Belajar Menjadi Seorang Ayah
Februari 21, 2015 § 1 Komentar
“Bagi seorang wanita, ayah adalah cinta pertama”
“Dan bagi seorang pria, ayah adalah jagoan perdana”
Bagi anak perempuan, ayah adalah pria pertama yang hadir dan merayu dengan penuh mesra. Mengucapkan kata-kata cinta tanpa ada jeda untuk mengeja bualan dan romansa picisan. Pada seorang ayah, mereka menjatuhkan hati. Bermanja penuh kasih tanpa perlu takut merasa kecewa. Ayah adalah pangeran tampan berkuda yang selama ini hanya ada di imajinasi.
Untuk anak laki-laki, ayah adalah wujud ksatria sebenar-benarnya. Jauh mendahului jagoan bertopeng di tivi. Lebih-lebih pendekar mandraguna nan sakti. Pada pundaknya, tertumpah semua keluh kesah. Bercerita ini itu tentang perkelahian di sekolah, atau murid bandel yang selalu berulah.
Seperti itulah ungkapan yang pernah saya dengar tentang bagaimana seharusnya seorang ayah berperan dalam keluarga. Terma ‘ayah’ sudah selaiknya dilekatkan pada pribadi yang hanyasanya menjadi sosok teladan bagi anak-anak di rumah.
Beberapa waktu lalu, saya mendapati sebuah video yang dibagikan jejaring pertemanan daring. Bercerita tentang pengorbanan seorang ayah yang sungguh mengharu biru, Tak perlu waktu lama, selang beberapa menit setelah menyimak kisahnya, saya menumpahkan air mata meresapi pesan yang tertuang dalam video yang kini menjadi viral dan tersebar di ragam media sosial.
Cerita dalam video tersebut mengajarkan saya makna sejati seorang ayah. Karena pengorbanan yang kalah oleh ibu, maka sudah seharusnya ayah mencintai putra-putri mereka dengan cara yang berbeda. Diceritakan, sang ayah tega berbohong pada sang anak. Berbohong demi melihat seuntai senyum bahkan seringai tawa yang menghiasi wajah. Darinya, kita belajar bagaimana seorang ayah dapat menerima beban seberat apapun demi kebahagiaan sang buah hati.
*****
Baru beberapa pekan terakhir saya belajar menjadi seorang ayah. Sejak saat mendampingi istri memasuki ruang persalinan, bayang-bayang kehadiran buah hati sudah menghampiri. Ternyata, mendampingi istri melahirkan sungguh pengalaman yang tak terlupakan. Bagaimana tidak, kalian harus menghadapi situasi dimana wanita terkasih harus menahan sakit dan mules selama lebih dari 12 jam. Sungguh, saat terbaik untuk menyadari betapa banyak dosa kita pada kedua orang tua, khususnya ibu, adalah pada saat membersamai istri di detik-detik melahirkan. Kita tidak akan pernah bisa merasakan cinta kasih, suka duka, lemah bertambah-tambah orang tua jika kita tidak pernah menjadi mereka.
Semua sakit, sedih, gundah, was-was yang datang menghujam kelak akan sirna dalam sekejap sebakda sang buah hati lahir ke dunia. Saat itu pula peran sebagai ayah dan ibu sejatinya harus sudah siap dipikul.
Menjadi seorang ayah adalah pengalaman yang benar-benar berbeda daripada semua fasa kehidupan yang pernah dijalani. Sesosok bayi yang lemah, tak berdaya yang mengandalkan orang lain untuk bertahan hidup, kini hadir di depan mata. Pada bayi ini lah kita akan menyadari betapa gerak-gerik diri kini selalu diawasi dan dijadikan cermin.
Belajar menjadi seorang ayah berarti mengambil hikmah dan teladan dari orang-orang terdahulu agar tahu bagaimana seharusnya laku seorang pemimpin rumah tangga. Dalam geraknya. Dalam diamnya. Dalam nasihatnya. Dalam marahnya. Dalam senyumnya. Dalam imannya. Maka Rasulullah Muhammad, Luqman Al-Hakim dan ayah saya adalah sebaik-baik contoh yang paling layak untuk diikuti.
Pada Muhammad kita belajar makna sejati seorang ayah. Ia mengasihi, bersikap lemah lembut, diteladani dan tak pernah mencaci. Teringatlah kita pada ucapan Anas bin Malik yang berujar bahwa selama sepuluh tahun membersamai rasul, tak pernah sekalipun ia mendengar ucapan ‘mengapa kau melakukan ini?’ atau ‘mengapa tak kau lakukan itu’. Pada Rasul, kita belajar sebaik-baik akhlak seorang ayah.
Pada rasul kita meneladani sikap kasih sayang nan mulia. Rasul tahan berlama-lama diam sujud saat sang cucu menaiki pundaknya. Hampir-hampir para sahabat berpikir bahwa wahyu tengah turun di antara sujudnya.
Dari Luqman kita belajar sebenar ketakwaan. Agar diri terhindar dari sikap lacur. Tak banyak yang Luqman ajarkan pada sang anak namun itulah kunci-kunci keselamatan, bak dian di tengah kegelapan. Berimanlah kepada Allah, Jangan sekutukan ia. Mula-mula Luqman mendaraskan tauhid, lalu ihsan, kemudian mendidik sang putra untuk beribadah dan kemudian ditutup dengan peringatan menghindari sikap congkap. Sungguh mulia seorang Luqman. Yang kisahnya nan abadi termuat dalam Al-Quran.
Pada ayah, mari belajar tentang makna sabar dalam kesederhanaan. Senantiasa mengajarkan kejujuran dalam setiap aspek kehidupan. Bergaullah dengan baik dan tak memandang temeh siapapun. Dan hingga kini namanya masih tergaung kebaikan. Dari sosok ayah, saya memahami arti kesahajaan dan ringan tangan. Ayah, semoga amalmu tak terputus. Semoga segala kebaikan yang engkau wariskan menjadi penebus dosa, pengangkat derajat, penyambung pahala.
Dan akhirnya sebagai seorang ayah, senarai doa kami ucapkan untukmu, nak. Seperti doa yang dituliskan Salim A Fillah dalam salah satu bukunya
“Nak, sungguh kami benar-benar beruntung ketika Allah mengaruniakan engkau sebagai buah hati, penyejuk mata, dan pewaris bagi kami. Nak, betapa kami sangat berbahagia, sebab engkaulah karunia Allah yang akan menyempurnakan pengabdian kami sebagai hamba-Nya dengan mendidikmu. Nak, kami amat bersyukur, sebab doa-doamulah yang kelak akan menyelamatkan dan memuliakan kami di dalam surga.”
dodok,,selamat yoh. la jadi ayah. salam untuk istrinya, smg cpt besar dan soleh patuh pada orangtua.