#27 Silvia ‘Kecik’ Prihety

Agustus 10, 2015 § Tinggalkan komentar

Silvi&Ican

Silvi&Ican

Gue bener-bener paham bahwa ada beberapa cara untuk lebih dikenal oleh siswa satu sekolah atau setidak-tidaknya dikenal oleh guru-guru yang mengajar di kelas. Menjadi pinter dan berprestasi adalah cara paling umum untuk menjadi terkenal.

Sebutlah namanya Dalilah. Minus Samson. Sejak gue masih culun-culunnya di sekolah dasar sampe lulus dari SMP, nama doi selalu bergaung seantero kompleks sekolah. Guru dan pelajar mana yang tidak kenal Dalilah karena setiap pengumuman kenaikan kelas, dia selalu menjadi juara dengan nilai tertinggi. Sesekali gue ngarep doraemon itu nyata biar gue bisa minjem alat yang bisa nuker otak.

Butuh usaha untuk memenuhi variabel siswa cerdas sebagai syarat untuk menjadi terkenal. Bagi yang lain, mereka dengan mudahnya dikenal oleh guru-guru bukan karena kemampuan mengotak-atik aljabar atau menghafal sistem periodik. Kepopuleran mereka disebabkan oleh ‘keunikan’ personal. Bisa jadi karena ukuran tubuh, nama yang tidak lazim ataupun karena penampilan yang berbeda.

Gue Contohnya. Selama 12 tahun sekolah, gue tidak pernah menjadi siswa yang terlalu menonjol secara akademik. Namun, gue dapat dengan mudahnya diidentifikasi baik oleh guru ataupun siswa dari kelas lain karena ukuran tubuh gue yang imut. Iya, iya. Pendek maksudnya. Puas, lo?. Bayangin aja, setiap upacara bendera hari senin pagi selama enam tahun SD, tiga tahun SMP hingga tahun-tahun awal SMA, gue selalu berada di urutan terdepan. Gue rasanya pengen ngomelin hormon pertumbuhan ngehe yang kerjanya males-malesan sampe bikin pertumbuhan gue lambat.

Beda halnya dengan Chelesa Islan. Gue yakin dimanapun dia sekolah dulu, pasti semua siswa dan guru tahu pelajar mana lagi yang mukanya adem kayak ubin mesjid.

Sejak masuk SMA, gue merasa bersyukur karena tidak lagi berpredikat ‘siswa paling mungil’ hingga layak masuk MURI. Selain karena tinggi yang mulai bertambah, ada beberapa siswa yang jauh lebih kecil daripada gue. Sebutlah salah satunya adalah Silvia Prihety (Silvi).

Silvi cukup kecil. Tingginya mungkin cuma beberapa mili saja. Walaupun begitu, gue yang sudah jauh lebih tinggi, ga pernah bully Silvi sedikit pun. Karena gue khawatir bakal didatangi sama Komisi Perlindungan Anak bareng Kak Seto :P.

Silvi adalah salah satu temen terbaik gue sampe saat ini. Bukan karena rasa empati setelah pernah mengalami masa-masa ‘imut’ bersama. Atau sama-sama pernah ikut casting 7 dwarf nya Putri Salju. Gue menjadikan dia temen baik karena Silvi suka warna kuning. Kenapa kuning? Karena Spongebob berwarna kuning *kemudian senyap… krik*.

Sejak SMA, gue selalu menjadi tempat curhatan Silvi. Mulai dari cerita tentang tugas sekolah, tagihan listrik, hingga diskusi tentang siapa penerus Alam dan Vetty Vera, Sebenernya lebih banyak masalah cinta-cintaan. Walau sampe sekarang gue suka bingung kenapa Silvi dan banyak lainnya curcol masalah cinta sama gue yang jomblo parah.

Jangan remehkan orang kecil. Siapa kira Bapak Habibie yang kecil bisa memiliki paten paling banyak dalam domain aeronautika/penerbangan. Begitu juga dengan Silvi. Kalo selama ini pengibar bendera upacara identik dengan siswa-siswi yang tinggi semampai maka beda halnya dengan SMA gue. Silvi tidak jarang mendapatkan tugas sebagai pembawa bendera setiap hari senin pagi. Kalo saja cheribel sudah ada sejak dulu, gue yakin Silvi diterima jadi anggota tanpa seleksi. Kenapa? Karena spongebob berwarna kuning.. Argghh!!!!.

Dalam sebuah studi disebutkan bahwa jika sebuah persahabatan bertahan lebih dari 7 tahun maka persahabatan tersebut akan bertahan selamanya. Silvi bertemen baik dengan Yenni Arista dari SMP hingga SMA. Kami dulu bahkan mengira mereka anak kembar. Potongan rambutnya identik. Sama-sama terlibat di organisasi paskibra sekolah, kemana-mana berdua. Padahal gue udah sering ngingetin jangan jalan berdua karena yang ketiganya adalah setan. zZZz..

Lepas SMA, Silvi melanjutkan kuliah di Malaysia jurusan oleokimia. Satu-satunya siswa kelas kami yang menempuh studi sarjana di luar negeri. Ia menyusul sang kakak yang telah lebih dulu menjejaki negeri yang katanya ‘Truly Asia’. Tidak hanya sampai sarjana, Malaysia menjadi rumah kedua setelah ia melengkapi pendidikannya hingga master. Sejujurnya gue cukup kaget dengan keberanian Silvi bersekolah di Malaysia karena sepengetahuan gue, Ipin-Upin tidak ada versi ceweknya. Pfft.

Kegiatan curhat-mencurhati tidak berhenti saat kami lulus SMA. Sejak kuliah, Silvi tetep menjadi partner setia gue dalam hal per-chat-an mulai dari era Yahoo messenger hingga whatsaap.

Gue akui Silvi cukup jago dalam bahasa inggris. Sepulang dari Malaysia kemampuan bahasa inggrisnya pun semakin baik. Dia bisa cas cis cus mengeja satu sampe sepuluh dari one hingga ten sembari koprol Jakarta-Bogor.

Setelah lulus kuliah, Silvi mulanya bekerja di sebuah pabrik di Bekasi. Namun tak berselang lama, ia diterima bekerja di salah satu perusahaan semen milik negara hingga saat ini.

Setelah kisah cintanya kandas dengan temen sekolah, Silvi akhirnya menikah dengan pria yang biasa dipanggilnya dengan Ican. I can?!!. Sebelum bener-bener menikah, Silvi sekali dua kali suka mengigau. Pernah dia ngasih poto bareng gojek dengan caption

‘Duh Tukang Gojek So Sweet banget. Baru dibonceng sekali aja udah dikasih helm couple’ :D.

Dia juga sering baper. Ujarnya ‘cuma SIM yang gue ‘tembak’ terus gue diterima’ :D.

Pernikahannya berlangsung persis satu pekan setelah lebaran. Gue bersama istri dan anak menghadiri acara resepsi pernikahan tersebut. Mumpung masih berada di Palembang dalam rangka mudik lebaran. Sayangnya kami tidak sempet berfoto dengan pengantin karena riuhnya suasana di dalam gedung.

Ada yang lucu saat gue dan istri beranjak pulang. Temen gue yang juga dateng kondangan menyampaikan bahwa salah satu kotak yang berisi amplop dari para tamu undangan nyaris raib dibawa oleh sekelompok orang tanggung jawab. Untungnya maling tersebut berhasil ditangkap sebelum kabur dari lokasi. Gue bersyukur para maling tidak sempet ketemu gue. Jika tidak, gedung itu bakalan penuh dengan darah. Iya, gue yang digebukin oleh maling maksudnya :D.

Gue heran masih banyak aja orang yang memanfaatkan momen pernikahan untuk aksi-aksi kejahatan. Itulah mengapa gue selalu mengingat-ingat pesan Bang Napi bahwa kejahatan bukan hanya karena ada niat pelaku tapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah.. Harga naik besok.

Congratulation for my little sister. I wish all the joy, goodness, barokah will always circling around you. May your wedding lead you both to Jannah.

Iklan

Tagged: , , ,

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading #27 Silvia ‘Kecik’ Prihety at I Think, I Read, I Write.

meta

%d blogger menyukai ini: