Cerita Tentang Kehamilan Kedua
April 2, 2016 § 2 Komentar
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah 237.641.326 jiwa yang mencakup 49,79 persen penduduk yang tinggal di perkotaan dan 50,21 persen penduduk tinggal di daerah pedesaan. Ketersebaran penduduk tersebut tidak merata. 60% penduduk terkonsentrasi di pulau jawa. Jika dijumlah dengan jumlah penduduk yang ada di Sumatra, angka tersebut bertambah menjadi 80%. Seks rasionya adalah 101, berarti terdapat 101 laki-laki di antara 100 perempuan. Alasan klise poligami untuk menjawab tantangan jumlah wanita lebih banyak daripada pria patah dengan sendirinya berdasarkan angka statistik ini.
Pada tahun 2035, berdasarkan proyeksi oleh BKKBN, angka penduduk Indonesia akan mencapai 305,6 juta penduduk. Banyak? Memang.
Omong-omong mengenai jumlah penduduk, kelahiran, kematian dikenal dengan istilah demografi. Urusan demografi menjadi penting karena berhubungan dengan perencaaan pendidikan, perpajakan, perekonomian, kesejahteraan dan pada ujungnya beririsan dengan eksistensi sebuah negara.
*****
Orang tua gue punya tujuh orang anak. Di era beliau, slogan ‘banyak anak banyak rezeki’ berhembus dengan kencang. Itulah mengapa era tersebut memberikan sumbangsih yang sangat signifikan pada anatomi penduduk Indonesia saat ini.
Jika saja emak gue mengikuti anjuran ‘dua anak cukup’ maka seyogyanya gue dan empat orang kakak gue lainnya tidak akan pernah melihat betapa kerennya Kotaro Minami. Tapi tidak. Nyokap ga berenti di dua anak karena pada saat itu beliau belum mendapatkan anak perempuan. Gue masih inget ucapan nyokap yang berujar bahwa memiliki anak perempuan memberikan rasa aman dan nyaman tersendiri bagi orang tua. Mereka sangat berharap kepada anak gadis sebagai jaminan hari tua mereka. Dan pada akhirnya gue memiliki 3 orang kakak laki dan 3 orang kakak perempuan secara berturutan.
Orang tua gue hebat. Mereka mesti ngurusin 7 orang anak tanpa ikut seminar parenting ini dan itu. Tanpa rupa-rupa jenis susu. Dan kami tetap tumbuh dengan sehat dan normal. Coba bandingkan dengan orang-orang generasi Y, Z. Memiliki anak berarti menyajikan peluang bisnis dan pundi-pundi uang bagi kaum kapitalis. Bayi-bayi yang baru lahir ke dunia sudah ditunggu oleh semua produk mulai dari makanan, popok hingga mainan. semua orang khawatir dengan tumbuh kembang anak sehingga mereka menjadi korban empuk pariwara yang berseliweran di televisi. They who can share opinion, can shape event.
Keluarga besar gue sedikit banyak bertolak belakang dengan istri. Ia hanya memiliki seorang adik. Perbedaan demografi keluarga tidak menghalangi kami untuk bersikap demokratis dalam menentukan jumlah anak yang akan kami miliki. Gue pribadi berharap memiliki empat orang buah hati. Sementara istri tidak memproyeksikan angka tertentu. Gue ga takut dengan ledakan populasi. Saat gue berusaha memiliki anak lebih daripada anjuran pemerintah, gue hanya berusaha menyeimbangkan jumlah penduduk Indonesia karena di belahan bumi lain Indonesia pasti ada keluarga yang kesulitan ber-regenerasi. Tidak percaya?.
Berdasarkan data dari BKKBN, pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama periode 2010-2035 menunjukkan kecenderungan terus menurun. Dalam periode 2010-2015 dan 2030-2035 laju pertumbuhan penduduk turun dari 1,38 persen menjadi 0,62 persen per tahun. Juga, persentase penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa terus menurun dari sekitar 57,4 persen pada tahun 2010 menjadi 54,7 persen pada tahun 2035. Persentase kelahiran penduduk di pulau jawa relatif menurun tahun ke tahunnya. see?
