Menjadi Seorang Senator
November 17, 2009 § 4 Komentar
Assalamualaikum warohmatullah,
Salam ganesha
Tulisan ini sengaja aku buat bagi mereka yang senantiasa memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap kemahasiswaan ini. Senator, sebuah kata yang difragmentasikan sebagai sebuah posisi yang sangat menakutkan dalam tataran kemahasiswaan. Penggiringan opini tentang isu-isu miring mengenai senator menjadikannya berada di ujung tanduk dalam keberadaannya pada sebuah entitas kemahasiswaan jurusan atau yang kita kenal dengan himpunan.
Senator mungkin tidak memiliki daya tarik seperti seorang ketua himpunan. Akan tetapi seorang senator memiliki posisinya sendiri yang menjadikannya spesial. Senator selalu diasosiasikan sebagai seorang dewa yang sanggup memenuhi panggilan rapat setiap saat, Yang harus mengorbankan waktu-waktu malamnya, mengikuti diskusi dengan bahasa-bahasa yang sangat rumit, mengawasi kinerja kabinet dan berbagai agenda berat lainnya. Keadaan ini diperburuk dengan semakin gencarnya arus informasi yang selalu mengidentikkan seorang senator dengan jurang kegagalan akademik.
Lebih baik aku berbicara berdasarkan pengalaman setelah enam bulan menjabat sebagai seorang senator mengingat pengalaman adalah guru terbaik. Maju menjadi seorang senator tidak pernah aku impikan sebelumnya. Rapat setiap malam, membahas konsepsi, AD ART bukanlah tujuanku untuk datang ke institusi ini. Tapi, aku selalu menyadari bahwa himpunan tanpa kemahasiswaan terpusat hanya akan melemahkan sendi-sendi pergerakan perjuangan himpunan tersebut, dan begitu pun sebaliknya. Satu hal yang membekaliku untuk maju menjadi seorang senator adalah kepedulianku terhadap permasalahan bangsa ini. Kondisi bangsa yang carut marut, pendidikan, kemiskinan, dan problema-problema bangsa ini sudah semakin rumit. Dengan alasan tersebut aku memutuskan untuk menjadi seorang senator dengan harapan aku akan menjadi orang pertama yang akan mengetahui semua informasi, setiap perisitwa yang terjadi pada bangsa ini. Dengan demikian aku akan selalu bisa mengakses kondisi bangsa ini secara aktual serta mengoptimalkan fungsiku sebagai mahasiswa dalam mengatasi permasalahan yang ada. Selebihnya aku bisa terus mensosialisasikan informasi yang aku dapatkan kepada massa himpunan. Aku ingin massa himpunan melek akan kondisi kemahasiswaan dan lebih luas lagi kondisi bangsa ini.
Dari penjelasanku cukuplah kalian bisa mengartikan bahwa salah satu hal yang dimiliki oleh seorang senator adalah mental kebangsaan. Senator bukanlah orang yang selalu disibukkan dengan urusan-urusan pribadinya. Jika kita masih terus-terusan hidup di bawah kurungan egoisme pribadi maka kita hanya akan tumbuh menjadi manusia yang kerdil. Mahasiswa sebagai motor pergerakan bangsa ini seharusnya menyadari peran tersebut.
Menjadi seorang senator membuatku mengerti bagaimana dinamika yang terjadi di dunia kemahasiswaan. Aku yang sama sekali tidak mengerti akan konsepsi, AD ART dan segala referensi sebagai seorang senator mencoba bergabung dalam wadah orang-orang hebat yang dinamakan kongres. Terjun pertama kali ke dalam dunia kemahasiswaan membuatku menyadari bahwa aku memang masih buta dalam dunia baruku. Namun aku selalu mencoba untuk terus menggoreskan tinta emas di atas kanvas putih ketidaktahuanku. Memang aku salah untuk tidak mengiternalisasi bekal menjadi seorang senator tersebut lebih awal, tapi satu hal yang aku sadari adalah menjadi seorang senator bukan hanya masalah teori ataupun masalah konsepsi. Jauh daripada itu, sebuah keteguhan hati dan konsistensi lah yang lebih dibutuhkan.
Dibutuhkan waktu yang singkat untuk memahami referensi menjadi seorang senator yang baik, tapi dibutuhkan waktu yang panjang untuk membentuk sebuah keyakinan dan sebuah komitmen guna berani mengambil sebuah sikap untuk maju menjadi seorang senator. Karena menjadi seorang senator adalah sebuah pilihan, pilihan yang akan membawa kalian pada perubahan-perubahan.
Almendo Rafki, Kahim AMISCApernah mengatakan bahwa kita akan memperoleh sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Kepenatan, rasa malas, waktu yang terbuang sia-sia membuat orang berpikir berulang kali untuk menjadi seorang senator. Jika hal itu yang terprogram dalam memori otak maka bim salabim, hal itulah yang akan terwujud. Kepenatan, rasa malas dan hal negatif lainnya benar-benar akan mengisi keseharian seorang senator tersebut. Namun sebaliknya jika kita mencoba menghiasi frame kita dengan hal-hal positif mengenai senator maka kalian akan merasakan bahwa ternyata dunia kemahasiswaan itu sangat indah, berinteraksi dengan orang-orang luar biasa, memahami kondisi bangsa akan menjadikan hidup kita lebih hidup.
Jujur, melalui tulisan ini saya ingin menularkan semangat kemahasiswaan yang mengalir dalam darah saya kepada kalian, kader-kader terbaik himpunan. Bahwa himpunan ini bukan didirikan atas senang-senang semata, himpunan juga tidak dibangun untuk dijadikan wadah bercanda, tertawa sepuasnya. Himpunan membutuhkan para pejuang kebangkitan kemahasiswaan bahkan bangsa. Siapa tahu, menjadi seorang senator akan membentuk mental kita menjadi pilar-pilar kebangkitan bangsa. Boleh jadi kalian menganggap apa yang aku katakan adalah sebuah hal yang berlebihan, tapi sadarilah bahwa kita sekarang merupakan seorang mahasiswa dengan segenap idealismenya. Jika kita tidak memupuk dan menumbuhkembangkan idealisme lalu kepada siapa lagi bangsa ini menggantungkan harapannya.
Ayo..kalian bisa generasi terbaik penerus himpunan. Kahim dan senator merupakan elemen-elemen pergerakan kemahasiswaan. Berbeda peran namun keduanya memiliki satu tujuan, demi Tuhan untuk bangsa dan almamater.
Wasalam… –Andri Wijaya, senator utusan AMISCA 2009/2010-
jadilah generasi mahasiswa yg kritis…termasuk mengkritisi negara ini yg sekarnag penuh dg kebohongan hukum
setuju…
salam kenal
andri..ITB
andri0204@wordpress.com
wow sungguh menjadi inspirasi dan trigger saya untuk menjadi senator di himpunan, kelak 🙂
wah ITB juga ya gan