Pulang Kampung

Agustus 13, 2012 § 2 Komentar

Pulang kampung, The Indonesian only tradition, I guess. Entah darimana istilah ini pertama kali ada. Selo Soemardjan sepertinya lupa memasukkannya ke dalam KBBI :D.

Belum pernah ada arus datang dan pergi yang melibatkan manusia dalam jumlah massif terjadi di negara negara lain seperti yang terjadi di negara ini.

Setiap tahun, ribuan bahkan puluhan ribu pemudik melaksanakan ritual pulang kampung sebagai pelengkap momen ramadhan. Tidak hanya kalangan menengah ke bawah yang kembali dari kota tempat mereka bekerja menuju kampung halaman namun juga para parlente dan orang-orang kaya tidak lupa akan tanah kelahiran. Bahkan mereka yang ada di negara lain pun memanfaatkan momen ramadhan untuk berjumpa handai taulan.

Bahkan Superhero pun mudik

Bahkan Superhero pun mudik

Pulang kampung tidak identik dengan kepulangan ke sebuah kampung karena sejatinya ‘kampung’ berasosiasi pada tempat tinggal yang jauh dari hingar bingar, jauh dari mall dan deru mesin. Namun sebagian besar pemudik justru pulang menuju kota-kota besar. Yang mencari makan di Jakarta pulang menuju Bandung, Palembang dan berbagai kota besar lainnya.

Berbagai sarana transportasi dimanfaatkan demi tiba di tempat tujuan. Maskapai penerbangan, pelabuhan, terminal dan stasiun menjadi lebih sibuk dari biasanya. Sebuah fenomena kapitalis yang sangat liar. Harga tiket yang naik pun bukan menjadi halangan. Energi luar biasa dikerahkan karena sebuah motivasi dan didasari atas perasaan rindu yang mendalam untuk bersua dengan orang tercinta.

Seperti itulah gambaran mudik di Indonesia. Tidak hanya kendaraan umum yang dijejali lautan manusia, kendaraan pribadi entah itu motor atau mobil tak mau kalah pesona. Kebanyakan mereka yang memanfaatkan kendaraan pribadi didasari atas dua hal : hemat dan jarak yang jauh dari bandara/terminal terdekat. Untuk alasan pertama, terkadang estimasi hemat tidak berbanding lurus dengan keselamatan.

Motor yang sengaja didesain untuk mudik harus membawa anggota keluarga 3,4 bahkan 5 orang, menempuh jarak puluhan bahkan ratusan kilometer. Ia harus bersaing dengan bus-bus besar dan mobil yang melaju kencang. Tapi demi alasan hemat dan atas nama cinta, semua bukan menjadi masalah. Apresiasi patut diberikan pada rider rider yang bisa dikatakan menempuh resiko yang sangat berbahaya.

Pengen nyoba?

Pengen nyoba?

Lain lagi dengan mereka yang pulang kampung dikarenakan lokasi yang dituju jauh dari terminal/bandara terdekat. Menempuh perjalanan dengan menggunakan pesawat atau kendaraan umum dirasakan ‘tanggung’ mengingat mereka harus menyambung lagi perjalanan dengan kendaraaan umum lainnya. Tidak masalah jika hanya satu atau dua orang namun ketika yang pulang itu satu rombongan keluarga besar maka variabel biaya perlu dan patut diperhitungkan dengan bijak. Itulah mengapa banyak orang memilih kendaraan pribadi.

Tanpa disadari, berlebaran di kampung halaman dapat melahirkan sebuah tekanan yang berat. Bagi mereka yang merantau jauh ke kota, pulang kampung adalah momen dimana mereka bisa show off akan keberhasilannya. Tapi tidak sedikit yang malu dan menolak untuk pulang dengan alasan “belum berhasil”. Hingga mereka terkadang menempuh segala cara agar bisa mendapatkan ongkos pulang dan sebisa mungkin menunjukkan bahwa mereka baik-baik saja di tanah rantau.

Yang lebih miris adalah tidak jarang gue mendengar fenomena bunuh diri akibat tidak mampu untuk pulang kampung saat lebaran. Sungguh kapitalisme telah merasuk ke dalam akal kita dengan dan tanpa disadari. Bahkan nyawa sengaja dibuang karena uang tak kunjung datang, alamakkk.

PULANG KAMPUNG VERSI SAYA

Gue sudah enam tahun belakangan mudik ke Palembang. Sungguh suatu pengalaman yang seru. Semua sarana transportasi umum (kecuali motor) rasanya sudah pernah gue cobain. Mulai dari naek bus, ngeteng, nebeng, sampe pesawat pun udah dijabanin satu-satu. Dan semuanya punya sensasi dan cerita tersendiri.

Bagi yang pulang kampung dengan bus malam, kalian akan dibuat galau menjelang waktu tidur. Gue sering mengalami. Saat nyobain tidur menghadap ke kanan, leher gue sakit. Hadap kiri, ga enak ketauan ngiler sama orang di bangku sebelah. Mau tidur lurus, ga noleh noleh, ntar disangka mati duduk. Pokoknya serba salah dan galau ekstra.