Semenjak adanya Alby, kami tidak pernah mendiskusikan secara khusyuk kapan sebaiknya Alby memiliki adik. Sesekali kami hanya berdiskusi ringan bahwa memiliki anak kedua secepat mungkin adalah pilihan bijak karena kami selalu mengingat-ingat nasihat yang dituliskan di bagian bawah buku tulis ‘Jangan menunda sampai esok apa yang bisa kalian lakukan hari ini’. Lagian, kami khawatir jika harus menunda maka bisa saja ada potensi kesulitan untuk mendapatkan anak kedua. Kami satu suara bahwa setidak-tidaknya boleh memiliki dua orang anak dalam rentang waktu yang berdekatan. Anak-anak setelahnya akan diatur kembali berdasarkan syarat dan ketentuan yang berlaku.
Kami tidak menggunakan alat kontrasepsi apa pun selepas kelahiran anak pertama. Air susu ibu adalah alat kontrasepsi yang efektif. Selama 1 tahun setelah kelahiran Alby, istri gue belom pernah dapet menstruasi. Artinya selama masa itu ia dorman alias ga bisa hamil. Sebulan setelah mendapatkan ‘kiriman’ pertamanya istri gue mendadak sering pusing, lemes, tidak bertenaga. Apalagi abis liat dompet di tanggal tua. Lemesnya semakin menjadi-jadi. Gue curiga. Apa istri gue mengidap sindrom Olshopilia. Sebuah gangguan hasil imajinasi gue di mana seseorang mengalami gelisah apabila tidak bisa belanja onlen diakibatkan oleh bokek dan alasan lainnya. Tapi rasanya tidak mungkin. Tanpa bermaksud sombong, uang belanja tiga bulan yang lalu aja masih bisa beli tas hermes mirip punya Syahrini. Setelah berpikir keras, gue berkesimpulan ibunya Alby hamil lagi. Untuk memastikan gue minta ia buat testpack.
Saat testpack pertama, hasilnya negatif. Istri gue lupa bahwa testpack bekerja dengan menggunakan urin bukan air liur. Saat testpack kedua hasilnya ternyata POSITIF. Alhamdulillah. Alby bakalan punya adek.
Sejujurnya kehamilan kedua ini di luar dugaan kami. Saat tahu istri tengah mengandung untuk kedua kalinya, Alby baru berusia satu tahun lebih beberapa minggu. Jika saat mengandung Alby kami dikhawatirkan dengan persiapan menyambut anak pertama maka untuk hamil kedua yang menjadi konsentrasi adalah bagaimana mempersiapkan Alby menjadi kakak di usianya yang nanti belum genap dua tahun juga di saat bersamaan harus mengurusi kembali rupa-rupa tetek bengek keriweuhan bersama bayi yang baru dilahirkan. Tapi bagaimana pun kami sangat senang menyambut anggota keempat keluarga.
Sulit sebenarnya saat harus tetap memperjuangkan ASI untuk Alby namun di saat bersamaan harus mengandung. Setelah berdialog dengan dokter kandungan, dokter anak dan sms yang kami terima setelah mendaftar ke ‘reg <spasi> hamil’, kami dengan sangat terpaksa menghentikan pasokan ASI untuk Alby. Dan menurut gue Alby pun sepakat dengan keputusan ini. Buktinya waktu gue minta pendapat, Alby bergumam tidak jelas yang gue anggap sebagai sebuah bentuk persetujuan.
Menurut dokter kandungan, memaksakan diri untuk tetap menyusui di saat mengandung dapat memicu kontraksi. Memang ada beberapa kasus mereka yang berhasil melakukan keduanya dengan baik. Tapi demi keselamatan dan kenyamanan serta kesempurnaan cinta, kami pun memutuskan untuk tidak melanjutkan proses menyusui. Biarlah sapi yang selanjutnya menggantikan peran tersebut.
