White Book
Maret 25, 2012 § 2 Komentar
White book? Buku putih? Buku putih yang gw maksud di sini literally bener-bener buku yang berwarna putih, bukan sebuah istilah atau idiom. Dari sekitar 50 an buku yang ada di lemari kamar kosan di Bandung (belum lagi buku yang dibawa ke Palembang), terdapat beberapa buku favorit gw. Dan buku-buku tersebut memiliki dua kesamaan. Yang pertama sama-sama berwarna putih dan yang kedua semuanya merupakan buku tentang psikologi atau pengembangan diri.
Basically, gw mulai suka baca buku-buku tentang psikologi sejak beli buku karangan Malcolm Gladwell yang berjudul “Blink” yang gw beli tanggal 16 Oktober 2009. Sejak saat itu gw mulai tertarik dengan buku-buku psikologi praktis, bukan teori. Entah kenapa dengan membaca buku-buku psikologi praktis, gw penasaran kenapa sesuatu hal bisa terjadi dari sudut pandang kejiwaan, kenapa ada orang yang punya kemampuan-kemampuan unik. Semuanya dibahas dalam perspektif psikologis. Even further, gw malah terbersit keinginan buat terlibat langsung dengan aktifitas yang berkaitan dengan penelitan dalam scope psikologi atau kejiwaan manusia.
Buat gw, dengan membaca buku-buku psikologi praktis, gw bisa explore lebih jauh kenapa seseorang bertindak, apa yang mempengaruhi seorang pria dalam mengambil keputusan dll.
Sehabis baca blink, gw langsung suka dengan tulisan Malcolm Gladwell. Gw suka dengan penelitian yang dia lakukan, tata bahasa yang sederhana dan gampang dimengerti. Ternyata Gladwell telah menulis beberapa buku lagi yang memiliki tema psikologi namun dalam topik yang berbeda. Secara beruturut-turut gw langsung koleksi semua bukunya mulai dari Outliers, Tipping Point hingga What A Dog Saw.
Dari keempat buku yang gw baca, Blink yang paling enak dibaca dan paling gw suka. Blink membuka ceritanya tentang kuorus, patung berbentuk manusia berdiri dengan nilai seni yang sangat tinggi, yang dipajang di sebuah pameran . Kontroversi terjadi saat terdapat pihak yang pro dan kontra terhadap keaslian kuorus tersebut. Mereka yang melakukan penelitian dan menggunakan teknologi untuk menentukan keaslian kuorus berujar bahwa Kuorus tersebut asli. Asumsi ini mendapat perlawanan dari mereka yang mampu menilai dengan sekali lihat bahwa kuorus tersebut adalah palsu. Tentu saja kemampuan berpikir tanpa berpikir dalam menilai didasari oleh pengalaman dan kemampuan analisa yang sangat baik, tidak serta merta menilai bahwa kuorus tersebut palsu. Dan setelah dilakukan penelitan ulang terbukti bahwa kuorus tersebut memang palsu.
Usai cerita tentang kuorus, Gladwell bercerita tentang banyak orang di dunia ini yang mampu menganalisa, menilai hanya melalui kedipan mata, mereka memiliki kemampuan untuk berpikir tanpa berpikir.
Buku selanjutnya adalah outliers. Di dalam outliers, Gladwell memaparkan berbagai cerita tentang orang-orang yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Ia bercerita mengenai Bill Gates, The beatles dan orang hebat lainnya. Dengan outliers penulis mencoba mengubah cara kita memahami kesuksesan. Bahwa sukses itu dicapai dengan peluh perjuangan. Contoh kecil adalah bagaimana The Beatles tampil selama 8 jam sehari selama beberapa tahun demi sebuah kesuksesan.
Dalam Tipping Point, Gladwell banyak bercerita tentang bagaimana sebuah epidemi atau wabah menyebar. Tidak hanya dalam terminologi penyakit namun juga wabah sosial, fesyen dan tren yang terjadi. Menurut penulis, Tipping Point merupakan kisah petualangan intelektual yang ditulis dengan semangat yang mudah menular dalam menggali kekuatan dan kebahagiaan dari berbagai ide baru. Dan buku ini menjadi inspirasi bahawa orang yang imajinatif, asalkan memasang tuasnya di tempat yang benar, tidak mustahil mampu menggeser bumi dari kedudukannya – mengubah dunia”.
Dan buku yang terakhir, What The Dog Saw. To be honest, buku yang satu ini belum selesai gw baca. Padahal udah dibeli sekitar dua tahun yang lalu. Buat gw pribadi, buku terakhir gladwell agak sulit untuk dimengerti sehingga gw kehilangan momentum buat membaca satu buku sampai selesai. Well, buku ini mengungkap berbagai fenomena. Mulai dari bagaimana sebenernya rahasia seorang pawang anjing, suka duka penemu pil-KB dan beberapa cerita yang lain.
Hegemoni kejayaan seorang Gladwell berakhir sampe buku keempatnya. Dan kemudian saat gw nyari buku di Togamas, gw melirik buku putih lainnya yang terlihat sangat menarik. Covernya sih ga banget. Pria dan gorila sedang membaca koran dan saling bersampingan. Judul bukunya “The Invisible Gorilla”. Sebuah buku yang unik dan sedikit banyak menjadi “Tandingan” buku karangan Gladwell.
The Invisible Gorilla tidak ada hubungan dengan status Yahoo Messenger (Invisible, available, busy :D),hehe. Penulis mengilustrasikan judul bukunya dengan sebuah penelitian tentang betapa Gorilla tak kasat mata itu benar-benar ada.
Penelitiannya membahas tentang ketidakmampuan otak manusia bekerja dengan sistem multitasking. Untuk memudahkan pembaca memvisualisasikan cerita yang terdapat di buku, sang penulis telah mengunggah video penelitiannya yang mampu melibatkan kita secara langsung. Kita mengira, kita menyangka, kita menduga padahal apa yang kita kira, kita sangka dan kita duga dalam kebanyakan kasus hanyalah sebuah ilusi yang terjadi.
Dan koleksi buku psikologi praktis yang terakhir gw adalah “Male Brain”. Male brain banyak mengulas tentang otak pria mulai dari bayi, remaja, dewasa hingga tua. Terkadang wanita mengeluh terhadap pasangannya yang tidak sensitif. Atau seorang istri yang bercerita tentang suaminya yang kurang peka. Atau seorang ibu yang khawatir dengan kenakalan putra mereka. Semuanya diulas dalam Male Brain. Sebuah buku apik yang membuka wawasan kita, terutama kaum hawa tentang bagaimana seorang pria berpikir.
Keenam buku tersebut benar-benar buku yang sarat wawasan dan penuh pengetahuan. Entah buku putih apa lagi yang akan gw koleksi. Ada yang tahu kenapa buku yang berbau psikologi kebanyakan berwarna putih?
ternyata seneng psikologi e? napo dulu dak ambek psikologi be, do’?
oi, kw dak jadi mbek beasiswa itu, e? gawe dimano kw do’?
baru seneng sejak baco buku “blink” masbro..cubo baco deh 🙂