hingga tim nasyid. Selamat akhi, akhirnya ente tahu siapa yang menjadi rahasia Ar-Rahman. Selamat menari bersama hujan. Kini rahasia Ar-Rahman sudah terkuak. Membuka tabir yang selama ini hanya bisa diraba tanpa dirasa. Selamat juga buat Rian Hasni. Semoga keluarga kalian barokah. Selamat untuk gelar ke #20.
#19 Periawan
September 15, 2014 § Tinggalkan komentar
6 September 2014 boleh jadi merupakan hari paling membahagiakan dalam hidup seorang Periawan. Pada tanggal tersebut, Ia melangsungkan pernikahan dengan khidmat di kediaman mempelai wanita di salah satu sudut kota Palembang. Malam hari pada tanggal yang sama, pesta pernikahan meriah diselenggarakan di gedung PUSRI.
Gue pun turut berbahagia dengan pernikahan salah seorang sahabat terbaik gue ini. Karenanya, gue akan mencoba menceritakan kembali sosok Periawan yang gue kenal mulai dari sekolah menengah atas, kuliah hingga saat ini.
Pagi itu, di sebuah sekolah yang terletak di pinggiran Jalan Jendral Sudirman, nampak riuh oleh kehadiran siswa-siswa baru yang culun dan polos. Mereka terlihat berbaris dan berjalan dengan patuh mendengarkan instruksi kakak-kakak OSIS yang terlihat lebih sangar daripada emak-emak yang ketinggalan nonton Sinetron Tukang Bubur. Para senior tersebut ternyata menginspirasi gue untuk bergabung dengan OSIS agar kelak gue pun bisa petantang-petenteng di depan junior yang kemana-mana memanggil gue dengan ‘kakak’. Gagal bergabung dengan OSIS, gue menjadi pelanggan setia Alfa*mart demi mendapatkan sapaan ‘kak’ dari penjaganya. Hiks
Usai masa orientasi sekolah, gue harus menempati kelas 10-B. Di sanalah gue bertemu dengan Periawan untuk pertama kalinya. Dia duduk persis di depan bangku gue. Kelang beberapa minggu, gue harus pindah ke kelas baru yang dikelompokkan berdasarkan nilai selama SMP. Di kelas baru ini gue kembali bertemu Peri dan untuk 3 tahun ke depan kami menjadi tablemate.
Yang paling gue inget tentang Peri selama menempuh pendidikan di SMA adalah ia termasuk anak yang tidak neko-neko, cenderung pendiem, introvert, dan fans garis keras Liverpool. Saking introvertnya, dia kerap kali ketauan ngelamun sambil nyemil semut rang-rang. Selain itu, dia jagoan untuk pelajaran matematika. Beberapa soal yang sulit untuk gue kerjain ternyata dapat diselesaikan Peri dengan memejamkan mata sambil ngupas kulit bawang. Kampret, ini mah guenya aja yang oon :D.
Di kelas, Gue dan Peri dikenal dengan duo pencipta istilah-istilah ‘gaib’. Kami bahkan lebih dulu dikenal dibandingkan Sinta-Jojo. Sayangnya dulu youtube belum ada. Peri handal dalam mencipta dan gue berperan sebagai marketing dahsyat. Kolaborasi maut kami berdua berhasil menciptakan berbagai istilah mulai dari ‘mengenge’, ‘kecipak’, ‘kacang-kacang’ dan ribuan bahkan jutaan istilah yang tidak akan pernah kalian temui di KBBI nya Selo Soemardjan. Hanya siswa di kelas kami lah yang familiar dengan segala penyalahgunaan bahasa Indonesia yang kami ciptakan. Gue tak pernah tahu bagaimana Peri mendapatkan semua ilham dan wangsit untuk istilah-istilah tersebut. Sebagai seorang marketer, tugas gue hanya mendistribusikan semua istilah ke siswa kelas lainnya agar bisa terinternalisasi dalam sebuah simfoni yang mendamaikan hati. Anjay bahasa gue.. Hahaha.
Periawan memiliki jiwa seni yang sangat unik dan luar biasa. Selain piawai dalam membuat istilah, ia juga juara dalam meng(g)ubah lagu, mulai dari ‘menanti sebuah jawaban’ milik Padi hingga lagu-lagu pop-balad Naff. Lirik lagu yang dinyanyikan peri selalu diselipi dengan pernak-pernik detektif ternama, Conan Edogawa. Yoi, doi ngefans banget dengan sang detektif rekaan Aoyama Gosho sampai-sampai kami menyematkan kata ‘OGA’ di belakang kata ‘Peri’ yang diambil dari kata ‘Edogawa’.
Merangkak ke kelas 2 SMA, periodisasi di sebuah organisasi mengharuskan dipilihnya ketua-ketua baru termasuk juga organisasi dimana gue dan Peri bernaung yakni Kerohanian Islam (Rohis). Dengan track record cenderung baik dan tingkah laku yang dianggap paling mewakili maka Peri dipilih menjadi ketua rohis yang baru setelah pemilihan dua putaran diselingi gugatan ke MK.
Sesaat setelah terpilih menjadi ketua rohis baru, mendadak muka peri memerah persis udang yang tengah direbus. Tiba-tiba Rudi Choirudin datang membawa penggorengan. ‘Angkat dan tiriskan’ ujarnya.
Di masa kepengurusannya, Rohis SMA 3 bisa dikatakan mengalami puncak kemajuan. Mulai dari anggota rohis yang berprestasi secara akademik maupun akhlak hingga berbagai pencapaian program kerja yang luar biasa. Karena prestasi tersebut, Periawan digelari dengan ‘Pak Wo’ alias singkatan untuk ‘Pak Ketua’ setelah sebelumnya ia dinamai dengan ‘angel’ merujuk pada namanya ‘peri’ (angel). Agak maksa karena bahasa inggris untuk ‘peri’ harusnya ‘fairy’. Y
Mendekati masa-masa terakhir di SMA, Peri berniat melanjutkan pendidikan di Institut Teknologi Bandung. Where there is a will there is a way. Ia diterima di Jurusan Teknik Fisika ITB. Dan lagi-lagi, gue berjodoh setelah diterima di Jurusan Kimia di kampus yang sama. Bertiga bersama Vidia, kami mewakili SMA N 3 Palembang untuk menempuh pendidikan di Kampus para teknokrat.
Setelah lulus sarjana, Peri diterima bekerja di Malaysia untuk memerankan tokoh Upin. ‘Macem mane nih kak ros. Seronok Sangat’. Kira-kira seperti itulah dialog yang harus dimainkan Peri selama berada di Malaysia. 1 tahun di negeri jiran, Upin memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Upin harus berpisah dengan Kak Ros. ‘Sedih rasenye’ Cakap Upin.
Sekembalinya ke Indonesia, Peri berniat melanjutkan studi ke jenjang magister. Tepat beberapa waktu sebelum pendaftaran ulang, Ia mengikuti rangkaian tes kerja di salah satu BUMN yang bergerak di bidang konstruksi, rekayasa, dan procurement. Sebut saja Wijaya Karya (WIKA). Dan Voila, Wika menerima Peri sebagai salah satu karyawannya. Bener-bener drama. Lebih drama daripada kisah Aliando dan Prilly. Doi akhirnya memilih Wika sebagai tambatan hati ketimbang melanjutkan studi.
Lebaran 2013 adalah salah satu momen di mana gue dan beberapa temen SMA termasuk Peri membulatkan tekad untuk menikah setahun setelahnya. Kami juga menggarisbawahi sebuah niatan untuk membawa istri masing-masing pada lebaran tahun 2014.
Setelah gue menikah pada April 2014, seperti tak mau kalah, Peri juga bersegera melancarkan misinya. Dalam suatu momen, Ia secara serius meminta bantuan teman kami yang bernama Hafiz untuk mencarikan seorang wanita yang bersegera ingin melengkapi separuh agama. Gayung bersambut, Hafiz membantu Peri untuk mencarikan apa yang dimaksud. Setelah beberapa waktu, Hafiz mengenalkan sesosok wanita teman kuliahnya.
Dengan gagah berani, Peri menyatakan niat untuk menikahi sang permaisuri hati. Bak Haruka yang melihat sosok Naruto, sang wanita pun mengiyakan sambil tersenyum malu disertai pipi yang kemerahan sambil sesekali menggigiti ujung kursi.
Yarra Azilzah nama sosok wanita. Seorang dokter muda dengan paras manis. Tak perlu waktu lama bagi mereka berdua untuk meyakinkan diri masing-masing guna melanjutkan mimpi bersama dalam romansa indah pernikahan.
Dalam balutan putih pakaian daerah, Peri dengan lantang mengucapkan ijab qabul untuk menyunting Yarrah. Alhamdulillah, akhirnya pada tanggal 6 September keduanya diikat oleh sebuah perjanjian yang berat. Gue pun turut senang berada di antara mereka. Menyaksikan seorang sahabat yang mengakhiri masa lajangnya adalah sebuah kebahagiaan karena mereka kini tidak lagi menjadi objek bully nomer satu mewakili kaum jomblo :D.
Namun tak ada hadiah dan persembahan seorang sahabat kecuali doa yang mengiringi sebuah pernikahan. Lebih-lebih doa yang saudaranya sendiri tidak tahu jika ia sedang didoakan. Congratulation my best buddy¸ now you are a real man.
Acara Resepsi pun tak kalah heboh :D.
Yang tak Berubah
Agustus 12, 2014 § 1 Komentar
Ada hal-hal yang tak berubah seiring menuanya usia bumi. Ia tetap bertahan dalam posisinya. Terkadang siklus kehidupan mengikis dimensi fisiknya namun secara makna ia rigid. Jauh lebih stabil daripada artis yang suka lepas-pasang jilbab. Idul fitri kemarin menjadi saksi bagaimana ‘kekekalan’ tersebut berlaku. Bukan hanya termodinamika saja yang boleh memiliki hukum kekekalan. Beberapa hal ini juga ‘kekal’ setidaknya buat gue.
Dari tahun 2003, kekonyolan yang dibalut dengan rasa persahabatan yang lebih kental daripada kuah mie sedap kari ayam selalu menyelimuti pertemuan bersama teman-teman sekolah menengah atas. Katanya sih persahabatan tak mengenal usia. Tak perduli seberapa cepat waktu bergulir, segala kegilaan bersama sohib SMA adalah salah satu momen yang mengabadi. Bayangkan saja mulai dari hari-hari yang diisi wajah culun berseragam abu hingga sebagian sudah menikah dan membawa bayi, tingkah laku manusia-manusia pada gambar di atas tak berubah. Yang jayus tetap jayus. Yang heboh masih sama. Ya, karena bagi kami usia hanyalah angka angka yang berderet. Bertambahnya usia tak mengubah perilaku sosok yang pernah hadir setiap senin-jumat selama 3 tahun.
Selain momen bersama sahabat, kehangatan berkumpul bersama keluarga juga tak pernah berubah. Setiap tahun berkumpul bersama keluarga dalam momen idul fitri menjadi energi tersendiri untuk menapaktilasi kisah masa kecil, melihat tumbuh kembang keponakan dan canda-tawa renyah bersama ibu dan kakak-kakak diselingi tangis dan riuh rendah bocah-bocah yang bersautan.
Tahun ini kami tak bersama dengan ayah. Beliau selaku kepala keluarga yang senantiasa memimpin ‘seremoni’ idul fitri setiap tahunnya harus menghadap Allah terlebih dahulu. Kehadiran istri saya dalam keluarga besar kami semoga menjadi pelipur lara untuk menutupi kehilangan sosok sang jagoan pertama.
Keluarga dan sahabat adalah dua faktor yang menjadi magnet untuk selalu ingin kembali ke kampung halaman. Kehadiran mereka menjadi hawa dingin untuk menyejukkan teriknya Kota Palembang. Alhamdulillah gue ga butuh adem sari kalo begini.
Satu hal lagi yang tak berubah selama idul fitri adalah THR. Ssst.. Suka tidak suka, sadar tidak sadar, para kurcaci itu akan menghantui lo dengan todongan dan rengekan
‘Om, THRnya mana?’
#18 Yenni Arista
Mei 31, 2014 § Tinggalkan komentar
Kelang beberapa pekan selepas gue menyebarkan undangan pernikahan, terdengar desas-desus bahwa ada seorang lagi classmate yang akan melaksanakan pernikahan di waktu yang berdekatan. Gue mencoba mengingat kembali, apa iya gue pernah membuat sayembara nikah massal.
Seperti biasa, berita seperti ini paling menarik buat diinvestigasi. Berbekal predikat makhluk terkepo dalam ajang Kepo Award, gue langsung mencari tau secara detail perihal keabsahan informasi tersebut. Gue pengen membudayakan tabayyun, konfirmasi kebenaran suatu berita. Ngeles aja lo, tong!
Tanpa perlu menunggu album baru Pak SBY rilis, gue langsung japri dia yang pertama kali menyebarkan informasi tersebut.
“Eh, emang Marshanda beneran cerai sama Ben Kasyafani?”
“Iya beneran”
“Ih sayang banget, padahal ben kasyafani teh salah satu ben favorit aku”.
“Itu band (ben) woi. Dasar jepitan rambut. Lagian kenapa tiba-tiba nanyain hubungan Marshanda-Ben ke gue. Gue kenal mereka aja kagak”.
“Iya yak. Sori, tadi otak gue ketinggalan sesendok di kosan. Gue mau nanya, temen kita yang bakalan nikah habis gue, siapa?”
“Ah, kepo deh lo. Ntar aja. Nunggu doi nyebar undangannya. Baru deh lo tanya ke gue siapa yang mau nikah”.
Gue sudah duga, pasti temen gue ini ga bakalan ngasih jawaban dengan mudahnya. Setelah gue paksa, gue cambuk lalu gue setrum pake SUTET, baru dia ngasih jawaban.
Ternyata temen gue yang beroleh gelar ke 18 adalah Yenni Arista. Doi menikah seminggu setelah gue. Sekali lagi gue tekankan, gue ga janjian. Kalo misalkan pernikahan kami yang kelang seminggu ini mengundang respon tidak memuaskan dari media massa, kami bisa apa. Sungguh, ini bukan skenario. Tolong kameranya dijauhkan dari wajah saya. *Kemudian ditabok massa*.
Yenni Arista, dulu kami suka memplesetkan namanya menjadi Yenni Daratista. Meskipun dia ga bisa joget ngebor dan juga tidak mempunyai bisnis karoke keluarga di setiap sudut mall. Suaminya mirip Adam Suseno? Hmmm.. kumisnya mungkin!
Semasa SMA, Yenni melekat dengan anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra). Sebagian besar riwayat organisasinya dihabiskan dengan latihan baris-berbaris, latihan baris-berbaris dan latihan baris-berbaris. Sori, gue ga tau yang dilakuin sama Paskibra selain baris-berbaris.
Tidak jarang Yenni mendapatkan tugas untuk berada di posisi tengah dalam formasi Paskibra saat upacara bendera. Ia diapit oleh dua orang pria di kanan dan kirinya. Formasi yang sangat pas mengingat lawan yang dihadapi adalah Barcelona.
Semasa SMA, Yenni mempunyai seorang soulmate bernama Silvia Prihety. Mereka bagai pinang dibelah kampak. Tidak terpisahkan bagai Dora dan monyetnya :D. Ya, Silvia Prihety juga mengambil peran di keanggotaan Paskibra. Tidak hanya itu, bentuk potongan rambut dan ikalnya pun sama. Gue sempet curiga mereka adalah kembar identik yang tidak mirip.
Yenni dan Silvi juga memiliki kesamaan lain. Mereka datang dari satu “geng” semasa SMP. Kalo tidak salah namanya adalah P6. Tentu saja mereka bukan Power Puff Girl dikali 2, atau seven Icon minus vanilla (mak, apal gini).
Karena ingetan gue mulai pudar seiring dengan ketidakjelasan hubungan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina, gue merasa perlu mendapatkan tambahan informasi tentang yenni. Gue pun menginterogasi seseorang yang terkenal akrab dengan Yenni. Panggil saja namanya Bambang meskipun dia tak berjakun.
Berdasarkan hasil diskusi gue dengan Bambang, gue mendapatkan informasi baru. Menurut Bambang, Yenni itu penuh integritas. Selalu mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan individu. Dia ga pernah sekalipun mengeluh dengan tugas negara yang diembannya. Oleh sebab itu, Bambang mendukung Yenni menjadi Palembang 1.
“Bang, please. We’re not talking about governor election”
Menurut Bambang, Yenni pernah terjatuh dari motor sebelum berangkat ke sekolah. Kaki dan tangannya lecet dan luka. Perih sih. Tapi lebih perih kalo hubungan yang digantung… eaaa. Gegara terjatuh, rok yenni sobek namun ia tetep bela-belain ke sekolah karena harus mengikuti ujian biologi. Setelah ujian selesai, sakitnya baru terasa.
Masih menurut Bambang, Yenni juga sangat jarang sarapan. Jadi pas jam istirahat, dia langsung loncat dari lantai 2 menuju kantin sekolah.
Untuk semua hal yang berbau khas Palembang yang melekat pada Yenni, kami menyematkan panggilan ‘cek’ untuknya. Sebuah panggilan untuk perempuan yang dihormati atau dituakan. Rumah Yenni adalah salah satu tujuan terbaik untuk dikunjungi selama idul fitri. Kalian bisa makan pempek, model dengan citarasa Palembang yang sangat menggiurkan. Selain itu, kalian juga akan mendapati tenunan songket dan corak kebudayaan Palembang terpajang dengan rapih di dinding rumahnya.
Selepas sekolah menengah atas, Yenni melanjutkan kuliahnya di fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya. Dan kini doi sudah mendapatkan gelar ‘dokter’ tersemat di depan namanya.
Yenni akhirnya menikahi seorang pria bernama Ahmad Hakim. Alhamdulillah. Selamat ya Yenni. Kamu beroleh gelar ke-18.
Rohis Antara Tarbiyah dan Politik
April 6, 2014 § Tinggalkan komentar
Konstelasi politik yang semakin kental mendekati tanggal 9 April 2014 memberikan ruang bagi setiap kepala untuk menuangkan opini, kritik, pendapatnya tentang pilihan politik sebagai bagian dari kehidupan berdemokrasi. Perang opini di media sosial berkembang secara masif dengan mengelompokkan kubu-kubu yang saling beradu argumen antara partai A dan partai B. Tidak ketinggalan pula mereka yang memilih untuk menolak gagasan demokrasi dan menggunakan hak pilih untuk tidak memilih.
Rekam jejak politik praktis buat saya pribadi telah dipupuk sejak masa SMA. Walaupun saat itu saya tidak mengenal politik an sich. Politik secara global mendekati saya melalui pintu pembinaan keislaman setiap pekan. Tarbiyah yang saya peroleh dari ekstrakurikluer Rohis memberikan pendekatan politik melalui pemahaman bagaimana seharusnya Islam menjadi rahmatan lil alamin dan menguasai setiap sendi kehidupan agar tercipta sebuah kehidupan yang madani.
Sejak pertama kali mengenakan seragam abu-abu, kakak puan saya yang jua merupakan alumni di sekolah yang sama, menyarankan agar saya memilih kerohanian islam (Rohis) sebagai pilihan kegiatan ekstrakurikuler siswa. Tanpa penolakan, saya seolah dengan ikhlas mengamini preferensi yang ia sarankan. Dan, Resmilah saya tergabung di organisasi Kerohanian Islam (Rohis) selama masa SMA. Organisasi yang membentuk karakter keislaman dan mencoba menghidupkan kembali nilai-nilai islami melalui para pengurus dan anggotanya.
Suatu hari di hari Ahad, Rohis mengadakan sebuah kegiatan yang biasa dikenal dengan Rihlah. Kegiatan hiburan yang berisi games lucu bersama para senior. Di sela acara, seorang pria dengan jenggot rapih mengguntai, senyum teduh menawan, tatapan tajam, dan aura ruhiyah yang terpancar mendatangi saya untuk mengajak berdiskusi renyah. Beliau memberikan penawaran untuk melakukan kajian islam. Penawaran yang sama juga ditujukan pada beberapa orang anggota rohis lainnya. Setelah bersepakat, ahad satu pekan setelahnya kami akan melakukan pengajian bersama beliau. Itulah saat pertama kali kami bersentuhan dengan tarbiyah.
Karena kesan pertama begitu menggoda, kami rutin menghadiri kajian pekanan tersebut. Mula-mula kami menyebutnya dengan ta’lim lalu bergeser menjadi halaqoh dan pada akhirnya kami lebih nyaman dengan liqoat atau ngaji. Pertemuan sekali sepekan memberikan wawasan tentang islam, ukhuwah islamiyah serta mengasah kembali sensitifitas kami terhadap kondisi umat islam saat ini. Perang pemikiran yang tidak bisa dihindari. Kami belajar kembali tentang akidah, sembari tetap memandang nanar terhadap realita umat.
Pertemuan setiap pekan selalu berhasil mengisi kembali ruhiyah kami yang kosong setelah satu pekan beraktifitas. Ada yang kurang saat kami absen atau bolos ngaji. Kondisi keimanan senantiasa drop karena kami menyadari bahwa iman itu yazid wa yankus.
Tidak jarang kami bermalam bersama (mabit), menghabiskan malam-malam dengan kesenduan saat tersimpuh doa di akhir solat malam. Pekatnya malam pecah oleh suara tangis kesyahduan saat sang imam melantunkan ayat dengan penuh kekhusyuan. Muhasabah selalu menjadi penutup akhir sholat. Air mata terasa mengering saat setiap renungan terucap. Dosa-dosa seolah terpampang hebat.
Kakak senior dengan ikhlas membimbing kami setiap pekannya.Untuk kemudian kami menyebutnya dengan murobbi sementara kami adalah mutarobbi. Kepedulian akan tegaknya kembali islam di bumi pertiwi yang mampu membakar semangatnya untuk menelurkan kader-kader yang kokoh secara fikrah dan jasad dari rahim tarbiyah. Karenanya ia tak pernah bosan untuk terus membina kami menjadi pribadi yang unggul.
“terlepas dari seperti apa pilihan hidup yang kalian ambil kelak, ingatlah bahwa kalian adalah dai sebelum segala sesuatunya. Sebarkanlah pesan-pesan kebaikan. Jadilah agen-agen perubahan”. Pesan yang terus membakar semangat berbuat kebajikan untuk kini dan selamanya.
Salah satu “doktrin” moral yang selalu diingatkan oleh murobbi adalah keteladanan selalu lebih baik daripada seribu nasihat. Jadilah teladan dalam setiap pilar kehidupan yang kita pilih. Di sekolah, berprestasilah hingga prestasi tersebut menjadi daya tarik bagi orang lain untuk menyadari bahwa muslim yang baik tidak melepaskan atribut dunia. Ia sholeh secara akhlak, ia juga bersinar dalam akal.
Menjadi santun dan memiliki attitude yang baik adalah buah dari tarbiyah yang menumbuhkan kami menjadi pribadi bersahaja.
Lalu tersiarlah anak-anak rohis dengan segudang prestasi. Hampir-hampir semua yang berprestasi secara akademik pernah tercelupi dengan syiar rohis sekolah. Lebih-lebih mereka yang terwarnai dengan tarbiyah. Mulai dari ketua rohis yang jago matematika, ketua divisi yang menokoh dan akhawat-akhawat yang memainkan peranannya di semua celah kebaikan.
Dan anak-anak rohis sukses besar dengan mengirimkan “agen” nya ke berbagai universitas negeri terbaik. Mereka tersebar mulai dari Jogja, Depok, Bandung, Bogor, hingga jurusan-jurusan favorit di kampus negeri lokal. Tolak ukur kecerdasan siswa dapat distandarkan dengan beberapa faktor. Selain melalui tes IQ dan angka-angka bisu yang tertuang pada buku raport, studi lanjutan siswa ke universitas favorit juga menjadi parameter yang sering didengungkan.
Prestasi mentereng tidak lantas membuat para pentolan rohis pongah.Kecerdasan dan segudang prestasi yang tersemat membuat kami menyadari bahwa keteladanan bukanlah imej yang dipaksakan. Keteladanan lahir dari ketulusan. Lalu kami mencoba mewariskan kebaikan dan segala motivasi kepada para junior di sekolah. Mengharapkan sebuah multi-level kebaikan laksana apa yang pernah murobbi kami pernah lakukan.
Sejak pertama kali kami berinteraksi dengan rohis hingga merasakan lezatnya hidangan tarbiyah, tak pernah sekalipun kami mengalami indoktrinasi dengan pilihan-pilihan politik. Selain pola pikir yang belum matang untuk meladeni domain tersebut, sang murobbi lebih menitikberatkan pada pentingnya Islam menguasai negara karena agama ini harus memenuhi semua sendi-sendi kehidupan. Agar tidak ada lagi umat yang dibantai seperti memori kelam ambon dan poso, palestina terbebas dari cengkraman zionis dan memutus mata rantai pemikiran islam nyeleneh yang akan menguasai pemerintahan.
Lambat laun, tanpa perlu dicekoki dengan berbagai hal tentang politik praktis dan segala pertimbangan baik dan buruknya, kami seolah tersadar dengan sendirinya bahwa Islam perlu menguasai parlemen. Referensi kami pun jatuh pada murobbi yang senantiasa membimbing kami. Yang memupuk dan menyinari jiwa dengan tausiyah dan segala taujih. Ia juga yang menautkan hati saya dan sodara seiman dalam ikatan ukhuwan. Ta’liful Qulub ujarnya.
“Kelak, kalian akan menemukan orang-orang yang tidak pernah kalian temui sebelumnya. Namun kecenderungan hati dan pancaran keimanan seolah menambatkan chemistry yang hadir tanpa perlu dikomandoi. Mereka adalah saudara-saudara yang akan selalu membantu dalam segala susah. Keluarga yang menempuh jalan yang sama yang kalian lalui. Sapalah mereka, senyumlah hingga pertemuan itu menjadi awal dari sebuah kejayaan”.
Saat kami menginjakkan kaki di kampus, benar apa yang diucapkan oleh Sang Murobbi. Begitu banyak orang-orang seperti apa yang beliau cirikan. Kehangatan, kesejukan berpadu menjadi elemen yang mampu membuat diri ini nyaman berlama-lama di dekat mereka. Dan ternyata mereka memiliki pandangan politik yang sama dengan murobbi semasa SMA.
Saya pun baru menyadari bahwa buah manis dari semua nilai islami yang saya peroleh semasa SMA dan kemudian berlanjut di bangku kuliah adalah kerja keras yang dilakukan oleh sebuah partai islam terbesar di Indonesia. Manusia-manusia di dalamnya sangat peduli terhadap generasi muda. Mereka membina kami dalam lingkaran-lingkaran ukhuwah sebagai upaya pembentukan karakter mulia dan mengeliminasi budaya permisif dari negeri adidaya.
Orang-orang dalam partai ini jua yang melahirkan sosok gagah nan soleh-solehah yang selalu mendidik kami menjadi manusia berguna. Kesantunan yang kami peroleh, prestasi yang kami raih adalah buah dari tarbiyah yang dengan rapih disusun oleh Partai Kita Semua.
Kini setelah bertahun-tahun saya menanggalkan seragam putih abu-abu, semangat memenangkan partai ini semakin menggelora. Kami ingin negeri ini terwarnai oleh semua kebaikan, panutan, kebaikan, kesolehan yang kami rasakan. Meskipun kami sadari fitnah dan caci datang silih berganti. Dan kami pahami bahwa mencemplungkan diri ke dalam politik adalah pilihan untuk mencelupkan tubuh ke dalam noda. Namun seberapa cepat kita bisa membersihkan diri dan lalu mengganti noda dengan cinta melalui kerja dalam harmoni menjadi kuncinya.
Setelah bertahun-tahun pula, mereka yang berprestasi tetap bertahan dengan gigih di jalan dawah ini. Alih-alih mundur teratur, beberapa orang teman SMA yang dulu terlihat gugu kini memilih langkah untuk bersatu dalam memenangkan islam di parlemen. Bahkan mereka kini memberikan dukungan tidak sendirian tapi berdua, bertiga bahkan berempat bersama pasangan dan jundi jundi yang berbicara pun masih tertatih.
Semoga kita menyadari bahwa tidak tegak islam tanpa sebuah negara dan tak tegak negara tanpa kepemimpinan. Saya mantap dengan pilihan untuk Partai Kita Semua pada Pemilu 2014. Salam 3 B3sar.
Sumber Foto :