Renungan Indah
November 18, 2013 § Tinggalkan komentar
Oleh : W.S. Rendra
Seringkali aku berkata,
Ketika semua orang memuji milikku
Bahwa sesungguhnya ini adalah titipan
Bahwa mobilku hanyalah titipan
Bahwa rumahku hanyalah titipan
Bahwa hartaku hanyalah titipan
Bahwa putraku hanyalah titipan
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya:
Mengapa Dia menitipkan kepadaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh Nya?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka
Kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa semua itu adalah derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku, aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil, lebih banyak rumah, lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan.
Seolah semua”derita” adalah hukuman bagiku
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika
Aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih. Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku” dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku
Gusti, padalah tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah.. “ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”
Tinggalkan Balasan