#34 Ragil Erna Liya

Mei 16, 2017 § Tinggalkan komentar

Tulisan ini saya awali dengan apresiasi terhadap  rekan-rekan angkatan saya selama menempuh sekolah menengah atas. Angkatan kami berhasil menorehkan prestasi cukup luar biasa dalam konteks pendidikan lanjutan. Terutama keluaran dari kelas tempat saya bermukim selama tiga tahun. Hampir semua universitas bergengsi terwakili. Kiprah mereka di dunia kerja pun menyisakan decak kagum yang tak putus.

Kegemilangan prestasi tidak membuat satu pun temen-temen SMA saya ini menjadi pongah. Mereka tetap menjadi pribadi yang sama dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu. Tetap hangat, bersahabat, garing, dan membuat waktu berhenti berdetak seperkian detik saat canda tawa mulai terucap. Momen-momen berkumpul bersama adalah atmosfer yang selalu dinanti meskipun hanya bersua setaun sekali.

Waktu berpacu tanpa bisa ditahan-tahan. Tak terasa temen-temen SMA yang dulu begitu culun kini menjelma menjadi manusia-manusia yang lebih dewasa. Usia nyaris kepala tiga membuat kami harus mengenang sisa-sisa memori SMA dengan kerangka masa kini.

Ragil Erna Liya. Temen sejawat satu ini merengkuh nomor urutan pernikahan ke -34 dari 45 siswa secara keseluruhan. Ragil dalam Bahasa Jawa berarti anak terakhir atau bungsu. Saya baru sadar kenyataan ini setelah bertahun-tahun meninggalkan bangku SMA. Saya, awalnya, secara acak berpikir bahwa ra-gil adalah singkatan dari oRAng GILa. . . Haha. Bercanda ya, bu.

Tidak banyak momen SMA yang saya inget tentang Ragil. Karena meskipun tiga tahun satu kelas dan berada di satu wadah organisasi yang sama, interaksi kami sangat terbatas. Ragil lebih banyak bergumul dengan rekan-rekan akhawatnya. Lebih-lebih dengan Faiza yang tiga tahun menjadi teman satu bangku atau dengan Desni, teman kelas yang juga merupakan sang Girl Next Door. Menurut Desni, sejak masa pra sekolah dasar, mereka berdua sudah sering kongkow bareng. Kebersamaan mereka dimulai sejak jam 6 pagi saat berangkat ke sekolah lalu dilanjutkan 7 jam bersama-sama di kelas, dan masih bersambung dengan main karet sepulangnya. Jadi, jika kalian bosen melihat pasangan di rumah, coba bandingkan dengan kebosanan yang dialami mereka berdua.

Saya masih mengingat dengan baik bagaimana transformasi siswi temen kelas saya dahulu. Sedari awal masuk SMA, mereka dengan penuh kesadaran menjemput hidayah untuk mengenakan hijab. Satu per satu, secara perlahan mengganti pakaian mereka dengan busana muslimah. Saya yang terpesona melihat pemandangan demikian, nyaris saja secara sukarela mengenakan hijab yang sama sebagai bentuk dukungan. Saya terinsiprasi dari Bunda Dorce.

Ragil adalah sosok yang tidak banyak bicara. Tenang. Dan terlihat sangat matang dibandingkan temen-temen yang lain. Ia juga sosok yang sangat ramah. Tidak salah jika ia memiliki teman yang banyak karena Ragil kerap berlatih keras dan makan So N*ice…  Apeeeeu.

Tapi ia bisa menjadi sangat jutek manakala tidak suka pada suatu hal. Dan kejutekan itu ditunjukkan secara terang benderang. Seterang kasih ibu. Begitu menurut penjelasan sumber referensi saya. Sebut saja namanya Kenanga. Ragil juga merupakan sosok yang sangat ramah. Sumber saya menambahkan. Sifat ramah ini ditambah dengan kecintaan yang sangat besar pada anak-anak dan remaja. Ragil sepertinya adalah fans berat Kak Seto. Kecintaan tersebut berwujud pada aktifitas mengajar iqro bagi anak-anak di lingkungan rumahnya.

Meskipun terkenal pendiem, Ragil sangat aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan. Mulai dari pramuka, kerohanian islam, balet, ikebana, parkour hingga membina remaja mesjid. Menjadi pengurus ikatan remaja mesjid bukanlah aktifitas sederhana. Di tengah arus modernisasi yang melaju dengan cepat, membina remaja-remaja agar memiliki pribadi yang tangguh dan kokoh merupakan agenda penting agar tersiapkan generasi bangsa yang cakap. Dan para pembina remaja mesjid ini melakukannya dengan sukarela. Tanpa iming-iming pundi berlimpah.

Masih dari Kenanga, Ragil merupakan sosok pencinta Boliwud garis keras. Alias Die-hard. Ia kenal artis india mulai dari era Mithun Chakraborty, Shahrukh Hhan, Hrithik Roshan, Raam Punjabi dan lainnya. Sungguh, saya bener-bener baru tahu informasi ini. Makanya saya sering heran mengapa saat SMA dulu Ragil sangat senang berada dekat dengan pohon atau pilar bangunan. Ternyata ini jawabannya.

Kecintaannya pada Boliwud sudah pada maqom ma’rifat. Setiap kali Kenanga singgah di rumah Ragil, musik Boliwud sudah pasti mengalir dengan merdu. Kenanga sampai harus menahan Ragil agar tidak ikut bergoyang dan mendatangi pohon sekonyong-konyong.

Seandainya saja saya tahu sedari awal maka seyogyanya saya akan menyarankan Ragil untuk melanjutkan kuliah di Mumbai atau New Delhi. Namun ternyata Ragil memilih melanjutkan kuliah di jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sriwijaya.

Mungkin kalian berpikir lulus kuliah Ragil akan bekerja di ladang atau di laboratorium demi menciptakan palawija berbuah semangka. Jika kalian berpikir demikian, kalian salah. Kecintaan yang begitu besar pada anak-anak melabuhkannya pada pekerjaan yang membuatnya membersamai anak-anak setiap harinya. Bukan, bukan sebagai badut Dufan. Ragil kini menjelma menjadi guru di salah satu sekolah dasar di Palembang.

Tanggal 31 Mei Ragil secara sah disunting oleh seorang pria asal Karawang. Dua hari setelahnya walimatul ‘ursy dilaksanakan. Dan seperti yang sudah-sudah, saya kembali tidak bisa menghadiri secara fisik pernikahan temen-temen terbaik saya ini. Ada getir yang tertahan akibat keterbatasan. Tapi semoga doa saya dan doa rekan-rekan lainnya terijabah. Semoga pernikahan kalian berbuah keberkahan, Ragil dan suami.

Selamat atas gelar ke-34 nya 🙂

Iklan

Tagged: , , ,

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading #34 Ragil Erna Liya at I Think, I Read, I Write.

meta

%d blogger menyukai ini: