Selamat 8 Tahun-an
September 29, 2017 § 2 Komentar
Pagi ini saya membuka wordpress, situs yang dalam beberapa bulan terakhir hanya sesekali saja dikunjungi. Ada rindu yang mendalam untuk bisa bergumul ria kembali, khusyuk menuangkan ide-ide ke dalam tulisan. Kerinduan tersebut berlalu begitu saja manakala realita menerpa. Ada pekerjaan yang tak bisa ditunda, ada anak-anak yang harus dibersamai setiap hari, ada lelah yang mendera. Semua alasan organik yang menjadikan wordpress sebagai entitas dunia ketiga.
Ada dua notifikasi pagi ini. Notifikasi pertama dari seseorang yang ping-back tulisan saya tentang ‘Mengapa Blow Menjadi Tempat Curhat yang Lebih Baik’ dan notifkasi lainnya adalah ucapan ‘selamat’ dari WordPress atas perayaan telah menjadi bagian dari situs ini untuk 8 tahun terakhir.
Gila, sih!
Ekspresi pertama saya ketika menyadari bahwa saya telah melalui 8 tahun bersama wordpress. Tak disangka. Mulanya ia hanya sekedar tempat untuk bereceritera tentang rekanan SMA yang menikah namun kini telah berevolusi menjadi tempat ngalor ngidul dan mematenkan ide-ide agar tidak hilang ditelan zaman. Persis seperti manusia-manusia lampau yang meninggalkan jejak-jejak kehidupan di dinding-dinding gua.
Miris rasanya ketika 8 tahun-an ditandai dengan kelesuan dalam menulis. Hanya sekedar memenuhi kuota satu tulisan per bulan. Itu pun di penghujung-nya. Semangat saya mulai meredup. Ada begitu banyak bahan yang bisa dijadikan tulisan. Hanya saja, ketiadaan motivasi menjadi alasan utama.
Dear wordpress,
Semoga setelah Bulan September, yang harusnya ceria, saya bisa kembali bermesraan denganmu seperti dahulu.
Kok jadi alay, ya? Haha…
Maaf, saya soalnya kids jaman now
Catatan Hari Seorang Suami
September 10, 2015 § Tinggalkan komentar
Sabtu pekan lalu, di sela-sela waktu rehat bersama keluarga, istri gue bercerita tentang temen satu kelompok pengajiannya perihal masalah rumah tangga mereka. Ia harus terpisah jarak Bandung-Kalimantan dengan sang suami yang harus bekerja di salah satu perusahaan pertambangan di kepulauan borneo. Dengan terbatasnya jumlah pertemuan fisik, beberapa pekan saja dalam dua bulan, mau tidak mau mereka harus menggunakan telepon sebagai sarana komunikasi intens.
Prinsip LDR yang mereka jalani menghasilkan sebuah komitmen berupa kewajiban untuk saling telepon setiap harinya mulai pukul tujuh hingga sembilan malem. Terasa simpel memang. Namun pada prakteknya perjanjian tersebut menghasilkan kerumitan tersendiri saat sang istri yang juga sangat sibuk dengan studinya kelabakan untuk memenuhi target tersebut. Tidak jarang ia harus menunda makan malam hingga pukul 10 yang menyebabkan kondisi badannya semakin lemah dan rentan terserang oleh penyakit semisal maag. Menikah berarti siap untuk menghadapi rumitnya dinamika dua kepala manusia dalam satu ikatan.
Gue mencoba meresapi dengan khidmat cerita tersebut. Entah mengapa, beberapa pekan terakhir gue sering menemui permasalahan rumah tangga dari beberapa orang terdekat. Sebelumnya, gue diceramahin hanya karena berusaha berempati terhadap permasalahan keluarga seorang temen baik. Temen gue ini menghadapi pertarungan mental menjadi seorang ibu rumah tangga (full-time mother) di tengah kencangnya hegemoni pentingnya seorang istri untuk bekerja.
Dari dua pengalaman yang gue dan istri amati secara langsung, gue semakin yakin bahwa tidak ada keluarga yang tidak mendapati masalah dalam rumah tangga mereka. Ketiadaan masalah mungkin adalah masalah itu sendiri.
Gue dan istri pun bukan tanpa masalah selama 17 bulan menikah. Pola komunikasi tetap menjadi porsi terbesar sumber cekcok kami. Sebagai pribadi yang belajar menjadi laki, tidak jarang gue kesel dengan perilaku istri yang belum ideal. Sifat dasar gue tergesa-gesa. Tidak jarang gue meminta ini-itu dengan cepat. Mengangkat telepon lebih cepat, mengasuh anak lebih gesit dan segala tuntutan yang serba instan. Gue sering lupa bahwa ritme hidup gue yang serba terburu-buru tidak seharusnya dipaksakan ke istri. Lebih-lebih istri gue punya banyak kewajiban yang harus ditunaikan.
Gue mencoba berkontemplasi bahwa bisa jadi karena kelalaian gue sebagi suami beresonansi pada ketidakidealan istri. Dosa-dosa gue yang mungkin menjadi sumber kekesalan tersebut.
Di luar itu, gue mencoba mencerna bahwa setiap keluarga ‘dibekali’ dengan permasalahan. Spektrumnya pun bervariasi mulai dari masalah keuangan, hilangnya rasa hormat pada pasangan dan banyak lainnya. Jadi, karena setiap pasangan punya domain problematika masing-masing, gue sepakat bahwa tidak perlu gembar-gembor menceritakan kepada semua orang apalagi mencoba menyentil kepekaan massa tentang masalah rumah tangga kita. Lebih-lebih update di media sosial tentang ini itu, tentang anak gue yang nakal, tentang bini gue yang harga lipstiknya 500K, tentang laki gue yang jadi supir Go-Jek. Curhat ini itu hanya semakin memperjelas status kita sebagai manusia yang tidak dewasa dalam menghadapi masalah.
Ada dua kemungkinan seseorang gemar mengumbar konflik rumah tangganya. Kemungkinan pertama dia adalah artis. Yang kedua mereka belum pernah membaca nasihat Ali r.a bahwa menceritakan masalah kita kepada orang lain itu tidak diperlukan. Karena yang cinta dengan kita tidak membutuhkan informasi itu. Dan yang benci tidak akan percaya.
Gue bersyukur mendapat referensi bahwa keluarga lain juga mengalami permasalahan rumah tangga serupa tapi tak sama. Dengan begitu gue bisa mensyukuri bahwa rumitnya cekcok di dalam rumah kami tidak seheboh orang lain. Bisa jadi saat gue melakukan hal yang sama, curhat ini itu, maka orang lain yang akan membanding-bandingkan permasalahan rumah tangga mereka dengan apa yang gue alami. Di situ mungkin mereka yang merasa bersyukur.
Pada akhirnya kita harus bersepakat dengan Socrates yang berujar bahwa
‘Menikahlah. Jika istrimu baik kau akan bahagia. Jika istrimu tidak baik, kau akan jadi filsuf.”
Mengapa Harus Cinta?
November 25, 2014 § 2 Komentar
Gue tidak terlalu menyukai bacaan yang bertema cinta. Cinta, dalam segenap novel yang gue baca resensinya, nampak begitu lemah. Kisah-kisah dalam buku-buku itu hanyalah bentuk perulangan dari romantisme picisan tentang pria, wanita, kisah cinta yang menggelora, perpisahan, air mata dan kepiluan yang mendalam. Ahh, gue bingung kenapa tulisan dengan tema cinta masih terus menggelayuti pikiran anak muda. Bacaan-bacaan yang menjadi arus utama berputar di sekitaran obrolan tentang perasaaan. Dan untuk itu gue harus bilang bahwa kalian, pemuda indonesia adalah generasi rapuh. Dan gue pernah menjadi bagian dari generasi itu. Kalian ringkih!.
Memang tak semua tulisan bertemakan cinta berasaskan sifat mendayu-dayu dan klise. Beberapa judul buku menggambarkannya dengan lebih dewasa. Habiburahman El Shirazy menurut gue sukses besar dengan kisah Aisyah-Fachrie atau Azzam-Anna. Juga tulisan-tulisan suplemen bertema cinta dengan segudang ilmu di dalamnya ala Salim A Fillah.
Generasi muda kita dalam kondisi yang relatif aman dan nyaman hingga mereka harus mengais-ngais tema untuk menyokong dorongan biologis yang dikenal dengan pubertas. Beri mereka tulisan Asma Nadia atau Helvy Tiana Rosa dalam menyambut cinta dengan lebih logis. Lalu mereka akan berucap ‘buku seperti ini terlalu berat buatku’. Miris, bukan?.
Iya, tulisan ini hanyalah sebatas reaksi dari kegeraman gue pada semaraknya buku-buku beraliran melankolis yang seolah menggambarkan semangat anak muda kekinian. Gue mencoba membenturkan selera gue dengan orang lain. Salah? Memang.
Ya sudah begitu saja. Buat kalian para pemuda, apalagi yang mengaku aktifis dawah, coba luaskan bacaan kalian dengan segenap tulisan beraliran tema pemikiran, pergerakan, teknologi dan perkembangan dunia. Sadar pluto sudah tidak lagi menjadi bagian tata surya kita?. Atau pernah mendengar ‘String Theory’?. Atau kalian masih sibuk memikirkan pujaan hati sambil menghapus air mata seusai membaca novel bertemakan cinta?. Terlalu banyak mengkonsumsi gaya bahasa cemen percintaan membuat kalian berleye-leye hanya sekedar untuk memikirkan jodoh yang tak kunjung datang atau galau sehabis membaca buku ‘Tuhan Maha Romantis’. Ahh cukuplah bacaan-bacaan itu menggambarkan seperti apa mentalmu, anak muda. Pantas saja FTV laku.
Mengenangmu
Maret 21, 2014 § 2 Komentar
Tanggal 21, dua bulan yang lalu. Tidur gue terganggu oleh dering telepon yang terdengar nyaring. Tak seperti biasanya, gue dengan sigap mengangkat telepon tersebut dan terlihat “Yuk Mala”, kakak perempuanku yang melakukan panggilan di pagi buta. Tumben, ujarku dalam hati.
Gue angkat telepon dan mengucapkan salam. Kakak gue membalas salam dan lalu dengan suara parau berkata “Ayah sudah tiada”. Lidah gue tercekat, tenggorokan gue berasa kering, mata gue nanar. Baru kemarin pagi kami bersapa, bertanya kabar seperti biasa. Tak ada tanda-tanda, pesan cinta, ataupun keluh kesah. Ia hanya mendoakan yang terbaik untuk saya sesaat sebelum menutup telepon.
Rabb, benarlah kiranya. Tak ada yang bisa memaju atau mundurkan ajal barang sesaat pun.
Hari ini, gue menyaksikan sebuah video yang sangat menyentuh. Kisah yang menggambarkan kasih seorang ayah yang sungguh menginspirasi. Cerita tentang seorang ayah yang mendermakan dirinya bagi kebahagiaan orang lain. Being rich is not about what you have; it’s about what you give
Kisah dalam video tersebut benar-benar menohok. Gue seolah merasa anak yang diperankan dalam video tersebut. Fragmen yang tersaji bak penggalan dari episode kehidupan yang gue jalani.
Pada beberapa poin, gue merasa menjadi anak yang ada dalam film tersebut dengan sosok ayah yang mirip secara karakter dengan ayah saya.
Gue memang tidak terlahir dari ayah yang kaya secara materi. Tapi beliau selalu mengajarkan untuk berbuat baik pada orang lain. Selalu melibatkan diri untuk setiap kebaikan yang dilakukan untuk sesama.
2 bulan sudah hari sudah sejak kepergiannya, nasihatnya masih terngiang. Ia adalah inspirasi terbesar gue untuk berempati. Ia mewariskan kebaikan yang tercetak pada DNA gue.
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ
Ya Alloh ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku
(QS.Nuh 28)
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِـيْراً
serta kasihilah mereka berdua seperti mereka mengasihiku sewaktu kecil
(QS. Al-Isro’ 24)
Pertemukanlah kami kembali di surga Engkau Ya Mujiib.
Uncharted
Februari 19, 2013 § Tinggalkan komentar
Cinta hanya dapat dirasa, tak bisa dipaksa. Tak peduli berapa berat untuk mencoba, karena hati hanya bisa disentuh oleh hati. Tak bisa digurui, tak bisa didikte. Ia tak nampak, tak berujud. Laksana napas yang sedia berhembus, maka ia pun masuk tanpa tersadar. Tetiba hati mulai bergetar.
Inikah cinta? Manusia bertanya!
Inikah cinta? Manusia merasa!
Banyak yang bahagia, tak sedikit yang merana. Yang bahagia berarti menemukan dia yang selalu siap sedia menerima kekurangan, menjadi bijak dengan kelemahan dan menjadi tangguh dengan kealpaan, sang pasangan. Menemukan hati tempat berlabuh, menemukan telinga tempat mengeluh.
Bagi mereka yang bahagia, Jodoh itu hebat. Di antara milyaran manusia yang hidup di muka bumi, di antara manusia yang lahir dalam jumlah 7 stiap detiknya, kita mampu menemukan ia. Seorang asing, yang mungkin baru beberapa saat kita kenal. Seseorang asing yang mau berbagi beban bersama, seorang asing yang bahkan tidak ada secuil pun cintanya sebanding dengan cinta ibu kita. Tapi kita mau, melakukan itu semua demi ia yang tercinta. Ia berupa palindrome, dari depan dan dari belakang, ia tetap sama. Ia bisa menjadi baik dari arah manapun. Tetap indah.
Bagi mereka yang merana, cinta tak lebih dari sekedar kata kata. Ibarat nasi, ia sudah basi. Diksi pun menjadi tak berarti, klise. Dunia seolah runtuh, tidak adil dalam bersikap. Bagaimana mungkin, mencintai tak harus memiliki. Bagaimana mungkin cinta tak bisa berubah definisi. Ia tak mampu menembus kotak-kotak marjinal antara sahabat, teman, dan pasangan.
Bagi mereka yang merana, cinta tak ubahnya sebuah karma. Terjebak dalam nostalgia lama. Terkungkung, diam, terjerembab dalam siluet kisah yang kelam. Tak mampu keluar, atau sebenarnya tak mau keluar?
Ah gue tak mengerti cinta. Ia terlalu rumit untuk dicerna.
Tapi apa yang kini dirasa pasti berbeda. Sudah saatnya menghalalakan cinta? Tapi apa daya tangan ini tak kuasa. Manusia adalah hamba, tak berkenan menolak, tak kuasa mengelak. Hanya bisa berusaha dan berdoa. Bahwa Rabb, Sang Maha Pemilik Hati. Ia yang menggenggamnya, Ia juga yang membolak-balikkannya. Jika ia yang terbaik, insyaallah tak ada yang bisa menghalang. Dimudahkan, dilancarkan, ditenangkan.
Namun jika ia bukan orang yang terbaik, Ia akan menunjukkan jalan yang lebih baik. Bahwa kita tidak selalu mendapatkan apa yang kita pinta, tapi yakinlah kita pasti mendapatkan apa yang kita butuhkan. Menikah dengan siapa itu penting. Tapi Lebih penting lagi respon kita dengan jodoh yang sudah ditentukanNya.
Ah ceracau apa ini.. Lagi lagi gue tak mengerti.
Meraba raba hati, adakah yang salah. Mengorek-orek sikap, adakah yang cacat. Ada, pasti ada. Lantas tidak adakah kesempatan itu? Lenyapkah ia sudah? Atau ada alasan lain yang bikin gue ga ngerti?
Cinta, tak pernah lekang untuk dicerna.
Karena sesungguhnya perasaan tidak bisa dipaksa, ia hadir dalam bentuk yang tidak direncanakan. Datang dengan spontanitasnya sendiri. Muncul dalam suatu dimensi yang abstrak, tidak terimaji, tanpa wujud.
Sia sia saja bagi mereka yang mencoba memaksakan cinta, apalagi membunuh dengan sengaja. Karena ia tanpa citra, biarlah ia menghilang dengan sendirinya. Perasaan itu sulit dimengerti, jenderal.
Kau bisa mencintai siapa saja yang kau suka, dengan dan atau tanpa alasan. Tapi untuk menjadi dicintai, itu hal yang berbeda.
Cobalah meraba raba hati, benarkah ia yang selalu terpatri. Tidak sempatkah Tuhan menjadi saksi bahwa benar cinta itu suci? Terlibatkah Ia dalam setiap aksi? Atau hanya berdoa saat tak ada lagi tempat untuk ditangisi?
Ga usah ditanggepin, eneg bacanya pun ga masalah. Sekali sekali gue nulis yang kyk gini :D.
Touchdown… 23!
April 2, 2012 § 1 Komentar
Touchdown!!!
Today is April, 2nd. It does mean that I grow older. Yup, today is my 23rd celebration. Terrific. Time goes wihtout any hesitation. It just rushes and moves fastly. As if I barely celebrate my sweet seventeen, yet now I am encountered with my holly 23.
Seems odd, for last five years I used to get present from my pals. Surprise, gift colouring my birthday. However today is such totally abandoned. I purposedly not to announce my birthday on facebook notification coz I wanna know, anyone remember my big day, hehe. But I feel so confident,.
My fame, my closest friend and amazingly my boss realized this day. While others, seems drowned with their own stuff..so sorrow. Hehe, Nope, its absolutely a joke. How could I feel burdened if only another friends do not notify my birthday.
On this day… I grant so many things to my Greatest Lord
1. I must be better for every single day
2. I must be better for every single day
3. I must be better for every single day
Yup, Those three things are my wishes to God. Another wishes is secretly kept just for Me and Allah.
FYI : 23 is identically with Michael Jordan Jersey at time he stand by Chicago Bulls
All-New Things
Januari 25, 2012 § 2 Komentar
January 2012 will be unforgettable month. All-new things happen and appear in front of me. Let’s start everything with critical decision I’ve made. Last December I register for doctoral scholarship in Sejong University, Seoul and also apply for UTP scholarship in Petronas, Malaysia. I felt gloomy by deciding the next step of my journey, as if I lost and feel absurd to step over. Then I find a chance to get a job in petrochemical company.
Jackpot, Suddenly I pass those three chance in a row. First, Chandra Asri accept me as new employee, few weeks later those two university inform that I was offered to be their students. Wow, what a coincidence.
After think it over I decide to enrich my experience and join with PT. Chandra Asri Petrochemical.And now I am gonna learn all knowledge here, to elaborate polymer world, to elevate team working and to know much more about company, management, and how they build their business.
All is running smoothly, no friction so far. I just keep learning about new things and applied what I already got in my university. Alhamdulillah, it is well related. Recent lesson has been evolved in this company.
Till now I still got vain deciding my next step of life, whether stay here for long time or move to another company or possibly continue my delayed study to accomplish doctoral degree. Certain thing is that I am not gonna work for whole life. Obviously all experience I got here will be my lethal weapon to build my own corporation one day. Amin!!!!
My senior told me “do not be loyal to your company, due it was what dog did”. Seems ridiculous but true in practice. Because people never get their satisfaction so reach your best passion. To make a great leap, we have to step back more,. Be tough to where you stand now and change it into your powerful energy to get better life.
The second thing is my childhood friend wedding. I felt so surprised knowing my little, smart and kind friend would marry. She is Dalilah. Cute girl whom I know since 5 years old. Together with Ali, the three of us always occupy big three in class rank. Not only in elementary school, fate destined us to assemble in Junior high and again to compete each other. However, she became so superior by not allowing another one to be best student for three years.
Dalilah is an intovert girl at first. She always spent her time by studying and studying. She always get good point and always loved by everyone. Her stunning face, and warm-heart ultimately seduce everyone to like her. Since Senior high Dalilah, Me and Ali get through different school. Surprisingly, Dalilah (Dila) got highest score for entry test for her school high whereas she got the best school in my town. Oh what a girl I thought.
And now Dila has married her workmate. Unfortunately I couldnt fullfill her grant to come to her wedding party. By staring at her wedding photograph I still couldnt believe that my little Dalilah has been married. For me she is cute, small, clever and cheerful Dalilah no matter she has been grown by marrying someone. Actually I have EVER been crushed to her for long time, but it was old time story. I will always respect and love her as a friend being.
P.S : Now I am singing “someone like you” by adele
hahaha…. just kidding
Story of Idul Adha
November 6, 2011 § 5 Komentar
So Gloomy…
Itulah frasa yang pas untuk menggambarkan idul adha tahun 1432 H. Idul Adha tahun ini bener-bener berasa sepi. Tidak ada keluarga, tidak ikut potong-potong dan tidak ada kue apalagi pempek, rendang dan ketupat.
Eh benter, Lima tahun sebelumnya juga sama ding.,
Kalo dihitung hitung memang sudah enam tahun (tahun ini dihitung) gw ga merasakan sensasi idul adha bareng keluarga atau dengan kata lain tidak ada maaf-maafan dengan ortu, kakak dan keluarga besar. Ga ada kue dan makan-makan. Dan pastinya tidak ada potong-potong, yang ada cuma potong jatah usia hidup.
Somehow, dalam beberapa edisi lebaran gw di tanah rantau pernah beberapa kali tradisi idul adha dijalanin walo tetep minus keluarga. Misalnya aja tahun 2009 gw jadi salah satu panitia kurban di daerah Tubagus Ismail. Idul Adha edisi tahun 2009 menjadi salah satu Idul Adha paling OK dalam sejarah kehidupan aye….Ceileh. Swear, ga boong. Selaen bisa bantu-bantu persiapan dan penyediaan hewan kurban, Idul Adhanya dilengkapi dengan makan besar di rumah salah seorang temen jurusan.
Idul Adha tahun 2009 memang berasa mantap. Selaen suasana lebarannya kerasa karena langsung terjun (ga pake parasut) bantu potong hewan kurban, keberadaan temen-temen jurusan juga sedikit banyak mengobati kerinduan akan kampung halaman…. Sindrom bang toyibnya ga begitu terasa.
Belom lagi idul adha tahun 2010. Idul Adha versi 2010 bener-bener menjadi salah satu idul adha terbaek gw. Tulisan yang dicetak tebal berasa bikin lo deja vu ga?…
Well, walo ga berinteraksi langsung dengan sapi dan kambing, agenda silaturahim tetep jalan. Pagi-pagi buta kita-kita udah nongkrong di dago pojok rumahnya Octia. Pilihan yang cerdas, selaen bisa jadi tempat ngumpul dan numpang makan (oops ketauan), Octi juga bisa bawa mobil buat nampung temen-temen yang laen. Jadi kami numpang, Octi nampung… -____-”
Berangkatlah kami dengan agenda silaturahim menuju Cijerah. Jauh sih, tapi waktu itu tetep aja kita jabanin. Selaen jauh, misi kita menuju Cijerah juga coba dihalangi oleh sang hujan. Hujannya gerimis tapi awet pisan euy *backsoundnya Gerimis Mengundang.
Sampe Cijerah, kita-kita udah disambut sama yang punya rumah. Dengan Jilbab warna kuning (buset, sampe jilbab pun gw masih inget) kami dipersilakan masuk. Cukup lama kami di Cijerah, kira-kira dua hari tiga malem….Pengennya gw sih gitu. hahaha. Becanda!!!
Sehabis dari Cijerah kami mampir ke Cimahi danakhirnya pulang dengan perut kenyang dan hati senang. Oh, what a wonderful Ied Adha.
Tapi itu dulu. Dua edisi terakhir Idul Adha di Bumi Siliwangi. Lalu, bagaimana dengan edisi Idul Adha kali ini?
Idul Adha kali ini sungguh menyedihkan. Pertama, gw kagak ditelpon sama keluarga. Denger-denger sih lagi sibuk motong kurban. Nasib, Kambing lebih penting daripada ane… 😦
Kedua, temen-temen udah mulai sepi. Jadinya ga bisa jalan bareng lagi. Praktis, Seharian gw meramaikan kamar kosan dengan tidur. Absurd seharian.
Dan yang terakhir adalah lagi-lagi Idul Adha kali ini dihiasi oleh langit yang mendung dan hujan yang tak kunjung berhenti siang-malem. Alhasil, rencana gw untuk baca buku ke Gramedia dan window shopping totally cancelled.
Untungnya masih ada yang bisa buat gw senyum. Seperti tahun lalu, kembali ibu warung di depan kosan yang tahu dengan penderitaan anak kosan macem gw, ngajakin makan di rumahnya. Alhamdulillah ketemu ketupat, rendang sama kerupuk. Berkah Idul Adha.
Dan sebenernya rencana gw hang out ga gagal gagal banget, gw tembus aja tuh ujan buat ngambil poto keluarga di Jonas. Walhasil, potonya bagus euy. Apalagi foto Gw nya… Berkah Idul Adha ya 😀
Pouring Rain
Oktober 23, 2011 § Tinggalkan komentar
Rain, It relates many stories. Reveal and not. Every time it comes, it embraces happiness. For me, rain means memory.
I am always dazzled with rain dance, wave and call my name to play with. At last, he gave me rainbow as a present. I used to play with raindrops, singing full of rejoice even my mom shout and rage to me. I ran, laugh, and simply happy no matter what.
Yeah, that’s my old story, dancing with rain. I never commit that thing at this age. Now, rain is not only about joyful, not about wandering with schoolmate anymore. Moreover rain and its raindrops pouring earth with more complicated ways. It falls, recite and reminds me about memorable things. One of most unforgettable moment ever.
Once upon a time, I totally get wet after fighting with the heavy rain. Sun has conceal from its authority, starting noon. I ride motorcylce, go through unfriendly wind and pouring water, vigorously came up to a place with raincoat hold tightly. This moment, when I fought horrible rain and take raincoat with me is a never-forgotten thing. It is so special till I keep this part as a memorable moment in my life.
Seems weird, why does rain and raincoat became such unforgettable stuff.
As I told before, Rain keeps relating so many stories. Reveal and not. Let this story became holly and secretly keep by me and you over there. Someone who knows about this story…
Please, Let me bring you the raincoat. Once more.. I bet you like it, I will keep my promise. If I could bring you another raincoat!!
Quotes…
Agustus 14, 2011 § 2 Komentar
Tepat malem ke-15 Ramadhan, gw posting sebuah quote yang luar biasa bermakna di Jejaring sosial. Quote itu sendiri pertama kali terlihat pas ngelewatin mesjid Salman beberapa waktu yang lalu. Gw langsung terenyuh baca tulisan yang terdapat pada spanduk kecil yang entah berupa hadits atau kata-kata ulama.
Tiga pusaka kebajikan : Tidak mengumbar keluhan, tidak mengumbar musibah, tidak mengumbar sedekah
Itulah tiga pusaka kebajikan yang begitu mengena. Jika kita coba baca dengan hati maka nasihat ini seolah berupa teguran, menembus dimensi alam bawah sadar kita tentang tiga hal yang selalu dan sering kita umbar setiap harinya. Dua hal yang disebut pertama sepertinya lekat dan erat dengan keseharian kita.
Dengan gagah kita sering berbagi kisah, keluh kesah, resah. Tanpa kita sadari, dengan teknologi yang ada setiap orang bisa melihat jeritan hati melalui dunia maya. Dan tanpa kita sadari juga bisa jadi semakin sering kita bercerita semakin banyak jua yang enggan atau bosan melihat ratapan kesedihan, kegalauan dan kegundahan yang ada.
Facebook, Twitter sudah menjadi ajang curhat massal para penggunanya. Tidak jarang bahkan mungkin setiap saat terlihat status berisi keluhan. Padahal mengeluh tidak pada tempatnya hanya menghasilkan ketidakpedulian.
Cukuplah kita yang tahu. Pun kalo ingin mengeluh, jadikan sahabat terbaik sebagai tempat mengadu. Atau berdoa kepada Rabb menjadi obat yang paling jitu. Karena Dia yang Maha Mengetahui segala apa yang ada dalam hati. Tidak usah curhat sana sini, tidak perlu cerita ke setiap orang yang ditemui, apalagi status yang terus berganti ganti.
Di saat yang bersamaan terlintas quote yang serupa. Agar kita tidak terlalu banyak mengeluh.
Ketika dunia memberi Seribu alasan untuk kita mengeluh, tunjukkanlah bahwa kita punya Sejuta alasan untuk bersyukur
Wow, buat gw quote yang satu ini lebih luar biasa lagi. Quote oleh Satria Hadi Lubis ini seolah menjawab segala enigma tentang keluhan. Bahwa ketika kita punya permasalahan yang harus dihadapi, dan kita siap mengeluh dengan keadaan tersebut. Ingatlah bahwa sesungguhnya kita masih punya sejuta alasan untuk bersyukur.
Betapa hidup ini menjadi anugrah terbesar yang kita punya. Belum lagi nikmat sehat, nikmat iman, nikmat islam. Semuanya berpadu dalam simponi yang seharusnya menjadikan ketika selalu punya alasan untuk tetap selalu bersyukur dalam hidup ini. Dan cukuplah Allah mengulang-ulang kalimatnya dalam surat Ar-Rahman…
Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan…
Semoga kita termasuk hambanya yang selalu bersyukur. Yang mampu menahan keluh, meski raga sudah tak kuat untuk bersimpuh.