Masalah lain saat harus memutus ASI untuk Alby adalah mencari susu pengganti. Dan mencari susu pengganti ternyata tidak gampang. Sebagian orang pro susu UHT, sebagian lagi cenderung kepada susu bubuk. Mereka bertarung dengan argumennya masing-masing hingga salah seorang temen gue yang berprofesi sebagai dokter menjelaskan bahwa susu apa pun sama baiknya untuk balita. Suplai energi terbesar mereka ada pada makanan bukan susu. Susu hanya berperan sebagai pendamping. Mendengar penjelasan tersebut, gue semakin percaya diri untuk memilihkan Alby SUSU KUDA LIAR.
Awalnya kami memberikan susu UHT. Apa yang terjadi? Alby mencret. Perutnya belum bisa beradaptasi dengan susu sapi. Lalu kami memberikan susu bubuk. Ia tetep mencret. Makanan yang ia cerna keluar bersama dengan fesesnya. Dokter anak berkata bahwa kemungkinan besar Alby belum bisa mengkonsumsi susu dengan laktosa. Dokter merekomendasikan susu non-laktosa. Dan ternyata benar. Fesesnya kembali normal setelah minum susu tersebut. Sayang gue ga sempet mengabadikan bukti.
Kembali ke konteks kehamilan kedua.
Untuk kehamilan kali ini, istri gue lebih sensitif dibandingkan kehamilan pertama. Ia sangat tidak bisa membaui segala bentuk sabun, masakan, dan banyak aroma lainnya. semua bau tersebut membuatnya mudah mual dan muntah. Kehamilan kali ini juga ditandai dengan fisik yang semakin cepat lelah. Kondisi ini cukup berbeda saat mengandung Alby. Saat hamil pertama, Nisa (bini gue) juga mengalami mual parah namun hanya terjadi sesekali saja. Tidak sesering kehamilan yang sekarang. Kami menduga-duga apakah gejala kehamilan yang berbeda ini berhubungan dengan jenis kelamin bayi. Jika benar, berarti anak kedua kami berjenis kelamin perempuan. Ah, ini cuma logika cocoklogi gue aja. Yang paling penting anak tersebut lahir dengan sehat, Selamat tanpa kekurangan satu apa pun.
Gejala-gejala lain saat hamil kedua ini adalah untuk pertama kalinya bini gue ngidam. Ngidamnya kedondong. Untung cuma kedondong. Kebayang kalo dia ngidam durian botak atau salak tanpa biji atau ngidam kurma yang dipetik oleh Tapasya.
Yang bikin gue khawatir adalah bini gue bermasalah dengan makan selama kehamilan kali ini. Selain rentan muntah gejala lainnya adalah kesulitan minum. Ia harus memberi jeda beberapa menit hingga jam sebelum bisa menenggak air. Atau biasanya air mineral harus dicelupi teh, lemon atau bahan lain yang memberikan nuansa warna atau rasa berbeda. Sempet istri gue minum air teh setiap saat setelah makan namun air teh dikhawatirkan mengikat zat besi yang notabene seharusnya diperlukan oleh bayi.
Hingga akhir pekan kemarin usia kandungan Nisa sudah 13 pekan. Alhamdulillah janin tersebut nampak sehat dan terlihat bergerak saat alat USG menyentuh kulit ibunya. Sungguh sebuah kebahagiaan terbesar untuk kami saat diamanahkan kembali untuk merawat seorang anak.
Semoga dedek janin, A keempat dalam keluarga kami sehat selalu. Semoga ibunya pun diberikan semua kesehatan dan kebaikan. Semoga semua lelah, mual, letih, lemah yang didera menjadi penebus dosa. Semoga saya selaku kepala keluarga mampu menjadi teladan untuk Alby dan adiknya. Dan semoga Alby mempunyai teman bermain dan bersedia membagi mainannya.
Aamiin.. Barokallah bro, semoga bayinya mirip nisa lagi.. *ditendang*
Aamin.. yang penting bayinyo sehat