Awas ngiler

Awas ngiler

Naek bus malem lebih seru lagi kalo supirnya asli medan. Wuihh, berasa naek jet darat. Adrenalin dipacu sampe-sampe ga bisa tidur. Soalnya khawatir pas bangun ternyata udh ada malaikat yang nanya “Maa robbuka?” sambil bawa cambuk dari api neraka. Kan berabe!. Supir medan emang ngetop sama ngebutnya. Nyawa lo seolah ada di tangan dia.

Tapi gue yakin, ngebutnya supir berbanding lurus sama sholawat dan istighfar yang diucapin.

Ngeteng juga seru. Lo bisa menghemat ongkos dengan menggunakan beberapa sarana transportasi hingga sampai di tempat tujuan. Misalnya saja perjalanan Bandung-Palembang. Dari bandung ke Merak lo bisa naek bus lalu dilanjutkan dengan menumpang kapal laut untuk menyebrangi selat sunda hingga tiba di Pelabuhan Bakeuhni. Terus disambung lagi dengan travel ke arah stasiun dan terakhir menggunakan kereta ekonomi. Dan keesokan harinya lo tiba di Palembang dengan muka yang sudah tidak berbentuk, lusuh dan kumal. Badan pun pegel pegel bak abis dilindes badak ngamuk.

Tapi di situlah letak serunya apalagi kalo pulang ramean bareng temen. Lo bisa menggila selama perjalanan. Capeknya bisa dibagi. Apalagi kalo mesti ngebawain koper temen lo yang cewe yang gede tasnya lebih dari truk fuso. Entah mau mudik apa mau buka toko. Itu berarti capeknya dibagi ke lo semua :D. Itung itung pahala.

Nebeng juga oke. Lo ga perlu nyetir, tinggal duduk manis sambil baca doa dan tidak lama kemudian mobil berangkat. Itulah salah satu keuntungan tidak (belum) bisa nyetir. Tidak ada tanggungjawab lebih.

Ya terserah aja kalo yang punya mobil bersikeras buat minta lo nyetir. Tujuannya tinggal dua : Rumah sakit terdekat atau pemakaman, hehe.

Berdasarkan pengalaman gue, nebeng mudik bareng bokap temen yang tajir itu berasa jadi raja semalem. Selaen ikut dianterin pulang, makan pun biasanya ditanggung. Pasti bokap temen lo gengsi kalo ga ngebayarin, apalagi kalo muka lo sangat memelas. Pasti doi iba bro.

naek ini biar cepet

naek ini biar cepet

Pulang naek pesawat sebnernya tidak ada lebihnya selaen cepet. 1 jam kurang dan tibalah kita di tempat tujuan (Jakarta-Palembang). Tapi mengingat jalur darat akan sangat amat macet mendekati hari lebaran, pesawat jadi pilihan paling bijak kalo kita punya alokasi dana. Macetnya jalur antar kota H-3 dan H+3 hari H bisa bikin lo bertelor di jalan kalo lewat jalur darat. Beda halnya dengan naek pesawat yang tidak terganggu oleh kemacetan. Kecuali pesawat yang lo tumpangi keliling dulu ke benua laen sebelum tiba di pulau yang dituju.

Itu sih pengalaman gue tentang pulang kampung menggunakan berbagai sarana transportasi. Pasti orang lain punya cerita yang berbeda tentang pulang kampungnya. Ga mungkin kita maksain orang bandung yang mau mudik ke tasik buat naek pesawat, kecuali bersedia buat landing di pemukiman warga atau di gunung.

Menurut gue, pulang kampung adalah sebuah apresiasi terhadap rasa cinta akan kampung halaman yang sudah membesarkan kita. Jangan terlalu mendramatisir keadaan sehingga agenda kapitalisasi menghilangkan esensi dari cinta dan rindu akan silaturahim terhadap orang yang dicinta nun jauh di sana. Tidak usah memaksakan diri untuk mengadakan apa yang tiada. Karena maaf dan memaafkan adalah upacara utama dan silaturahim menjadi penyempurnanya.

Semoga kita semua bisa pulang ke kampung halaman dengan keadaan selamat dan menjadi pribadi yang baru yang lebih baik saat kembali ke rutinitas biasa.

Iklan

Tagged: , , , ,

§ 2 Responses to Pulang Kampung

  • a215_tea berkata:

    Eh kata siapa, saat Chinese New Year juga ada kali tradisi mudik. Makan bersama keluarga besar mereka, berkunjung ke saudara-saudara yang lebih tua. Singapore aja sepi pas hari itu, toko-toko sebagian besar tutup. Coba bayangin di negeri asalnya sana, pasti lebih heboh lagi mudiknya.

  • andri0204 berkata:

    oh iya ya kak…haha. jadi malu saya. kirain cuma indonesia aja ada mudik mudikan kyk gini. anyway makasih infonya kak 😀

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Pulang Kampung at I Think, I Read, I Write.

meta

%d blogger menyukai ini: