1 Bulan Afnan
November 3, 2016 § Tinggalkan komentar
Sudah sebulan sejak anak kedua kami, Afnan, menangis dengan keras untuk pertama kalinya. Hari-hari awal dalam kehidupan Afnan menyisakan banyak cerita.
Afnan mengalami kesulitan minum ASI sehingga menyebabkan berat badannya menurun drastis beberapa hari setelah kelahiran. Meskipun begitu Afnan tidak ‘menguning ‘seperti halnya sang kakak. Fenomena menguning pada anak memang hal lumrah yang terjadi. Dulu kami sempat panik karena satu minggu setelah keluar dari rumah sakit, hasil laboratorium menunjukkan bahwa kadar bilirubin Alby masih cukup tinggi sehingga harus dirawat beberapa hari. Sebagai orang tua baru, kami sangat gagap dan panik menghadapi keadaan tersebut. Untungnya kali ini kami tidak harus menghadapi keadaan serupa.
Di usia satu bulan kami mendapati Afnan tumbuh layaknya bayi pada umumnya. Dengan memperkecil ruang lingkup, kami serta merta ‘membandingkan’ bagaimana tumbuh kembang Afnan dengan menjadikan sang kakak, Alby sebagai referensi. Tidak hanya perihal tumbuh kembang namun juga kebiasaan dan perilaku di awal kehidupan mereka.
Pada beberapa hal, Afnan terlihat cukup berbeda dengan Alby. Secara fisik mereka bisa dikatakan tidak mirip. Meskipun terlalu dini memprediksi fisik seorang anak berdasarkan penampakan bayinya. Coba saja tengok gimana transformasi Aurel dari bayi, balita, hingga menginjak usia remajanya. Beda Angeeet.
Bentuk muka Afnan lebih ‘sumatra’ ketimbang Alby yang ‘nyunda’. Afnan sangat mirip muka sepupu-sepupu dari garis keluarga sang ayah (gue maksudnya). Ia mirip Akbar, Fathia, Muthia dan sepupu-sepupu yang ada di Palembang. Sementara Alby semakin besar semakin mirip dengan sang nenek dari garis ibu. Sejauh ini keduanya memang tidak mewarisi fenotip dari gue maupun emak-nya. Hiks.
Secara fisik Afnan nampak tegas dan jauh dari kesan ambiguitas. Maksudnya sesiapa yang pertama kali melihat pasti ngeh kalo Afnan adalah bayi laki-laki. Beda halnya dengan Alby yang sangat sering disangka anak perempuan.
Alby termasuk anak yang sensitif dengan kulit dan pencernaan. Sedari lahir mukanya acap kali bermasalah. Ditambah dengan kebiasaannya mencakar-cakar muka dengan kuku yang tumbuh belum seberapa. Untungnya Alby adalah anak manusia tulen. Coba kalo misalkan dia anak mutan macem X-Men. Lebih-lebih anaknya Logan. Kebayang tuh nyakar muka pake cakar adamantium.
Belum lagi kelenjar air mata yang belum berfungsi sempurna sehingga saban hari harus dirangsang dengan pijatan untuk menghindari belek yang datang silih berganti. Pusernya pun sempat bermasalah. Beberapa saat setelah puput sisa kulit di puser Alby belum bersih sempurna sehingga harus disempurnakan dengan separuh agama. . . Pusernya harus diolesi dengan Albotyl. Yes, Albotyl yang perihnya lebih-lebih daripada ditinggal kawin oleh mantan.
Untuk perilaku keseharian, Afnan relatif tidak rewel. Dia hanya merengek mana kala lapar, dan tidak sepanjang malam. Pun jika harus terjaga maka ia akan bermain sendiri tanpa perlu melibatkan ibunya. Sebuah kondisi yang setidak-tidaknya membuat sang ibu bisa lebih banyak ber-istirahat.
Di satu bulan pertamanya Afnan relatif lebih aman dari semua keluhan di atas. Tentu gue tidak berusaha membanding-bandingkan an sich antara Alby dengan Afnan karena pada dasarnya semua anak berbeda dan unik. Sebagai anak kedua, kami lebih memiliki persiapan untuk mengurus Afnan. Dibandingkan Alby yang mana pengetahuan kami tentang mengurus anak masih terbatas. Sehingga banyak variabel yang menentukan perbedaan fisik dan psikologis keduanya.
Lepas satu bulan Afnan diharuskan kontrol untuk mengevaluasi pertumbuhan serta menerima jatah vaksin wajibnya. Grafik pertumbuhan menunjukkan berat Afnan naik sekitar 600-700 gram dari berat lahir. Namun jika ditilik dari berat saat keluar dari rumah sakit maka terjadi peningkatan sekitar 1 kg. Menurut dokter pertambahan berat harus didasarkan pada berat lahir sehingga kenaikan 700 gram masih berada batas bawah angka kenaikan normal berat badan. Karenanya dokter ‘memaksa’ Afnan agar bergerilya minum ASI dengan lebih semangat lagi.
Saat kontrol wajib, dokter berseru bahwa Afnan sudah bisa dilatih tengkurep. Komando tersebut lantas memberikan lampu hijau bagi kami untuk senantiasa memposisikan Alby dengan posisi demikian. Dan di saat Afnan tengkurep lah gue punya kesempatan untuk memegang TOA dan berteriak keras.
“Ayo merayap lebih cepat, kopral”. “Lamban, kamu!”.
Disertai tangis keras Afnan dan omelan bundanya ke telinga gue.
Oh iya, bini gue lagi demen foto-foto Afnan dengan berbagai kostum. Foto di atas diambil dengan peralatan seadanya. Biar mirip-mirip foto bayi yang lagi heitz macam berikut.
Tinggalkan Balasan