Kisah Satu Pekan

Oktober 15, 2014 § 2 Komentar

‘Distance means so little when someone means so much’

Adalah lumrah ketika dua manusia dalam suatu ikatan pernikahan menghabiskan waktu berdua dengan berjalan beriringan, merapatkan jemari saling berpegangan hingga kemudian salah seorang dari mereka terlelap dan merebahkan kepala ke atas pundak seorang lainnya.

Adalah biasa saat kita berharap berbagi cerita dengan mereka yang tercinta setiap malamnya dalam temaram yang diselingi saut-sautan jangkrik disusul parodi kerlap kerlip cahaya kunang-kunang yang berpendar. Sayup sayup kita meramalkan akan apa yang terjadi pada dunia esok hari, bagaimana hasil pertandingan sepakbola antara Indonesia melawan Australia. Mungkin pula kau bercerita apa menu sarapan esok yang harus kusantap. http://members.lovingfromadistance.com/showthread.php?8270-How-a-stranger-became-the-love-of-my-life

Boleh jadi hari ini kau berharap semua keindahan yang sama. Saat mata dapat saling bertatap dan raga begitu dekat tanpa perlu dihantui apakah besok adalah hari kerja. Kita mungkin terperangkap dalam sebuah situasi yang tidak memberikan keleluasaan untuk bercengkrama setiap hari. Namun kita mencoba menarik kesimpulan laksana ucapan orang-orang bijak yang termuat dalam kitab yang kita percaya bahwa ‘semua ada hikmahnya’.

Hari ini kita terpaksa menunda sajak yang telah dianggit dari setiap kata yang kau rencanakan untuk dibaca bersama. Ini hari senin. Masih ada empat hari lagi yang sengaja dibentangkan oleh dimensi bernama ‘ruang’ yang membuat jumlah pertemuan kita terbatas dalam satu pekan. Namun ‘waktu’ mencoba berbaik hati. Ia, selalu berjalan lebih cepat daripada apa yang kita kira. Setiap akhir minggu kita masih bisa menyusun agenda-agenda bersama mulai dari menghadiri pernikahan, berjalan tanpa arah , bersantai sambil bercerita di kedai kopi dengan segelas mocchacino dan wafel kesukaanmu. Ah iya, aku tak pernah perduli bahkan saat sadar bahwa kau tidak bisa berkompromi dengan kopi. Asamnya terlalu kuat untuk ditanggung oleh lambungmu. Kita juga menghabiskan sisa-sisa waktu bersama dengan bercanda ala remaja yang sedang di mabuk asmara.

Jarak yang memisahkan bukan menjadi sebuah halangan yang sanggup meluluhlantakkan indahnya pernikahan, bukan?. Boleh jadi kita terpisah oleh jarak ratusan kilometer, tapi bukankah udara yang kita hisap adalah udara yang sama. Rasi bintang orion yang kita pandang jua tetap serupa.

Tak ada sebuah ujian perpisahan yang lebih pedih dari seorang Hajar ketika ia harus ditinggal Ibrahim saat ismail, anak yang dinanti selama 70 tahun lamanya, baru saja lahir. Hajar harus menerima kenyataan harus berpisah dengan suami tercinta. Berat rasanya ditinggal oleh orang terkasih saat sang bayi masih merah. Tapi karena cinta jua, ia merelakan Ibrahim melangkah pergi. Jarak yang membentang antara Jakarta-Bandung bukanlah sebuah angka yang berarti jika kita melihat perjuangan bapak para nabi. Mereka terpisah Mekkah-Syam. Waktu itu Wright bersaudara belum bersepakat untuk membuat pesawat terbang pertama.

Hari ini masih selasa, masih ada tiga hari lagi untuk menjumpai sabtu pagi. Kita mulai terbiasa berbagi cerita melalui perangkat komunikasi yang ada. Untungnya tidak diperlukan secarik kertas dengan bubuhan alamat dan perangko yang diselipkan di atas amplop. Tapi sadarkah engkau, surat yang didasari cinta seorang istri atas sang suami atau sebaliknya adalah seindah-indah pesan yang pernah disampaikan. Ia mungkin tak dihiasi oleh emoticon-emoticon lucu namun setiap goresan pulpen dalam simfoni kata-kata justru mewakili sedalam dalamnya perasaan. Apa daya, kita hanyalah manusia yang tunduk pada teknologi.

Kita bisa membunuh waktu dengan melahirkan imaji dari kata-kata yang disisipkan ekspresi dalam setiap tekanan intonasi, diksi dan canda-canda melalui perangkat komunikasi. Aku senantiasa menanyakan bagaimana kuliahmu, apa kabar si jagoan, apa ia masih sibuk dengan keaktifannya di dalam rahim, bagaimana dengan makanan dan obat yang harus kau konsumsi serta apa yang terjadi hari itu. Iya benar. Pertanyaanku baku. Bahkan sepertinya pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat direkam dan diputar kembali setiap kali kita berbincang melalui telepon. Tapi kau selalu penuh semangat menjawab setiap retorika pertanyaan yang aku ucapkan.

Hari pun berganti rabu. Namun nampak mendung sedikit merundung. Kau tak berkabar sedikitpun. Aku pun mencoba menyapa. ‘Sedang banyak kuliah’ ujarmu. Aku mencoba memahami bahwa cinta itu berarti saling mengerti. Aku sadar bahwa bagi seorang pencinta, misinya adalah memberi. Memberi perhatian, memberikan segenap usaha dan hati bagi mereka yang dicinta. Karena cinta, sebut Anis Matta, adalah kata kerja sehingga kita akan mengupayakan semua kerja untuk mereka yang dicinta.

Tidak seperti kemarin. Pagi ini kau sudah menyapa dengan prosa. Aku rasa itu sudah cukup untuk membuat hariku lebih ceria. Melalui whatsapp kau pun berbagi kisah perjuangan nabi, aktifitas dawahmu yang tak kenal lelah, serta tausiyah-tausiyah dari para asatidz. Kamis terasa cepat saat kemudian aku terlelap dan berjumpa dengan jumat pagi. Bergegas waktu terasa melesat kencang. Tanpa disadari ia telah berganti malam.

Jumat malam selalu berbeda. Ia adalah saat di mana pekatnya langit memancarkan binar semangat yang akan menuntunku melepaskan penat dari padatnya ibu kota menuju sejuknya kota bunga. Travel yang senantiasa menanti di pool keberangkatan nampak lebih indah daripada kereta kencana bahkan lebih gagah daripada kuda asli eropa milik salah seorang mantan calon kepala camat di negeri ini. Ia melesat di antara himpitan truk-truk pembawa muatan yang akan berlabuh di pabrik-pabrik di sekitaran Cikarang.

Saat tiba di rumah, kau biasanya memasang senyum termanis yang membuat para bidadari cemburu. Kau menungguku sambil terkantuk-kantuk. Dalam sujud panjang di sepertiga malam terakhir, kita bermunajat dengan syahdu atas segala kenikmatan yang telah dianugerahi. Kita pun berharap keberkahan atas apa apa yang Ia berikan karena sebaik-baik nikmat adalah yang diberkahi oleh Nya.

Kita berharap sabtu hari ini berjalan lebih lambat agar tak terburu-buru berganti ahad. Kita benci ahad, lebih-lebih ahad sore karena ia dengan pongah merenggut semua kebersamaan kita. Tapi kita sadar bahwa menikmati waktu terbaik bukan dengan menghabiskan hari-hari panjang bersama namun bagaimana waktu yang sedikit dapat ditafakuri menjadi sebuah kesyukuran atas kesempatan untuk masih bisa kembali dipertemukan dalam kerangka cinta dan ibadah. Karena di luar sana, pertemuan fisik bukanlah jaminan kebahagiaan.

Hari ini kita masih bermunajat sendiri dalam bilik kamar dan di atas hamparan sajadah masing-masing. Sesekali aku juga merasakan kesepian yang menggelayuti. Tapi itulah uji keimanan. Tuhan tidak pernah menyia-nyiakan hambanya yang berserah diri. Dan kini, mungkin kita tengah diuji dalam sekat jarak. Tapi kau harus selalu ingat bahwa tidak ada jarak atas sebuah doa. Ia terbang tinggi melayang-layang di angkasa. Berselip-selip di antara jutaan doa yang tiap harinya dipanjatkan oleh mereka yang memupuk rindu sama sepertimu, sepertiku.

Jika kau merindukanku dalam harimu. Pejamkan mata dan selipkan doa terindah untuk segala kebaikan dan keberkahan atas kita.

*Ditulis di dalam kamar kontrakan sambil menikmati momen ‘pacaran’ jarak jauh dengan istri*

Sumber gambar dari sini
Iklan

Tagged: ,

§ 2 Responses to Kisah Satu Pekan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Kisah Satu Pekan at I Think, I Read, I Write.

meta

%d blogger menyukai ini: